Home / Romansa / Tersandung Cinta Tuan Muda / Bab 109 – Hari Baru, Janji Baru

Share

Bab 109 – Hari Baru, Janji Baru

Author: Melsya Aulia
last update Last Updated: 2025-06-11 17:12:22

Hari itu datang tanpa gemuruh. Tidak ada karangan bunga mewah, tidak ada gaun putih panjang, tidak ada sorotan kamera seperti satu tahun yang lalu saat mereka menikah karena kesepakatan bisnis. Tapi di dalam hati Naira, tanggal itu terasa lebih sakral dari apa pun yang pernah ia alami sebelumnya.

Ini bukan sekadar hari ulang tahun pernikahan mereka. Ini hari di mana mereka memilih untuk mengulang segalanya, dengan kesadaran penuh dan cinta yang tumbuh dari keberanian untuk memperbaiki.

Pagi hari, Adrian datang ke kamar Naira membawa nampan sarapan dan seikat bunga liar dari halaman belakang.

“Selamat ulang tahun pernikahan—versi baru,” ucapnya sambil tersenyum.

Naira tertawa kecil. “Kita benar-benar mulai dari awal, ya? Bahkan bunganya juga bukan yang mahal.”

“Justru itu. Ini bukan tentang harga, tapi tentang niat. Sama seperti kita.”

**

Mereka sepakat merayakan hari itu dengan cara paling sederhana: mengadakan syukuran kecil di panti asuhan tempat segalanya berubah. Tem
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 111 – Rumah Itu Bernama Kita

    Tiga tahun kemudian... Langit sore tampak teduh di atas taman kecil di panti asuhan Harapan. Angin berembus lembut, menerpa bunga-bunga yang tumbuh di sepanjang jalan setapak. Anak-anak berlarian sambil tertawa, membawa balon warna-warni dan bendera kecil bertuliskan "Terima Kasih, Kak Adrian & Kak Naira!" Di tengah keramaian itu, sepasang suami istri berdiri berdampingan, tangan mereka saling menggenggam erat. Adrian mengenakan kemeja putih sederhana, sementara Naira mengenakan gaun biru langit dengan riasan ringan. Wajah mereka tak lagi tegang seperti dulu—hanya ada ketenangan, kedewasaan, dan bahagia yang tak meledak-ledak, tapi terasa penuh. Hari itu bukan hari ulang tahun pernikahan mereka, bukan pula perayaan besar. Hari itu adalah hari peresmian ruang belajar baru di panti asuhan tersebut. Ruangan itu dinamai: Ruang Harapan – Persembahan dari Naira & Adrian. Sebuah ruang kecil, penuh buku, meja belajar mungil, dan papan tulis dengan hiasan tangan-tangan kecil anak-anak.

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 110 – Surat Cinta Terakhir

    Langit sore mulai berubah jingga, senja yang hangat menelusup melalui jendela kamar kerja Adrian yang kini sudah menjadi ruang bersama mereka. Meja kayu di dekat balkon tampak rapi, kecuali satu benda yang kini tergeletak di atasnya: sebuah surat, dengan amplop putih sederhana, dan tulisan tangan Naira di bagian depannya. “Untuk Adrian, dari wanita yang memilihmu.” Adrian belum pulang. Tapi Naira duduk di tepi kursi, menatap surat yang baru saja selesai ditulisnya. Tangannya masih gemetar, bukan karena ragu, tapi karena beban emosi yang begitu dalam saat menuliskan tiap kata. Ia menarik napas panjang, sebelum perlahan mulai membaca ulang isi surat yang telah ditulisnya dengan tinta biru tua. --- Adrian yang aku pilih… Aku menulis surat ini bukan karena aku tak mampu mengatakannya secara langsung. Tapi justru karena aku ingin setiap kalimat dalam surat ini bisa kamu baca kembali, kapan pun kamu merasa ragu, atau lelah, atau lupa kenapa kita berjuang sejauh ini. Banyak hal y

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 109 – Hari Baru, Janji Baru

    Hari itu datang tanpa gemuruh. Tidak ada karangan bunga mewah, tidak ada gaun putih panjang, tidak ada sorotan kamera seperti satu tahun yang lalu saat mereka menikah karena kesepakatan bisnis. Tapi di dalam hati Naira, tanggal itu terasa lebih sakral dari apa pun yang pernah ia alami sebelumnya. Ini bukan sekadar hari ulang tahun pernikahan mereka. Ini hari di mana mereka memilih untuk mengulang segalanya, dengan kesadaran penuh dan cinta yang tumbuh dari keberanian untuk memperbaiki. Pagi hari, Adrian datang ke kamar Naira membawa nampan sarapan dan seikat bunga liar dari halaman belakang. “Selamat ulang tahun pernikahan—versi baru,” ucapnya sambil tersenyum. Naira tertawa kecil. “Kita benar-benar mulai dari awal, ya? Bahkan bunganya juga bukan yang mahal.” “Justru itu. Ini bukan tentang harga, tapi tentang niat. Sama seperti kita.” ** Mereka sepakat merayakan hari itu dengan cara paling sederhana: mengadakan syukuran kecil di panti asuhan tempat segalanya berubah. Tem

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 108 – Jalan Tengah

    Udara pagi terasa segar di halaman belakang rumah mereka. Burung-burung mulai berkicau dari balik pepohonan, seolah menyambut awal yang benar-benar baru. Naira berdiri di depan meja kayu kecil, menyeduh dua cangkir teh hangat. Di dadanya, ada ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya—bukan karena semuanya sudah sempurna, tapi karena akhirnya ia memilih dengan sepenuh hati. Adrian muncul dari dalam rumah, masih mengenakan baju rumah dan wajah yang tampak tenang. “Mimpi buruk semalam?” tanyanya lembut, melihat wajah Naira sedikit lelah. Naira mengangguk kecil. “Iya, tapi tidak seperti dulu. Dulu aku merasa sendirian setelah bangun. Sekarang tidak.” Adrian duduk di hadapannya, lalu meraih salah satu cangkir. “Mungkin karena kamu sudah memilih untuk tidak berlari lagi.” “Mungkin,” balas Naira pelan. Mereka duduk dalam diam sejenak. Bukan keheningan yang canggung, tapi keheningan yang saling memberi ruang. “Aku tahu ini nggak akan langsung jadi hubungan yang ideal,”

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 107 – Pilihan yang Terbuka

    Senja mulai turun ketika Naira duduk di ruang keluarga. Cahaya oranye temaram menembus jendela, memantulkan bayangan samar di wajahnya yang murung. Tak lama, langkah kaki Adrian terdengar memasuki ruangan, tenang namun penuh beban. "Aku ingin kita bicara… untuk terakhir kalinya, jika memang itu yang kamu inginkan," ucap Adrian, duduk di seberangnya dengan wajah tegas namun lembut. Naira menatapnya. "Kamu bilang kamu mencintaiku. Tapi kenapa kamu seolah siap kehilangan aku begitu saja?" Adrian menarik napas dalam-dalam. "Karena cinta yang memaksa untuk memiliki bukan cinta yang benar, Naira. Aku belajar... bahwa jika aku benar-benar mencintaimu, aku harus membiarkan kamu memilih tanpa beban masa lalu. Tanpa rasa bersalah." Dia berdiri, lalu berjalan menuju meja kecil di sisi ruangan dan meletakkan dua amplop. “Yang satu berisi tiket ke luar kota, lengkap dengan penginapan dan segala keperluan untuk memulai hidup baru. Yang satu lagi... kosong, simbol bahwa kamu memilih untuk te

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 106 – Titik Balik

    Langit sore berwarna jingga saat Naira turun dari taksi di depan rumah besar itu. Udara terasa lebih berat daripada biasanya—seolah tahu bahwa malam ini bukan hanya soal pulang, tapi soal keputusan besar yang akan diambil. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mendorong pintu pagar. Adrian berdiri di teras, seolah menunggu. Tatapan matanya kosong, tapi bahunya tegang. Ketika melihat Naira berjalan mendekat, ia berdiri lebih tegak, siap menghadapi apa pun yang akan datang. "Aku perlu bicara," kata Naira tanpa basa-basi. Adrian mengangguk. "Aku tahu. Aku juga." Mereka duduk di ruang tamu, tak ada teh, tak ada formalitas. Hanya dua hati yang lelah dan jujur. "Aku lelah dengan semua drama ini, Adrian," ucap Naira memulai. "Kalau kamu masih menyimpan kebohongan, lebih baik kita akhiri sekarang. Aku tidak ingin hidup dengan setengah kebenaran." Adrian menunduk, lalu mengangkat kepalanya dengan tatapan yang berbeda. “Aku tak menyimpan apa-apa lagi, Naira. Semuanya sudah kubuka. Pes

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status