Share

Om Ganteng

Author: Rasyidfatir
last update Last Updated: 2025-01-14 19:47:20

“Ini untuk apa, Om?”

"Gunakan untuk memenuhi kebutuhanmu," kata Hisyam. “Bentuk nafkahku untukmu.”

"Tapi, Om, tidak perlu menafkahiku. Bentar lagi kita juga cerai," ucap Zahra. Karena pernikahan kilat itu hanya untuk penyelamatan harga diri keluarga Zahra.

"Tidak masalah, selama kamu jadi istriku kamu berhak mendapatkan nafkah dariku," jawab Hisyam. “Jika kamu merasa tidak nyaman, anggap saja uang jajan.”

Tidak hanya Zahra, Hisyam pun sebenarnya merasa sedikit aneh. Zahra seumuran dengan putranya, yang bahkan sempat dijodohkan satu sama lain. Namun, kini gadis itu telah menjadi istrinya.

Apa jadinya kalau Abie kemudian tahu bahwa gadis yang ia katai kampungan kini telah menjadi ibu sambungnya?

Ditambah lagi, Zahra sebenarnya tidak kampungan dan jelek seperti yang diungkapkan oleh Abie. Gadis itu cantik, bahkan memesona dalam balutan baju pengantin tadi.

Kali itu, Hisyam bahkan berpikir bahwa yang rugi bukanlah Zahra, melainkan Abie sendiri.

Sebenarnya, hubungan Hisyam dan Abie tidak begitu baik. Meskipun statusnya memang pewaris Hisyam, Abie sebenarnya bukan anak kandung Hisyam. Mantan tunangan Zahra itu adalah anak bawaan dari Winda, mendiang istri Hisyam.

Sesaat sebelum Winda meninggal, mantan istri Hisyam itu membuat Hisyam berjanji untuk memberikan yang terbaik untuk Abie, sekalipun Abie bukan putra kandung Hisyam. Memegang teguh janjinya, Hisyam menghujani Abie dengan segala fasilitas yang bisa ia berikan. Agar supaya Abie tidak lagi merasakan sengsara meski ibunya telah tiada.

Namun, seiring waktu, Abie makin sulit diatur dan sering berfoya-foya. Hal tersebut membuat hubungan bapak-anak antara Hisyam dan Abie merenggang, hingga akhirnya seperti sekarang.

Jika mantan istrinya masih ada, Hisyam pasti–

"Terima kasih banyak karena Om sudah menyelamatkan keluargaku dari rasa malu. Om tidak perlu sebaik ini memberikan aku uang jajan, aku tidak memerlukannya," tolak Zahra kembali menyodorkan kartu hitam itu kepada Hisyam.

Hal itu menarik Hisyam dari ingatan masa lalunya.

"Jangan membuat Om tambah merasa bersalah Zahra,” ucap Hisyam. “Terserah kamu mau menggunakannya atau tidak. Yang penting Om sudah menjalankan kewajiban pertama Om sebagai suami. Mengenai hubungan di ranjang, kamu tidak perlu melakukannya."

Perkataan Hisyam yang terakhir membuat hati Zahra merasa tenang.

Jujur, Zahra memang tidak siap melakukannya, apalagi usia mereka terpaut cukup jauh. Meski penampilan Hisyam justru lebih tampan dan gagah dari Abie. Tapi, Zahra enggan berpikiran macam-macam. Ditambah belum ada rasa cinta di antara keduanya.

"Om, aku boleh naruh baju-bajuku di lemari?" tanya Zahra kemudian. Ia melirik kopernya yang masih berdiri di sudut kamar.

"Oh, maaf. Aku lupa menjelaskan padamu, kalau di balik dinding ini masih ada ruangan lain khusus menyimpan semua barang-barangmu," terang Hisyam. Ia pun menekan tombol pintunya dalam sekejap ruangan itu terbuka secara otomatis.

Di sana ada beberapa lemari kaca yang khusus untuk menyimpan pakaian dan koleksi sepatu serta ras. Sesaat Zahra sempat melongo karena ruangan itu seperti toko kecil yang ada di sebelah kamarnya Hisyam.

"Dulu Winda menyimpan barang-barangnya di sini. Karena sekarang kamu istriku, kamu berhak menyimpannya di sini juga," ucap Hisyam.

Zahra termenung sejenak, dia tahu kalau Hisyam sangat mencintai Winda mantan istrinya. Kalau bukan karena Winda meninggal terkena kanker ganas mungkin mereka masih bersama hingga sekarang.

"Barangku cuman sedikit, satu lemari sudah cukup," kata Zahra. Ia mulai membuka kopernya dan menaruh satu persatu pakaiannya. Sementara Hisyam berjalan ke arah lemari lainnya yang masih menyimpan banyak benda kesayangan Winda di sana. Zahra melirik ke arah Hisyam yang sedari tadi memandangi pigura foto Winda yang tersimpan dalam lemari. Sikap diamnya itu membuat Zahra merasa kasihan pada Hisyam. Lelaki itu pasti menderita dan kesepian karena kehilangan istrinya selama ini.

"Om, kalau pingin cerita-cerita ke aku tentang perasaan Om pada almarhum Tante Winda aku siap kok mendengarkannya," kata Zahra.

"Tidak perlu, kamu urus saja pakaianmu. Aku mau cari udara sebentar," jawab Hisyam datar. Wajahnya yang tanpa ekspresi itu justru membuat Zahra tidak suka. Ia sudah menjatuhkan harga dirinya sok peduli dengan meminta Hisyam curhat tapi justru ditolak mentah-mentah.

"Ih, menyebalkan sekali Om Hisyam. Tahu begini aku tidak nawarin diri buat temen curhat," gerutu Zahra usai Hisyam pergi. Ia kesal karena Hisyam tidak menyambut baik niatnya.

Sementara di luar, Hisyam terlihat tengah menelepon seseorang. Dari kemarin dia penasaran apa yang dilakukan Abie di luar sana. 

***

"Kamu belum tidur?" tanya Hisyam tiba-tiba yang sudah muncul di ambang pintu.

"Belum Om, aku belum ngantuk," jawab Zahra. Wajahnya yang imut menatap sebentar ke arah Hisyam. Pria itu tidak ada reaksi yang cukup berarti kecuali mendekati Zahra.

"Ayo aku ajak keliling rumah ini, mau?" Hisyam menawarkan ajakannya pada Zahra. Gadis itu mengangguk lalu beringsut turun dari ranjang mengikuti langkah kaki Hisyam. Zahra mencoba menyamakan langkahnya di samping Hisyam, meski dia cukup kewalahan karena Hisyam modelnya sat set.

Entah kenapa tiba-tiba Hisyam memperlambat langkahnya sehingga bisa menyamai langkah Zahra. Agaknya dia merasa kalau Zahra sedikit kewalahan mengikuti langkahnya yang lebih cepat. Mereka kemudian berkeliling ke ruang-ruangan lainnya. Mulai dari ruang keluarga, ruang dapur, ruang menonton bioskop, ruang olahraga, dan minimarket kecil. Zahra tidak menyangka kalau Hisyam sangat kaya. Koleksi mobil mewahnya juga cukup banyak.

"Kamu boleh pilih mobil mana yang kamu sukai," kata Hisyam sampai si showroom pribadinya.

"Aku nggak bisa nyetir, Om," kata Zahra.

"Nanti aku ajari, kalau aku tidak sibuk," jawab Hisyam. Ia juga tidak tahu mengapa terlontar begitu saja ingin menyanggupi mengajari Zahra padahal kalau bukan hari ini. Hari lainnya, begitu sibuk luar biasa.

"Makasih Om," jawab Zahra canggung. Ia seperti anak kecil yang di hadiahi mobil, rasanya senang sekali.

"Kita sudah berkeliling rumah kamu pasti lelah dan lapar. Ayo kita makan," ajak Hisyam. Meski perkataannya datar tapi menunjukkan sedikit kepedulian pada Zahra. Mereka pun menuju ke ruang makan. Zahra enggan duduk berdekatan dengan Hisyam. Begitu juga Hisyam, dia mengambil nasinya sendiri tanpa di layani Zahra.

Keduanya makan tanpa suara hanya suara dentingan sendok dan garpu yang saling berada satu sama lainnya. Keheningan itu pecah manakala Hisyam mengatakan sesuatu pada Zahra.

"Kamu tidak usah takut padaku, kita di sini teman. Kamu boleh bicara apa pun tentang dirimu padaku. Agar kamu tidak merasa kesepian di sini," ucap Hisyam.

"Baik, Om," jawab Zahra menunduk. Ia sungkan menatap wajah tampan suaminya. Karena tiap kali menatap wajah Hisyam, aura kewibawaan Hisyam membuat jantungnya berdetak aneh. Lebih cepat dari biasanya.

"Om, aku juga akan bersikap sebagai istri Om. Kecuali kebutuhan yang satu itu, selagi aku di sini aku akan melayani kebutuhan Om dengan baik," kata Zahra. Ia tidak ingin seperti orang numpang yang tidak tahu diri. Ia ingin meninggalkan jejak kebaikan setelah dia pergi nanti. Meski dia tidak bisa memberikan jatah pada Hisyam.

Beberapa hari kemudian, hubungan kaku antara Zahra dan Hisyam sedikit mencair. Zahra mulai menyiapkan keperluan Hisyam ketika berangkat kerja. Begitu juga Hisyam sudah mulai berbicara banyak tidak begitu kaku seperti di awal pertemuan mereka.

"Om, sini aku benerin dasinya," kata Zahra. Hisyam pun mendekat, sementara Zahra berjinjit dan membenarkan letak dasi Zahra. Tanpa di sadari Hisyam menatap wajah istrinya. Ia berusaha untuk menahan dirinya agar tidak melakukan sesuatu yang lebih. Zahra tidak tahu kalau dirinya di perhatikan Hisyam. Karena dia menghindari tatapan mata Hisyam. Pandangannya hanya fokus pada dasinya saja.

"Sudah rapi," kata Zahra mengagetkan lamunan Hisyam. Bagaimanapun dia seorang pria yang sudah lama menduda. Dari sekian banyak wanita yang di kenalnya setelah Winda meninggal, hanya Zahra yang mampu membangunkan gairah kelaki-lakiannya.

"Om, hari ini aku berangkat kuliah pulang sore. Terus aku mau jalan-jalan sama temen-temenku, boleh?" tanya Zahra.

"Boleh, tapi jangan pulang kemalaman. Kalau kamu bandel, nanti dijemput," jawab Hisyam.

"Eh, jangan. Aku pulang tepat waktu kok. Jangan di jemput sopir," tolak Zagra. Pasalnya, teman-temannya tidak ada yang tahu kalau dia sudah menikah. Apalagi sama Om-Om seumuran Hisyam. Zahra tidak bisa bayangkan gimana reaksi teman-temannya kalau mereka tahu yang sebenarnya.

"Kamu malu punya suami Om-om?" tebak Hisyam.

"Itu Om udah tahu," jawab Zahra tanpa rasa bersalah. Ia pun mengambil tas kuliahnya dan berniat berjalan lebih dulu ke arah pintu. Namun Hisyam menarik tangan Zahra hingga posisi Zahra seperti mau dipeluk Hisyam.

"Om, jangan aneh-aneh ya," ancam Zahra. Meski jantungnya berdegup tak menentu.

"Siapa yang aneh-aneh. Kamu bukan anak kecil lagi, pakai baju yang bener. Bagaimana kalau ada pria hidung belang melihatmu seperti ini," kata Hisyam sembari membenarkan baju Zahra yang belum dikancing satu pada bagian dadanya. Sontak saja Zahra tersipu malu, sentuhan tangan kekar Hisyam serasa menyentuh dadanya meski hanya membenarkan letak kancingnya.

"Atau kamu memang sengaja menggoda suamimu pagi-pagi?" goda Hisyam dengan senyuman tipis.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Pini Andayani
mantau terus bacanya
goodnovel comment avatar
Suherni Erni
gimana nanti kalau abie bertemu dengan zahra yang sudah menjadi istri pa2 nya tambsh benci tu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Laper Dua Kali Lipat

    Setelah puas berlarian di dalam rumah, Daniel dan Aisyah akhirnya kelelahan. Nafas mereka terengah-engah, tawa kecil masih tersisa, namun kelopak mata mulai berat.Hisyam yang sejak tadi mengikuti tingkah cucunya kini duduk di kursi goyang di ruang keluarga. Ia membuka tangannya lebar. “Sini, ayo kemari. Sudah malam, saatnya tidur sama Opa.”Tanpa ragu, Daniel langsung menyender di sisi kanan, sementara Aisyah naik ke pangkuan kiri Hisyam. Kepala mungilnya menempel di dada sang Opa, mencari kehangatan.“Nyaman banget di sini…” gumam Daniel setengah mengantuk.“Iya… Opa wangi… Aisyah mau bobok sama Opa aja,” sahut Aisyah dengan suara manja, matanya mulai terpejam.Hisyam tersenyum lebar, lalu merangkul keduanya erat-erat. Tangannya mengelus kepala dua cucu kesayangan itu bergantian. “Tidurlah, Sayang… Opa ada di sini. Kalian aman.”Dalam hitungan menit, napas Daniel dan Aisyah mulai teratur. Mereka terlelap di pelukan hangat sang Opa, seolah dunia luar sudah tak lagi penting.Dari jauh

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Main Petak Umpet

    "Apaa? Tidak ada di sekolah?!" Nadia terlihat panik mendengar telepon dari pengasuhnya Aisyah. "Iya, kata gurunya tadi Aisyah sedang beli jajan di luar waktu ada abang-abang penjual mainan. Ia diam-diam keluar pas istirahat. Terus tahu-tahu sudah tidak ada Nyonya," terang pengaruhnya sedikit ketakutan. "Duh, gimana ini. Ya udah aku telepon Papanya dulu," kata Nadia. Sialnya, hape Isa di telepon tidak aktif. "Iih, Mas Isa lagi kemana sih. Kok nggak berdering sih," gerutu Nadia. Ia mondar-mandir seperti setrikaan. Lalu tiba-tiba ponselnya menyala. "Mama? Ada apa Mama telepon?" batin Nadia. Ia pun mengangkatnya, belum sempat ngomong apa-apa Mamanya sudah bicara duluan. "Nad ... Aisyah sama aku. Tadi aku ligat dia di jalanan. Jadi aku bawa aja pulang. Tapi sekarang aku ajak ke rumah Oma kamu," terang Winda. "Mama, bikin aku khawatir deh. Ta kirain Aisyah di culik," jawab Nadia panik. "Ya udah Ma, aku meluncur ke sana," kata Nadia. Usai menutup teleponnya baru saja dia kel

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Kejutan Lebih Heboh

    Cahaya matahari pagi menembus tirai tipis kamar hotel, jatuh lembut ke wajah Zahra. Ia terbangun lebih dulu, matanya masih berat tapi hatinya hangat. Senyum tipis terlukis di bibirnya saat ia menyadari posisi mereka: tubuhnya masih dipeluk erat oleh Hisyam, seolah semalam ia takut kehilangan istrinya walau hanya sekejap. Ia menatap wajah suaminya yang tertidur pulas. Garis-garis tegas di wajahnya tampak begitu tenang, napasnya teratur, dan genggaman tangannya di pinggang Zahra tak sedikit pun mengendur. Azan subuh berkumandang, sayup-sayup terdengar dari masjid tak jauh dari hotel. Zahra yang sudah terjaga sejak tadi segera berjingkat turun dari ranjang, melangkah pelan agar tidak membangunkan suaminya. Ia masuk ke kamar mandi, membersihkan diri agar bisa menyambut waktu shalat dengan hati yang tenang. Namun, tak lama kemudian Hisyam terbangun. Ia meraih sisi ranjang yang kosong, menyadari istrinya tak ada di sampingnya. "Zahra Sayang..." panggil Hisyam. Pintu kamar mandi te

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Anniversary Hisyam Dan Zahra

    "Buka matamu sekarang," kata Hisyam lembut. Sedari tadi Zahra penasaran karena Hisyam menggiringnya ke suatu tempat tapi dalam keadaan mata tertutup.Pelan-pelan Zahra membuka matanya, dan seketika tertegun. Di depannya, sebuah meja bundar berhias kelopak mawar merah tersusun rapi. Dua gelas kristal berkilauan, lilin-lilin kecil menyala temaram, dan cahaya lampu gantung yang hangat menambah kesan intim. Dari balkon kaca di belakang meja, tampak gemerlap lampu kota yang seolah jadi saksi bisu malam itu.Zahra menutup mulutnya dengan tangan, matanya berbinar penuh haru. “Mas… ini semua?”Hisyam tersenyum hangat, menarik kursi untuk istrinya. “Iya. Malam ini aku ingin kita cuma berdua.""Selamat Anniversary ... Sayang," ucap Hisyam. Ia tiba-tiba jongkok ala pangeran di hadapan Zahra."Maukah kau menikah denganku lagi ... dan lagi ... ? Aku sangat mencintaimu, karenamu aku bertahan hingga sekarang," ungkap Hisyam.Zahra menatapnya, air matanya menetes tanpa bisa ditahan. Dadanya hangat di

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Nadia Melahirkan

    Sembilan bulan kemudian Nadia melahirkan anak perempuan yang sangat cantik. Begitu bayi itu lahir, tangisan mungilnya langsung memenuhi ruang bersalin. Isa yang sejak tadi setia mendampingi, menahan air mata haru saat bidan meletakkan si kecil di dada Nadia.“Alhamdulillah… cantik sekali, Sayang,” ucap Isa dengan suara bergetar, jemarinya dengan hati-hati mengusap rambut halus bayinya.Nadia menatap wajah putrinya dengan mata berkaca-kaca. Rasa sakit yang tadi ia rasakan seakan lenyap begitu saja. “Akhirnya… kita punya malaikat kecil,” bisiknya lemah namun penuh cinta.Bidan dan perawat tersenyum ikut bahagia. Di luar ruang bersalin, keluarga besar yang sudah menunggu lama yaitu Hisyam, Zahra, Abie, dan yang lain langsung berpelukan penuh rasa syukur begitu kabar kelahiran bayi perempuan itu disampaikan.Bidan lalu membawa sang bayi dan meletakkannya di gendongan Zahra.“Subhanallah… cantiknya, mirip Nadia waktu bayi dulu,” Zahra berucap sambil meneteskan air mata.Hisyam berdiri di b

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Fino Menikah

    Usai pesta resepsi yang meriah malam itu, gedung perlahan mulai sepi. Para tamu sudah pulang, lampu-lampu redup mulai dipadamkan. Isa masih sibuk berbincang dengan keluarga besar, sementara Nadia berganti gaun di ruang rias.Di sisi lain, Fino melangkah keluar dari gedung bersama Sinta. Keduanya sama-sama lelah setelah seharian menghadiri rangkaian acara, namun entah kenapa, langkah mereka terasa ringan."Kamu juga ingin menikah secara megah seperti pesta pernikahan Nadia?" tanya Fino.Sinta menggeleng, ia tidak enak karena Fino masih sangat muda dan karunia belum sebesar Isa."Tidak usah, yang penting sah aja. Lagian... aku tidak ingin memberatkanmu," ucap Sinta."Makasih ya Sayang," kata Fino. Sinta tidak tahu kalau sebenarnya kedua orang tua Fino juga kaya raya. Mereka salah satu sahabat keluarga Hisyam. Tapi Fino tidak pernah menceritakannya pada Sinta karena yang di butuhkannya hanya cinta yang tulus.Mobil melaju tenang menembus jalanan malam. Dari balik kaca jendela, lampu-lam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status