Merasa tertolong dengan bantuan dari Fachri dan para santri saat berada di dalam hutan. Dini meminta pada bi Sanih, untuk memasak makanan yang cukup banyak untuk diberikan pada para santri di pesantren milik kiayi Musthofa. Dini sendiri yang akan mengantar makanan itu ke pesantren. Dengan kaos tangan panjang serta rok berwarna biru yang panjang juga. Dini terlihat begitu antusias untuk segera memberikan makanan yang dibuat bi Sanih untuk para santri. Berbekal rute yang di berikan oleh bi Sanih. Dini pun terlihat begitu antusias untuk bisa segera tiba di pondok pesantren. Bertemu dengan Fachri dan para santri. Sebenarnya bi Sanih meminta Fitri untuk mengantar Dini pergi. Tetapi Fitri menolak permintaan dari bi Sanih. Dengan dalih capek, Fitri merasa tidak bisa untuk mengantar Dini ke pesantren. Sehingga Dini pergi sendiri ke pesantren dengan membawa dua rantang makanan. Perjalanan Dini menuju pesantren, tidak ada kendala apapun. Dia merasa begitu gembira untuk bisa tiba di pesantren
"Assalamualaikum," salam Fachri sebelum pergi dari hadapan Dini. Dini yang tidak tahu cara membalas salam dari Fachri. Terlihat bingung untuk membalas salam dari Fachri tersebut. Dia hidup dengan orang-orang yang jauh dari nilai-nilai keagamaan. Itu yang membuat Dini bingung untuk menjawab salam dari Fachri. Fachri yang sudah hampir pergi. Kembali menahan diri untuk tidak langsung pergi. Sebab dia belum mendapat balasan dari Dini. Fachri pun merasa kurang afdol, saat Dini belum juga membalas salam yang diucapkan olehnya. "Kenapa kamu tidak membalas salam dariku?" Dini menggaruk kepalanya, menunjukkan ekspresi bingung. kemudian berkata, "Aku bingung membalas salam darimu. Apa yang harus aku katakan. Aku tidak tahu. Wakalam, atau apa. Aku sering mendengar, tapi aku tidak bisa mengucapkan itu. Sebab aku memang tidak pernah mengucapkan kata tersebut." Fachri pun menyadari akan Dini yang memang bukan berasal dari keluarga religius. Sehingga ia sama sekali tidak paham dengan jawaban da
Sebagai seorang pengajar di pesantren. Umi Salamah adalah seorang yang memiliki pengetahuan yang cukup luas. Apalagi materi pelajaran yang diberikan oleh Umi, panggilan akrab Umi Salamah adalah matematika. Tentu saja materi yang sulit untuk bisa diajarkan oleh sebagian orang. Umi pun terkenal akan sikap tegas serta cara mengajar yang begitu konsisten. Tidak heran Umi banyak di segani oleh para santri. Pasca kematian dari suaminya, lima tahun yang lalu. Umi hingga kini lebih memilih untuk tetap menjanda. Belum ada sosok yang menurutnya sesuai dengan apa yang di harapkan oleh Umi. Sudah banyak pria yang mengajak Umi untuk ta'aruf. Tetapi Umi tetap menolak ajakan dari para pria tersebut. Mengingat standar tinggi yang di berikan oleh Umi pada setiap pria. Sehingga mereka tidak memenuhi persyaratan yang Umi inginkan. Dua tahun terakhir, perasaan Umi pada Gus Fiment begitu terasa. Umi mulai merasakan hal berbeda pada calon pemimpin pesantren tersebut. Umi Salamah menyukai sikap lembut yan
Gus Fatur hanya bisa menunduk saat pak Hamzah yang merupakan investor yang bekerjasama dengan dirinya masuk ke dalam ruangan. Gus Fatur udah tidak bisa membayangkan, bagaimana kemarahan dari pak Hamzah pada dirinya. Apalagi Gus Fatur sudah berjanji pada pak Hamzah. Sehingga janji dari Gus Fatur sudah seharusnya di tepati pada pak Hamzah. Pak Hamzah menyalakan rokok terlebih dahulu. Baru setelah itu dia duduk di hadapan Gus Fatur yang terlihat begitu gugup saat bertemu dengan pak Hamzah. Pak Hamzah pun langsung mengirimkan asap tepat ke wajah Gus Fatur. Sontak Gus Fatur langsung batuk oleh asap rokok yang di kirim oleh pak Hamzah. Pak Hamzah tertawa melihat Gus Fatur yang batuk oleh ulah dirinya. Dia merasa Gus Fatur seorang yang begitu lemah. Dia harus batuk oleh asap rokok yang disemburkan padanya. Padahal asap rokok itu hal biasa bagi pak Hamzah. "Saya pikir Gus Fatur itu seorang yang kuat. Ternyata cuman sama asap rokok saja, Gus Fatur sudah batuk-batuk. Lemah banget Gus," ujar
Dini merasa sudah tidak sabar untuk ikut dalam kajian dari Gus Fiment. Selain ingin mendengar setiap kata bijak dan nasehat yang disampaikan oleh Gus Fiment. Dini juga ingin menyejukkan matanya, dengan melihat wajah tampan dari Gus Fiment. Melihat wajah tampan Gus Fiment, tentu sedikit membuat Dini bisa merasa segar. Apalagi wajah Gus Fiment tidak bosan untuk dilihat. Tidak heran, Dini pun berharap bisa melihat wajah tampan dari Gus Fiment tersebut. Kembali mengenakan jilbab pemberian dari Fachri. Dini sudah tidak sabar untuk berada di dalam mushola. Tempat Gus Fiment memberikan kajian. Ini benar-benar tidak pernah Dini bisa bayangkan, di mana dirinya akan kembali bertemu dengan sosok Gus muda yang begitu mempesona. Tiba di depan gapura pesantren, Dini terlihat bingung. Dia merapikan kembali hijab yang dikenakan. Melihat wajahnya di handphone yang ada digenggaman tangan. Dini tidak ingin terlihat buruk saat bertemu dengan sosok Gus Fiment yang begitu mempesona di matanya. Seorang s
Tiba di rumah bi Sanih, Dini pun langsung menghampiri Deni yang sedang bermain game online di handphone. Dini yang terlihat begitu gembira, langsung menarik perhatian dari Deni. Ia tidak menyangka, Dini akan bisa bahagia secepat ini. Hal yang tidak di duga oleh Deni akan Dini. "Kamu bahagia habis bertemu dengan Fachri?" tanya Deni tetap bermain game. "Bukan. Aku tidak bertemu dengan dia hari ini," jawab Dini. Bi Sanih datang membawa sepiring pisang goreng. Juga segelas kopi yang di minta oleh Deni. Bi Sanih dengan rasa penasaran, juga bertanya orang yang membuat Dini terlihat begitu gembira di hari ini. "Jika bukan Fachri. Lantas siapa yang membuat seorang Dini bisa tersenyum sumringah seperti ini?" Dini memperbaiki posisi duduknya. Dia terlihat mulai merapikan sofa tempat dia duduk. Sebelum dia mulai bercerita bagaimana dirinya bertemu dengan Gus Fiment. Sosok pria yang menurut Dini begitu sempurna. Kedewasaan serta tutur kata dari Gus Fiment yang begitu indah. Semakin membuat D
Gus Fatur langsung melempar berkas yang dibawa ke atas meja. Dia terlihat begitu kecewa akan dirinya yang gagal dalam melakukan lobi terhadap kiayi Musthofa dan kedua adiknya. Padahal jika Gus Fatur sukses melakukan lobi pada ketiganya. Gus Fatur pun bisa mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Aisyah, perempuan yang lebih tua dari Gus Fatur. Menjadi sosok yang membuat Gus Fatur tunduk. Gus Fatur mencintai sosok Aisyah yang sebenarnya memiliki umur lebih tua dari dirinya. Sehingga Gus Fatur pun menikahi Aisyah. Tetapi Aisyah yang memiliki sifat yang materialistis. Kerap memaksa hal yang tidak baik pada Gus Fatur. Dia meminta banyak hal yang sebenarnya tidak mampu untuk di penuhi oleh Gus Fatur. Tetapi Aisyah kerap memaksa Gus Fatur untuk melakukan itu semua. Sehingga tidak jarang Gus Fatur melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak mampu untuk di lakukan oleh dirinya sendiri. Proyek vila di belakang pesantren, sebenarnya proyek yang di sukai oleh Aisyah. Dia melihat banyak uang yang
Menyelesaikan semua pembayaran, begitu juga dengan surat-surat yang harus segera di selesaikan. Saat itu rumah yang akan di tempati oleh Dini pun sudah siap. Sebagai tanda akhir dari kesepakatan yang ada. Deni sebagai perwakilan dari Dini, menjabat tangan pemilik sebelumnya. Di mana secara resmi, rumah itu kini menjadi milik Dini. Dini pun bisa segera berpindah dari rumah bi Sanih, menuju rumah barunya tersebut. Senang rasanya bisa bekerjasama dengan Mas Deni. Semoga adik Mas bisa betah tinggal di rumah ini," ucap pemilik rumah sebelumnya. "Semoga saja Pak. Saya pun senang, akhirnya kita bisa mencapai kesepakatan ini. Saya harap, adik saya akan senang tinggal di rumah ini. Apalagi dia akan tinggal dalam waktu yang cukup lama di sini," ucap Deni dengan penuh kebahagiaan. Setelah semuanya selesai, Deni pun segera mengabarkan pada Dini akan rumah yang akan di tempati oleh Dini sudah selesai. Kini Dini bisa segera pindah ke rumah yang baru. Meninggalkan rumah bi Sanih yang kerap dimono