Share

Bab 3

Gibran Malik Abinaya, salah seorang Dokter bedah yang persis seperti selebriti dan punya banyak penggemar. Tidak mengherankan mengingat perawakannya yang cukup memikat kaum hawa.

Tubuhnya tinggi tegap, dengan dada bidang dan rahang yang kokoh disertai wajah tampan miliknya yang dikagumi kaum hawa. Lagi ia cukup mapan diusianya yang masih terbilang muda, yakni 28 tahun.

Sorot mata yang tajam menyertai kepribadian sang dokter membuatnya terlihat galak dan tidak ramah. Meski begitu tetap saja membuat para kaum hawa ingin menaklukkan dirinya untuk dijadikan kekasih. Tapi satupun dari kaum hawa yang menggodanya tidak ada yang ia respon.

Gibran bukannya tidak tertarik dengan prempuan. Bukan, ia bukan gay ia masih cukup normal untuk menyukai lawan jenisnya. Hanya saja Gibran bukan Pria berengsek atau setipe dengan playboy, karena ia hanya menyukai satu gadis. Gadis kecil pecinta warna merah yang membuatnya memilih profesi Dokter sampai sekarang. Anggie dengan panggilan kesayangan Gibran yaitu Gigi.

"Iya Gigi, nanti Abang Gibgib jadi dokter deh biar bisa menikah sama Gigi." Rayu Gibran mengelus rambut gadis kecil dalam pelukannya dan ajaibnya Anggie pun menurut serta mengangguk.

Gelar dokternya adalah mahar gadis kecilnya itu.

Gibran sedikit senyum lagi-lagi mengingat kilasan masa lalunya sambil menghampiri mobilnya yang terparkir. Ia melepaskan jas Dokter kemudian menggulung kemejanya sampai siku. Kemudian memasuki mobilnya dan mengemudikannya melaju membelah jalanan kota di malam hari.

Ia berhenti menepikan mobilnya di depan swalayan teringat akan beberapa barang yang ia perlukan untuk di beli.

Tapi baru saja Gibran akan turun dari mobilnya, sebuah benturan keras terdengar seperti suara tabrakan kemobilnya.

Sial, bagian belakang mobilnya yang ditabrak pasti benyok.

Siapa orang bodoh itu, berani sekali menabrak mobilnya yang terparkir dan lagi orang itu tidak bisa apa membedakan mana jalan raya dan yang mana bukan. Orang itu pasti gila atau buta pikir Gibran kesal sambil menahan amarahnya

Gibran melangkah lebar menghampiri orang yang telah menabrak mobilnya, dengan tidak sabar untuk memakinya.

"Aduh, kenapa tubuhku ini, kok terasa sakit sekali, padahal motorku yang nabrak. Huhuhu!!"

"ouchh, wajah imutku yang malang kenapa terasa ikut perih, tidak-tidak gue gak mau jadi jelek. Hhhuuuaaa ...."

"Papa maafkan daku."

"Aku janji gak nakal lagi, Papa, Papa aku janji."

Racauan orang yang menabrak mobilnya terdengar heboh. Ternyata seorang gadis gila pelakunya. Terbukti dari suara dan postur tubuhnya yang duduk membelakangi Gibran.

Benar saja dugaannya gadis itu gila. Meracau sambil berteriak, dari isi racauan gadis itu pasti gadis pembanggkan, tebak Gibran.

Dengan tak sabar Gibran akan melayangkan makiannya, namun tidak jadi. Gibran malah sedikit syok pada saat langkah kakinya yang semakin dekat ke arah si gadis gila disadari si gadis gila itu hingga membalikkan wajahnya menatap ke arah Gibran.

Sontak saja membuat Gibran terkejut. Pasalnya ia tahu siapa gadis itu, gadis yang selama 14 tahun lamanya dia rindukan. Gadis kecilnya, Gigi yang sudah kini sudah berubah jadi gadis dewasa. Gibran terbengong terus memperhatikan Anggie dengan tatapan penuh kerinduan. Sampai suara temannya Anggie menyadarkannya.

"Anggie, kamu gak papakan?" Kayla menghampiri Anggie dan memeriksa bagian tubuh Anggie mana yang terluka.

Gibran mengikuti arah teman Anggie yang memperhatikan kondisi Anggie. Tidak ada luka serius sebenarnya hanya luka gores, meski penampilan lumayan mirip dengan seorang gembel karenanya.

Tersadar akan keadaan Anggie yang demikian, Gibran langsung sigap dengan spontan menggendong Anggie kedalam mobilnya sebelum sekerumunan orang berdatangan. Hal itu sontak saja mengakibatkan Anggie kaget dan berusaha menghentikannya meski tak bisa.

Gibran mengacuhkan Kayla, karena fokusnya terarah pada penampilan Anggie. Jelas saja dia tidak akan membiarkan tubuh gadisnya yang sedikit terbuka karena robekan bajunya di lihat oleh orang lain selain dirinya.

"Jangan mencoba untuk turun dan pakai ini." Peringat Gibran sambil memberi Anggie jas dokternya.

Gibran pun menghampiri teman -teman Anggie yang sudah berdatangan dan kerumunan orang yang melihat kejadian tersebut.

Gibran menjelaskan bahwa ia yang akan mengurus Anggie dengan mengaku Anggie adalah tunangannya hingga membuat kerumunan itupun percaya dan mulai bubar. Selanjutnya Gibran menyuruh teman-teman Anggie pulang.

Tapi satu teman Anggie yang keras kepala, Kayla yang bersikukuh ingin tetap bersama Anggie. Padahal Gibran sudah menyakinkannya beberapa kali dan sambil menyuh Kayla  membawa motor Anggie yang keadaanya masih baik dan hanya tergores sedikit.

Tapi Kayla tidak percaya begitu saja akan omongan Gibran yang mengatakan Anggie adalah tunangannya dan ia akan merawatnya, karna bisa saja hal itu modus penculikan begitu pikir kayla.

"Apalagi yang kamu tunggu, pulanglah ..., Anggie aman bersama saya." Tegas Gibran.

"Aku gak percaya." Jawab Kayla.

"Itu urusan kamu, bukan urusan saya!" Jawab Gibran dengan sinisnya.

"Sialan. Lepaskan teman saya dan jangan bawa ia pergi. Lepaskan Anggie atau aku akan menghubungi polisi!"

"Silahkan saja, aku tidak takut. Saya sudah katakan sebelumnya, dia Anggie adalah gadis milikku dan tunanganku, jadi pulanglah dan berhenti menghalangiku."

Kayla menggeleng dan bersikeras, "kamu pembohong, kamu bukan tunangannya dan aku juga ingat Anggie itu pacarnya anak kedokteran dan bukan kamu! Lepaskan dia, lepaskan Anggie dan biarkan kami pergi!!"

Gibran menjadi pusing sendiri dan memijat ringan keningnya yang mengerut.

"Terserah," jawab Gibran malas berdebat dengan gadis keras kepala teman dari gadisnya Anggie.

"Yasudah, kalau begitu lepaskan temanku!!"

"Tidak dan pulanglah nona, jangan membuatku marah!"

"Tidak mau, sebelum kamu melepaskan temanku Anggie ...."

"Terserah kamu maunya bagaimana, saya tetap akan pergi dengan tunangan saya." Gibran melewati Kayla begitu saja. Lantas masuk kedalam mobil dan mengemudikannya membelah jalanan kota.

"Bajiingan lepaskan sahabatku jangan culik dia!!" Kata terakhir Kayla yang masih terdengar oleh Gibran sebelum mobilnya benar-benar membuatnya menjauh dari lokasi tersebut.

Sial. Gadis itu membuat kepalanya pusing. Gibran mengehela nafasnya melirik Anggie. Aneh saja gadia itu tidak melawan dan diam saja sejak dirinya berdebat dengan temannya dan ternyata Anggie, gadis itu hanya diam dan terlihat pucat dan Gibran baru menyadari hal itu dan menjadi heran.

"Kenapa Nggie?" Gibran mengulurkan sebelah tangannya mengelus kepala Anggie.

Anehnya hal itu malah membuat Anggie menjadi gemetar dan terlihat teramat takut.

"Anggie, kamu baik-baik saja? Kita ke apartemenku dulu ya." Ucap Gibran membuka percakapan.

"Tidak." Protes Anggie sambil menggeser tubuhnya semakin menjauh dari Gibran. Hasilnya tidak seberapa karena keadaanya yang berada di dalam mobil.

Gibran tak memperdulikan perkataan Anggie dan lebih memperhatikan kelakuannya yang menurutnya aneh, ia menjadi sedikit cemas melihat keadaan gadisnya yang takut padanya, bahkan ia pun lihat bagaimana jas dokternya bagaimana bisa berada di kursi belakang, padahal tadi ia tadi memberinya pada Anggie untuk dipakai. Jas itu pasti Anggie yang membuangnya ke kursi belakang.

"Kamu tidak heran aku bisa tau namamu dari mana?" Tanya Gibran.

"Kenapa kamu tau nama saya?" Tanya Anggie takut tanpa melihat ke Gibran.

"Jangan Saya tapi Aku." Tegas Gibran sambil menatap intens ke Anggie yang melihat kearah luar mobil.

"Bukan urusanmu." Jawab Anggie ketus mencoba memberanikan diri.

Hal itu sontak membuat Gibran kesal dan menatap Anggie galak. Beberapa tahun tidak bertemu, tapi gadisnya itu sudah tampak berubah sekali dan astaga, Gibran pastikan dia akan merubah kembali gadisnya ini seperti semula. Menjadi gadis manis yang suka menempelinya.

Gibran menghela nafasnya kasar, sementara Anggie terus melihat keluar mobil jadi tidak melihatnya.

Anggie memilih melihat ke arah luar jendela, sebab menurutnya di dalam mobil begitu mencekam dan penyebab lainnya adalah karena dirinya merasa takut. Sangat takut pada pria disampingnya karna ternyata Pria itu seorang dokter yang  merupakan profesi yang menjadi traumanya di masa lalu dan juga tatapan dari pria itu terlihat sangat menyeramkan.

Mobil pun berhenti dan Gibran turun lalu menghampiri Anggie dan memakaikan Jas dokternya paksa di tubuh Anggie.

Gibran menggendong Anggie paksa. Sebelumnya gadis itu mencoba membrontak tapi kemudian menurut setelah ditatap Gibran galak.

Ternyata menundukkan gadisnya sangat mudah, hanya di beri tatapan galak pun menurut.

Hari ini Gibran begitu senang, tidak disangka ia akan menemui gadis yang dirindukannya setelah sekian lama. Walaupun itu dengan insiden mobilnya sedikit bonyok dan tergores dibagian belakang.

TO BE CONTINUED

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status