Pada akhirnya makan adalah cara terbaik untuk menghilangkan stres. Aroma mie ayam yang mengiurkan, setiap daging sate yang terasa nikmat dalam kunyahan serta jus apel yang menyegarkan. Terlebih semua itu telah masuk ke dalam perut Anggie dan Kayla sahabatnya berhasil menciptakan kekenyangan dan menghasilkan suara sendawa yang melegakan.
Tapi setelah makan Anggie tersadar bahwa uangnya hampir habis. Bagaimana dia lupa tadi pagi Mamanya tidak memberi uang kerena aksi ngambeknya yang pergi begitu saja.
Walaupun Anggie masih punya uang tapi itu cuma selembar warna biru dan selembar warna ungu. Uang tersebut pun telah habis mengisi perutnya dan sayangnya dia lupa belum mengisi bensin motor matic miliknya.
Apakah benar ini hari sialnya, kalo iya. Anggie bakal menandainya di kalender supaya ia akan bertindak hati-hati ditanggal yang sama nanti.
"Loh kok berhenti Anggie?" Tanya Kayla heran pada Anggie yang tiba-tiba saja menghentikan motor matic miliknya di tengah jalan, padahal kan belum sampai rumah.
"Motornya ngambek, Key."
"Mana ada motor ngambek, gak usah ngaco Anggie." Kesal Kayla karna ia pikir Anggie sedang bercanda.
"Siapa yang ngaco, benar kok motornya ngambek, lupa aku kasih makan dari semalam." Celetuk Anggie adanya.
"Maksudmu?"
"Bensinnya habis dan motornya enggak punya tenaga lagi untuk berjalan dan mengangkut kita." Jelas Anggie membuat Kayla sebal. Menjawab bensin habis saja pake berbelit-belit segala.
"Ya udah, didepan tuh ada pom bensin." Beritahu Kayla sambil menunjuk arah pom bensin terdekat yang ternyata memang tidak jauh dari tempat mereka berada.
Anggie menggeleng prustasi dan tak bersemangat. "Masalahnya uangku tinggal receh Nggie dan ini nggak cukup buat beli bensin ...."
"Trus bagimana ini? Uangku juga tinggal dua ribu Nggie." Jawab Kayla ikut prustasi sambil memperlihatkan memperlihatkan uangnya yang tinggal dua ribu rupiah.
"Trus sekarang bagaimana?" Tanya Anggie.
"Loh sih, ngajak makan tapi lupa isi bensin." Keluh Kayla sebal.
"Gak usah ngeluh, percuma saja. Kita tetap gak bakalan sampai ke rumahmu," dumel Anggie.
"Papa hari ini di rumah, Anggie! Kalau aku pulang telat dia bisa marah bagaimana ini mana masih jauh lagi." Ucap Kayla memberi tahu Anggie.
"Mau bagaimana lagi, tenang kita hadapi omelan Om galak barengan nanti." Jawab Anggie pasrah sambil menyemangati Kayla.
"Tidak usah ngumbar janji, aku tidak percaya padamu Anggie. Kemaren juga ngomonnya gitu tapi, nyatanya apa! Kamu malah pergi dengan setumpuk alasan meninggalkanku sendirian diomeli Papa." Dongkol Kayla mengingat kembali kelakuan Anggie yang tidak menepati janjinya.
"Aku juga diomeli Kayla. Mungkin tidak oleh Om Rehan Papamu yang galak itu tapi oleh Mama dan Papaku."
Beberapa saat keduanya kompak diam dalam keheningan. Duduk di atas motor yang sudah ditepikan dari jalan raya.
Layaknya orang bego Anggie juga Kayla menatap kendaraan yang berlalu lalang berlewatan dengan tatapan lesu."Pucuk dicinta ulan pun tiba." Celetuk Kayla tiba-tiba saja dan membuat Anggie kaget.
"Kamu kenapa Key? Jangan bilang kalau kamu kesambet."
Kayla tersenyum kecut, "sembarangan, aku tidak kesambet ya Nggie. Kamu gak usah ngaco."
"Trus kalau bukan kesambet, apa dong?"
"Gak liat apa tuh pacarmu sedang datang menghampiri kita." Tunjuk Kayla dengan kesal kearah Andi, seorang mahasiswa kedokteran yang menyukai Anggie. Anggie tau hal itu tapi bodo amat, mau orang suka dirinya atau tidak itu gak penting.
"Bukan pacar gue itu, mata loh minus ya. Indomie seleraku kalau dia mah bukan.." Ketus Anggie dengan nada dongkol.
"Tapi kata gosip yang beredar, si Andi calon Dokter merupakan pacar kamu." Pancing Kayla menyebabkan Anggie makin dongkol hingga wajahnya makin cemberut.
"Hadehh.." Anggie menghela nafasnya, "Gosip dipercaya. Itu mah omongan orang doang biar bisa cerita lama yang belum tentu benar."
Karna malas berdebat Kayla mengiyakannya. "Iya iya."
"Hai Anggie, kamu kenapa disini." Sapa Andi dengan ramah menebar pesonanya kepada Anggie dan mengacuhkan keberadaan Kayla.
"Menurut Ande-Ande lumut kenapa?" Tanya Anggie dengan panggilan kesayangannya 'Ande-Ande lumut' ke calon makhluk yang dia takuti. Andi sicalon dokter.
"Enggak tau." Jawab Andi lembut dan ramah. Begitulah cara berbicara pada gebetan dibaikin agar cintanya diterima.
"Pinjam uangnya boleh." Ucap Anggie tidak tau malu, baru saja disamperin udah langsung ke poin utama tanpa ada niat untuk basa-basi.
"Gak usah pinjem aku kasih, gak usah di balikin nih." Andi langsung menyodorkan beberapa lembar uang pecahan seratus ribu.
"Enggak ahh, besok gue balikin kok. Takutnya nanti ini cicilan mahar gue lagi." Canda Anggie yang membuat Andi terkekeh namun membenarkan ucapan Anggie.
"Haha,, kamu peka sekali."
"Ande-Ande lumut Kok ke sini?" Tanya Anggie sedikit penasaran.
"Tadi gak sengaja liat kamu, ya udah samperin dehh. Tapi aku duluan ya, lagi buru buru nih." Jelas Andi sambil pamit ke Anggie pasalnya dia memang sedang terburu-buru entah karena hal apa itu.
Pasal ketemu gebetan dijalan membuat ia wajib berhenti cari perhatian tapi gak lama, mengingat ia ada hal yang harus disegerakan. Singgah sebentar memperlihatkan tampang mana tau kebawa kebetan ke dalam mimpi di malam nanti, pikir Andi.
"Bye Ande-Ande lumut." Ucap Anggie melambaikan tangannya yang dibalas dengan senyum manis Andi tapi sayangnya itu gak cukup memikat hati Anggie.
Anggie mendorong motor matic miliknya dibantu Kayla ke pom bensin. Kayla pun membuka pembicaraan.
"Enggak pacar tapi akrab banget keliatannya. Berarti calon masa depan ya." Sindir Kayla.
"Enggaklah, aku takut sama Dokter kamu tahu itu kan." Jelas Anggie sambil menyiratkan ketakutan dalam mengucapkannya.
Kayla menyadari itu dan mengingat traumanya Anggie. Sontak gadis itu menghela nafas dan mengulurkan tangannya mengelus Anggie.
"Lawan jangan takut Anggie. Rasa takutmu jangan dimanjain. Nanti makin menjadi." Saran Kayla menyemangati Anggie.
"Hm.. baiklah akan kucoba saran darimu. Tapi kamu janji harus terus mendukungku, pokoknya harus!"
"Iya tenang saja aku akan selalu dibelakangmu." Ucap Kayla dengan sumringah.
"Kenapa gak di depan?" Tanya Anggie heran.
"Karna kalau ada yang nyakitin kamu, maka kamu yang akan kena duluan." Canda Kayla membuat Anggie sebal tapi kemudian terkekeh.
Kayla ini memang sahabatnya yang bisa aja. Bisa nyebelin tapi nyenengin, bisa bikin geram tapi bisa juga perhatian.
"Dasar tega." Dongkol Anggie.
"Becanda kok, cupcup jangan nangis." Kayla terkekeh.
Ditengah pembicaraan Anggie dan Kayla yang masih di area pom bensin. Setelah mengisi penuh motor matic miliknya. Keduanya berniat akan pergi tapi berhenti karena sapaan Layla teman Anggie yang suka adu kehebatan dan meremehkan Anggie dari segala hal.
"Balapan yuk." Ajak Layla.
"Malas gue." Jawab Anggie tak bersemangat menatap Layla dengan jengkel.
Dunia memang kejam, baru saja dirinya lepas dari masalah bensin, kini malah dipertemukan dengan siluman ular nan licik. Sial. Anggie merutuk kesal akan harinya yang buruk apalagi kini setelah bertemu Layla yang membuatnya muak.
"Elah bilang aja loh gak sanggup lawan gue." Pancing Layla menyulut amarah Anggie.
Tuhkan, baru saja ketemu. Si ular licik sudah mengeluarkan ocehan sampahnya.
"Siapa bilang gue nggak sanggup! Gue malah tau!!" Cibir Anggie kesal.
"Malas atau takut kalah? Ch, dasar pecundang!"
Anggie mengepalkan tangannya menatap nyalang Layla. "Gue bilang, gue nggak takut!!"
"Kalau nggak takut yasudah, ayo kita balapan!!" Pancing Layla menyulut emosi Anggie.
Menyadari hal itu Keyla menggelengkan kepalanya dan mencegat Anggie untuk menyetujuinya. "Jangan dengerin dia Anggie."
"Oke, siapa takut!" Jawab Anggie tanpa mengabaikan ucapan Kayla.
****
TO BE CONTINUED
Gibran Malik Abinaya, salah seorang Dokter bedah yang persis seperti selebriti dan punya banyak penggemar. Tidak mengherankan mengingat perawakannya yang cukup memikat kaum hawa.Tubuhnya tinggi tegap, dengan dada bidang dan rahang yang kokoh disertai wajah tampan miliknya yang dikagumi kaum hawa. Lagi ia cukup mapan diusianya yang masih terbilang muda, yakni 28 tahun.Sorot mata yang tajam menyertai kepribadian sang dokter membuatnya terlihat galak dan tidak ramah. Meski begitu tetap saja membuat para kaum hawa ingin menaklukkan dirinya untuk dijadikan kekasih. Tapi satupun dari kaum hawa yang menggodanya tidak ada yang ia respon.Gibran bukannya tidak tertarik dengan prempuan. Bukan, ia bukan gay ia masih cukup normal untuk menyukai lawan jenisnya. Hanya saja Gibran bukan Pria berengsek atau setipe dengan playboy, karena ia hanya menyukai satu gadis. Gadis kecil pecinta warna merah yang membuatnya memilih
"Ini bukan jalan pulang kearah rumahku. Jangan bercanda, apa kamu mau menculikku?"Gibran melirik Anggie dengan seringai aneh dan menakutkan miliknya sambil tersenyum. Pria itu menhentikan mobilnya keluar menyeret Anggie paksa."Tidak, jangan kumohon.. tidak ada gunanya menculikku yang miskin dan kau tidak akan mendapatkan apapun sebagai tebusan."Gibran tidak menghiraukan ucapan Anggie, "kamu ingin berjalan sendiri atau kugendong?" "Aku mau pulang." Anggie berbalik hendak kabur namun Gibran mencekal pergelangan tangannya.
Anggie💋PPPPMasa Allah woy, Kayla sobatku, kawanku, sahabatku yang cantik tapi masih cantikan aku, balesin chatinganku napa!Anggie menuliskan pesan WhatsApp sambil sebelah tangannya memijit kepalanya untuk menghilangkan rasa ngilu yang masih sesekali menerpa betisnya. Bisa ya, sakit di betis dipijitnya kepala sakitnya bisa berkurang? Jawabannya cuma Anggie yang tahu."Kau masih hidup gak sih Key!!" Dumel Anggie merutuki ponselnya. Padahal teleponnya pada Kayla belum tersambung
"Pak, ini sudah saya revisi kembali." Ucap Anggie setelah dengan sopan dia masuk keruangan dosennya untuk bimbingan."Kakimu kenapa Nggie?" Tanya Pak Dirga dosen berumur setengah abat. Laki-laki paruh baya itu memang tak sungkan memberi perhatian lebih pada mahasiswanya yang bernama Anggie. Semua orang dari kalangan kampus tahu itu bukan karena genit. Sebab Pak Dirga bukanlah dosen mesum tapi terhormat, dia bahkan sangat menjunjung tinggi kehormatan perempuan. Pria itu bersikap sopan dan tidak pernah macam-macam."Kemaren jatuh dari motor Pak." Jawab Anggie sopan dan diangguki mengerti oleh Pak Dirga.Detik berikutnya Pak Dirga pun mengecek skripsi Anggie. Wajahnya datar sesekali mengerut membuat Anggie waspada, takut disemprot dan diceramahi panjang lagi. Sebenarnya sang dosen tidaklah begitu kiler namun terkadang dia bisa berubah jadi menakutkan."Analisis yang kamu gunakan sudah bagu," Puji Pak Dirga sejena
"Sehabis ini kamu masih ada kegiatan nggak? Kita pulang ber--"Anggie memutar bola matanya seraya menghentikan makannya dan menatap Gibran tak suka."Aku harus menemani Kayla menemui dosen pembimbingnya," jelas Anggie memotong kalimat Gibran yang belum selesai dan menyebabkan Kayla jadi sasaran sinis Gibran."Temanmu sudah dewasa dan bisa menemui dosen pembimbingnya sendiri, jadi kenapa kamu harus repot menemaninya?!" Tanya Gibran dengan nada tak suka sambil beberapa kali melirik Kayla dengan tajamnya."Sebab Kayla telah menemaniku meskipun aku sudah dewasa dan bisa sendiri," balas Anggie tak mau mengalah. "Pulanglah lebih dulu, kamu juga sudah dewasa memangnya pulang harus bersamaku? Lagipula rumah kita tidak searaah," lanjutnya."Ch, tidak iklas sekali temanmu menemanimu minta balas budi!" Ucap Gibran dengan pedas."Dia tidak minta, aku yang berinisiatif, jad--"
Brakk! Anggie membuka kasar pintu kamar Gibran. Gadis itu dengan tanpa takut menghampiri Gibran dan berdiri dihadapannya sambil berkacak pinggang."Aku mau pulang dan tak mau disini, cepat antarkan aku pulang!" Tegasnya galak."Pulang kemana? Kerumah yang mana?? Apa tadi kamu lupa kalau mulai saat tadi inilah rumahmu." Gibran tak kaget dan datarnya seperti sudah memperikarakan tingkah Anggie tersebut.Laki-laki itu sibuk dengan laptopnya memperhatikan data pasiennya bahkan tak menoleh ketika Anggie masuk dengan kasar kekamarnya hingga saat ini."Sialan! Rumahku masih berada dikediaman orang tuaku dan bukan disini." Anggie tersulut emosi dan kegeraman.Gibran menoleh seraya menatap datar Anggie. "Apa katamu?" Tanyanya dalam nada halus, tapi mampu membuat Anggie meringis takut dan melangkah mundur."Aku ingin pulang," cicitnya pelan, tapi masih terdengar oleh Gibran. "Aku tak nyam
"Sssttt ... diamlah sayang. Ini aku Gibran calon suamimu," beritahu Gibran menyebabkan Anggie melotot kaget seraya berhenti memberontak. Tiba-tiba tubuhnya melemas kaku serta merinding penuh kewaspadaan.Para pria itu berbahaya pandai memamfaatkan situasi dan mengikis jarak yang ada. Mereka itu bukan makhluk yang peka, tapi perayu unggul yang mampu menghipnotis gadis manapun. Dan Gibran lebih dari pada itu dan diketahui sangat terobsesi kepadanya sehingga memicu banyak kemungkinan yang menyebabkan Anggie pikir dia harus lebih mewaspadainya.Gadis itu memastikannya dengan menoleh kebelakang. "Kenapa kamu bisa berada disini?""Tentu saja untukmu."Kening Anggie mengerut dan tak mempercayai jawaban itu mudahnya. Dia yakin bahwa ada alasan lain dibaliknya. Lagipula jika benar Gibran sungguhan berada disini untukknya dari mana Pria itu mengetahui lokasinya berada."Mana
Pada akhirnya Gibran melaksanakan perkataan Mamanya. Pria itu tak lagi memelototi Anggie dan setelahnya dengan patuh pergi berbelanja daging sesuai perintah mamanya dalam harapan semoga di malam yang kian larut masih ada supermarket atau minimarket yang masih buka.Beruntungnya memang masih ada sebuah supermarket yang masih buka. Gibra pun berbelanja dan membeli semua pesanan, membayar lalu kemudian pulang.Setelahnya dirumah Gibran dan Anggie memasak berdua. Selesai memanggang daging barbeque-nya, kini mereka tinggal menyantapnya.Sudah dikatakan sebelumnya bahwa Anggie memang pencinta daging, jadi tak mengherankan jika sekarang matanya sedang berbinar tak sabaran mencicipinya sesegera mungkin.Andai saja saat ini dia bersama Kayla atau Gibran saja tanpa kedua orang tua, Dirga dosen pembimbingnya dan istrinya Anita yang merupakan kedua orang tua Gibran. Dapat dipastikan tanpa malu lagi dan sungkan An