Share

Alasan Kabur

Penulis: Rasyidfatir
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-14 19:48:20

"Apaan sih, tidak ada yang seperti itu. Om, jangan kepedean deh," kata Zahra mendorong tubuh Hisyam agar menjauh padanya. Hisyam geleng-geleng kepala melihat reaksi lucu Zahra yang malu-malu kucing terhadap dirinya.

Mereka akhirnya berangkat sendiri-sendiri. Zahra naik taksi sementara Hisyam naik mobilnya sendiri. Hisyam tidak ingin istri kecilnya itu bisa menjalankan aktivitas yang dia sukai tanpa merasa terganggu statusnya sebagai istrinya. Karena mereka hanya main nikah-nikahan meski pada dasarnya nikah beneran.

"Dari jarak jauh, kamu tetap mengawasi Nyonya. Aku ingin selalu memastikan dirinya dalam keadaan aman," kata Hisyam di teleponnya.

"Baik Pak, saya akan terus pantau Nyonya dan melindunginya dari jarak jauh," kata orang suruhannya.

Zahra cukup bahagia meski dia sudah menikah Hisyam tidaknya untuk bertemu dengan teman-temannya. Dan menjalani kuliahnya seperti biasa. Banyak yang harus dia raih semasa mudanya. Dia pikir cita-citanya akan kandas setelah menikah nanti. Nyatanya Hisyam tidak mengekangnya sama sekali. Zahra pun merasakan kebebasannya. Meskipun begitu, dia tetap harus menjaga nama baik suaminya walau pernikahan mereka tidak banyak yang tahu.

Di kantor Hisyam pun menjalankan aktivitas sibuknya seperti biasa. Ia bertemu klien, rapat dan membicarakan tender-tendernya. Hisyam melirik ke arah kotak makan kecil yang di siapkan Zahra tadi. Ia tersenyum sebentar, tidak tahu mengapa kotak bekal mungil itu serasa cukup berarti baginya.

Tiba-tiba ponselnya berdering, membuat ekspresi Hisyam jadi serius. Ia meminta laporan lengkap soal Abie, dan ternyata kerja karyawannya yang ia tugaskan untuk hal itu tidak mengecewakan.

“Halo? Katakan padaku semuanya soal anak itu.” 

***

Di sebuah hotel tampak seperti berantakan pakaian mereka sudah teronggok di lantai. Keduanya saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, memadu kasih..

"Sayang, ponsel kamu bunyi terus tuh," kata seorang wanita.

"Nanti saja, bentar lagi. Nanggung nih lagi enak-enaknya," ucap Abie. Tak peduli perbuatan itu di larang, iblis selalu saja memberikan bisikan agar terus dilanjutkan.

"Teleponnya gak berhenti. Gangguin saja," gerutu si perempuan lagi, Citra.

Akhirnya Hisyam menyambar ponselnya, melihat siapa yang sedari tadi meneleponnya. Ia kaget karena yang meneleponnya ternyata Hisyam. Papa tiri sekaligus pohon uangnya. Terpaksa dia mengangkatnya.

"Halo. Ada apa, Pa? Aku lagi sibuk nih," ucap Abie beralasan. Sementara Citra diam-diam mendengarkan percakapan Abie. Ia pernah dengar kalau Abie putra anak orang paling kaya di kotanya. Citra yakin yang meneleponnya itu pasti papanya.

“Di mana kamu sekarang?” tanya Hisyam.

"Papa kayak tidak tahu anak muda saja,” balas Abie santai. “Aman, kan, Pa? Lagipula, aku tidak suka dijodohkan. Aku tidak ingin menikah cepat-cepat.”

“Pulang. Kamu sudah tidak perlu mengurusi perusahaan di sana.”

Abie mengernyit. “Maksudnya bagaimana, Pa? Papa memecatku?”

“Jika kamu tidak pulang sekarang, aku akan hentikan semua fasilitas yang aku berikan padamu, Abie,” ujar Hisyam, terdengar tegas. 

“Papa tega!?” tukas Abie. “Bagaimana aku bisa hidup kalau semuanya diambil? Papa tidak ingat janji Papa pada Mama–”

“Kamu lupa apa yang kamu katakan padaku saat aku mengingatkanmu soal wasiat mamamu kemarin?” potong Hisyam. “Jangan mencoba memanipulasiku dan membuatku merasa bersalah, Abie. Lagi pula, aku mendapat laporan tentang kelakuanmu di luar sana.”

"Sudahlah Pa, bukankah peristiwa itu sudah berlalu. Aku juga tidak peduli sekarang nasibnya bagaimana. Yang terpenting aku sudah terbebas dari perjodohan itu," ungkap Abie.

"Kau pasti akan menyesal karena sudah meninggalkan Zahra di pelaminan," jawab Hisyam geram.

"Menyesal? Mana mungkin, Pa. Aku tidak akan menyesal meninggalkan gadis kampungan itu!" tegas Abie. Ia masih merasa tindakannya benar meninggalkan Zahra.

Selama ini Abie belum pernah melihat Zahra secara langsung dan cermat. Pertama kali di perkenalkan, Zahra menunduk saja. Dia tidak melihat ke arah Abie. Hubungan mereka terjalin lewat wa. Zahra tidak pernah mengiyakan Abie, manakala lelaki itu iseng mengajaknya bertemu dan melakukan hubungan yang lebih intim. Akhirnya, Abie kesal ia merasa Zahra gadis kampungan yang tidak mau di ajak begituan. Zahra tidak asyik. Abie pun melampiaskan keinginannya itu dengan wanita di luaran sana.

Hisyam pun menutup kembali teleponnya, berbicara dengan anak tirinya itu membuat telinganya panas.

Dia tiba-tiba ingat bagaimana Zahra membuat gaduh di dapur, membuat masakan kecil buat Hisyam. Kelakuan anak itu terkadang membuatnya gemas sekaligus senyum-senyum sendiri kalau mengingatnya.

Saatnya makan siang, Hisyam akhirnya bisa menikmati bekal itu. Ia terdiam sesaat menikmati masakan istrinya. Tiba-tiba dia mempercepat makannya. Menurut uji tes lidah Hisyam merasakan masakan Zahra cukup enak juga. Ia pun makan semuanya dalam sekejap.

Tiba-tiba ada sebuah kiriman video di hapenya. Laporan mengenai kegiatan Zahra. Tampak seorang pria muda tengah berdiri di depan Zahra berusaha memegang tangan Zahra. Namun Zahra menghindarinya. Hisyam tersenyum, ada semacam perasaan lega karena Zahra tidak menerima uluran tangan teman lelakinya.

"Tumben kamu senyum-senyum sendiri?" Sapa seorang wanita muncul dari balik pintu. 

"Brenda, kapan kamu datang mengapa tidak mengabariku?" tanya Hisyam cukup kaget.

Brenda adalah sahabat Winda, dia tinggal di luar kota selain Jakarta. Ia biasanya memang terkadang datang menemui Hisyam untuk membicarakan bisnis mereka. Brenda sudah lama menaruh hati pada Hisyam. Sayangnya, pada waktu itu Hisyam lebih mencintai Winda.

Hisyam langsung menyembunyikan kotak makan imutnya dari jangkauan Brenda.

"Tumben kamu bawa bekal, biasanya kamu beli makanan di sekitar sini," tegur Brenda. "Ya, aku tidak ingin asam lambung kambuh gara-gara telat makan," jawab Hisyam.

Dalam hati Hisyam merutuki dirinya sendiri. Mengapa harus berbohong pada Brenda. Padahal dia tidak punya gejala asam lambung. Ia selalu menjalani hidupnya secara sehat tidak ada penyakit dalam.

"Sejak kapan kamu punya asam lambung, mengapa tidak pernah cerita padaku?" tanya Brenda.

"Mengapa harus cerita padamu?" tanya Hisyam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Pini Andayani
baca..baca lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Penjelasan Dari Hisyam

    Abian dan Abel datang ke rumah Papanya. Mereka penasaran dari cerita Zahra kemarin. Tetapi Zahra tidak menceritakan keseluruhan kejadiannya. Ia ingin Abian mendengarnya sendiri dari Hisyam.Di ruang tamu, duduk seorang wanita tua berkerudung sederhana, dengan wajah lembut penuh gurat lelah.“Papa…” panggil Abian, “siapa beliau?”Hisyam menarik napas. “Beliau… Ibu Papa. Raisa.”Abian tertegun. “Ibu Papa? Bukannya… nenek sudah meninggal?”Hisyam menunduk. “Papa juga berpikir begitu. Tapi ternyata… beliau hidup. Dan selama ini… beliau hidup di jalanan. Nenek Raisa adalah ibu kandung Papa. Sedangkan nenekmu yang biasa kamu kenal sudah meninggal itu adalah ibu angkat Papa."Raisa menatap Abian, suaranya pelan, serak.“Maafkan nenek, Nak… Maaf karena nenek nggak pernah ada buat Papa kamu… dan buat kamu.”Abian menatap sang ayah, matanya bergetar. “Papa… kenapa Papa nggak pernah cerita?”Hisyam melangkah mendekat, menatap mata putranya.“Papa nggak berniat nyembunyiin.Papa kira udah lama men

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Berita Bahagia

    Abel berdiri terpaku di depan wastafel. Tangannya bergetar saat menatap dua garis merah yang muncul jelas di test pack.“Ya Tuhan…” bisiknya lirih. Dadanya berdebar. Antara tidak percaya dan gugup.Sejenak ia terdiam. Lalu… tanpa pikir panjang, ia melangkah cepat ke kamar.Abian masih tertidur lelap di ranjang. Nafasnya teratur, wajahnya tenang.“Sayang…” suara Abel bergetar. Ia sentuh bahu suaminya.Abian bergumam, matanya setengah terbuka. “Hmm, ada apa Sayang?”Abel menelan ludah, lalu tanpa banyak kata, ia sodorkan test pack itu.Abian mengerjapkan mata. Ia ambil test pack itu, menatapnya beberapa detik… lalu duduk tegak.“Serius nih?” suaranya agak serak.Abel mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku hamil …”Abian terdiam. Lalu tiba-tiba, ia menarik Abel ke pelukannya erat.“Alhamdulillah…". “Ini kabar paling luar biasa, Bel… Aku… aku bakal jadi ayah?”Abel tersenyum dalam pelukan suaminya, air matanya jatuh tanpa bisa di tahan.Abian masih memeluk Abel, seolah enggan melep

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Istri Kebanggaan

    Langkah Hisyam mantap memasuki rumah besar di sudut kota itu — rumah yang sejak kecil lebih sering ia lihat dari jauh ketimbang merasakan kehangatan di dalamnya. Di ruang tengah, duduklah pria tua dengan rambut memutih dan sorot mata tajam yang selama ini ia panggil Kakek."Kakek…" Suara Hisyam terdengar berat. "Ada hal yang ingin saya tanyakan."Kakek menatapnya, menutup buku di tangannya. "Apa?"Hisyam menarik napas, menahan gemuruh di dadanya. "Tentang Ibu… tentang Raisa."Seketika, wajah tua itu berubah kaku. Untuk sesaat, keheningan menggantung di antara mereka."Apa maksudmu?" tanya Kakek akhirnya, suaranya serak."Aku bertemu dengan seorang wanita… yang ternyata… katanya… dia adalah ibuku." Hisyam berusaha menahan gejolak emosinya. "Seorang pemulung… yang datang ke makam Papa… Kakek tahu soal ini?"Sorot mata Kakek melembut, tapi ada sesal yang jelas terpancar. Ia bersandar di kursi, menghela napas panjang seolah beban bertahun-tahun menindih pundaknya."Kau memang berhak tahu…

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Masa Lalu

    Raisa memandangi foto bayi mungil yang ada di tangannya. Matanya berkaca-kaca, seolah terjebak dalam pusaran waktu yang membawanya kembali ke masa lalu. Ia tidak menyangka, bayi mungil dengan pipi tembam dan senyum polos itu kini telah tumbuh menjadi pria dewasa yang begitu tampan bernama Hisyam. Tangannya bergetar pelan saat mengusap wajah mungil dalam foto itu. “Kamu tumbuh begitu cepat, Nak…” bisiknya lirih. Hisyam, dengan sorot mata tajam namun penuh kelembutan, sering membuat Raisa terpana. Ada banyak jejak masa lalu di wajahnya, garis rahang yang tegas, senyum yang hangat mengingatkan Raisa pada seseorang… dan pada luka yang tak pernah benar-benar sembuh. “Kalau saja waktu bisa kuputar,” ucap Raisa pelan, menatap kosong ke arah jendela. “Mungkin aku tak akan pernah membiarkanmu lepas dari pelukanku…” Raisa masih terpaku menatap foto itu. Jemarinya bergetar, tak hanya karena kenangan masa kecil Hisyam, tapi karena rahasia besar yang selama ini disimpannya rapat-rapat, bahkan d

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Gairah Hisyam

    Hisyam memutuskan pulang. Ia tidak bisa gegabah, tidak bisa langsung mempercayai wanita yang tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai ibunya. “Bisa saja dia mengaku-ngaku. Mungkin dia hanya ingin sesuatu dariku... uang? Atau entahlah ...?” pikir Hisyam sambil menatap kosong ke jalanan dari balik jendela mobilnya. Namun batinnya berteriak. Ada suara dalam dirinya yang menolak semua keraguan itu. Sesuatu yang tak bisa ia jelaskan, seakan tubuhnya mengenali wanita itu lebih dulu daripada pikirannya. Sorot mata wanita itu—lelah, tapi hangat. Sentuhan tangannya kasar, tapi menggetarkan. Sedari kecil, Hisyam hanya tahu satu sosok ibu: perempuan lembut yang biasa menyiapkan sarapan dan mengusap kepalanya sebelum tidur. Istri papanya. Satu-satunya wanita yang ia panggil ibu selama ini. Tapi wanita itu yang berdiri lusuh di pemakaman pagi tadi mengguncang seluruh ingatannya. “Kalau dia bukan ibuku, kenapa tatapan matanya terasa seperti rumah?” bisiknya lirih. Kepalanya pening. Hatinya kac

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Wanita Misterius

    Pagi itu, mentari belum sepenuhnya naik saat Hisyam melangkah pelan menyusuri jalan setapak di pemakaman. Suasana lengang, hanya terdengar kicau burung dan desir angin yang membuat dedaunan kering berguguran. Ia membawa seikat bunga melati, kebiasaan setiap kali menziarahi makam sang Papa.Namun langkahnya terhenti saat melihat sosok asing berdiri membelakangi pusara ayahnya. Seorang wanita. Tubuhnya kurus terbungkus baju lusuh dan rok panjang yang usang. Rambutnya tergerai acak-acakan. Di sebelahnya ada karung kecil yang biasa digunakan para pemulung. Ia tidak sedang menangis, namun tatapannya nanar, diam membatu seperti sedang memendam ribuan kisah dalam hati.Hisyam menyipitkan mata, mencoba mengenali. Tapi wajah wanita itu tak terlihat jelas. Ia ingin bertanya, tapi ada sesuatu yang membuatnya urung. Entah rasa segan, curiga, atau mungkin... takut pada jawaban yang akan ia dapat.Beberapa menit kemudian, wanita itu meletakkan seikat bunga kertas di atas makam, lalu membungkuk dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status