Di parkiran belakang kampus, Alex menendang tong sampah hingga terbalik. Suaranya menggaung, menarik perhatian dua orang teman lamanya โ Roy dan Bram โ yang dikenal sebagai mahasiswa urakan. โWih, Alex. Gila bener lo hari ini,โ goda Roy sambil menyeringai. โKenapa, cewek lo direbut orang ya?โ tambah Bram sambil tertawa kecil. Alex menatap mereka tajam, matanya merah seperti bara. โJangan bercanda! Ini serius. Gue nggak akan diam lihat si bajingan itu ngerebut Diajeng!โ Roy dan Bram saling pandang. โYa kalau lo mau, kita bisa bantu bikin dia kapok. Bilang ajaโฆโ kata Roy, mulai mencium aroma masalah yang menguntungkan mereka. Alex terdiam sejenak. Logikanya berperang dengan amarah yang membutakan. โApa aku akan sejauh iniโฆ? Tapiโฆ Banyu yang mulai. Dia yang ngancurin semua. Gue cuma mau balas.โ batin Alex mulai beetanya pada dirinya sendiri. Alex mengangguk pelan, nadanya dingin. โGue mau Banyu ngerasain sakit yang gue rasain sekarang. Kalian bantuin gue.โ Dan kedua tem
โAku mauโฆโ Diajeng menarik napas berat, โBagaimana kalau pernikahan ini hanya kontrak? Sampai anak ini lahir dan cukup kuat untuk menghadapi dunia. Setelah itu, kalau salah satu di antara kita mau berpisah, kita bisa melakukannya tanpa banyak drama.โ Udara di dapur seakan ikut hening. Banyu menatap Diajeng lama, sorot matanya lembut sekaligus serius. Ia bisa mendengar getir dalam nada suara Diajeng, dan memahami betapa sulitnya gadis itu mengatakan hal ini. Banyu meletakkan sendoknya dan menjawab tenang, โDiajeng, aku menikahimu bukan untuk mempermainkanmu. Aku mau bertanggung jawab dan aku mau berusaha membuatmu bahagia, meski saat ini perasaanmu belum ada untukku.โ Banyu berhenti sejenak, lalu melanjutkan, โJadi aku tidak mau membuat kontrak seperti itu. Aku ingin kita berusaha semampu kita, dan kalaupun nantiโฆ setelah semua perjuangan ini ternyata kamu tetap merasa tidak bahagia bersamaku, kamu boleh menggugat cerai. Aku nggak akan menahanmu.โ Suaranya sedikit bergetar di ujun
Pagi menjelang, sinar matahari hangat menembus gorden tipis. Diajeng terbangun dalam keadaan hangat dan tenang. Ia setengah sadar dan baru kemudian ingat bahwa dirinya tertidur di kamar Banyu. Diajeng bergegas membuka mata, ia mendapati Banyu sudah berbaring miring menghadapnya, wajahnya tenang dalam tidur. Jantung Diajeng berdegup lebih cepat. Ia memperhatikan wajah Banyu, garis rahangnya, dan bulu mata panjangnya. Satu perasaan baru mengalir di dadanya โ bukan cinta, bukan pula sekadar rasa nyaman. Mungkin lebih tepatnyaโฆ kepercayaan. Bahwa di saat-saat berat ini, Banyu benar-benar ada untuknya. Perasaan hangat itu membuat Diajeng tersenyum tipis. Ia berusaha bangkit pelan agar tidak membangunkan Banyu. Namun, begitu tubuhnya bergerak, Banyu membuka mata, lalu tersenyum lembut begitu melihat Diajeng. โSelamat pagi,โ sapanya hangat. โTidurnya nyenyak?โ Diajeng mengangguk, wajahnya sedikit bersemu. โIya. Terima kasih, Banyu,โ katanya pelan. Banyu hanya tersenyum dan
Erika baru saja sampai di apartemen kecilnya ketika ponselnya bergetar. Ia melirik layar dan melihat pesan dari Diajeng. > โMaaf, Erika. Aku harus jujur, aku sudah menikah dengan Banyu hari ini. Semua begitu cepat dan mendadak. Terima kasih sudah mau menampungku selama ini. Semoga kau bisa mengerti.โ Mata Erika langsung menyipit begitu membaca pesan itu. โMenikah? Dengan Banyu?!โ gumamnya tajam. Ia membaca pesan itu sekali lagi, dan dalam sekejap senyum sinis merekah di bibirnya. Perasaannya bercampur โ bukan rasa sedih atau kehilangan, melainkan amarah dan kejengkelan. Semua rencana yang sudah dia susun untuk membuat Diajeng menjauh dari Banyu dan bahkan menggugurkan bayi itu terancam berantakan. โJadi kau lebih memilih dia, Diajengโฆโ Erika mendesis, matanya berkilat licik. Ia menggenggam erat ponselnya hingga buku jarinya memutih. โAku sudah susah-susah membuatmu lemah dan mau mendengarkanku. Kau bahkan mau menggugurkan anakmu demi Alex. Dan sekarang kau malah menikah
Hari itu, di sebuah ruangan kecil di rumah Diajeng, suasana begitu hening dan khidmat.Tanpa tamu, tanpa sorakan, hanya kedua keluarga mereka dan penghulu.Banyu duduk dengan hati berdebar, mengenakan jas hitam sederhana namun rapi.Sementara itu, Diajeng melangkah keluar mengenakan kebaya pengantin warna putih gading, rambutnya disanggul elegan dan wajahnya dihiasi riasan lembut.Seketika mata Banyu terpaku padanya โ napasnya tertahan. Ia nyaris tidak mengenali Diajeng, begitu anggun dan bercahaya seperti bidadari.โKamu cantik sekali,โ bisik Banyu begitu Diajeng duduk di sampingnya, membuat pipi Diajeng merona malu.โMakasih,โ sahut Diajeng lirih, menundukkan kepala, jantungnya berdebar.Acara akad berlangsung dalam suasana sakral dan hangat. Ijab dan qabul terucap jelas dan tegas, membuat mata ibu Banyu dan ibu Diajeng berkaca-kaca.Ayah Diajeng tampak menghembuskan napas lega โ ia tahu sejak awal bahwa Alex bukanlah pilihan terbaik untuk putrinya. Setelah tahu siapa Banyu dan kelu
Diajeng terbaring lemas di atas ranjangnya, menatap langit-langit kamar. Rasa mual dan pusing semakin sering menghampiri, membuat tubuhnya begitu lelah. Tapi bukan hanya fisik โ hatinya lebih letih lagi.Bayangan wajah Erika dan Alexander berputar di benaknya.โKamu harus gugurkan kandungan itu, Diajeng.โโKalau kau mau aku tetap di sisimu, lenyapkan bayi itu.โSetiap kata mereka seperti pisau tajam yang menggores hatinya. Ia begitu ingin bertahan, ingin melindungi janin di dalam perutnya, meski harus menghadapi dunia sendirian. Tetapi di sisi lain, ia merasa begitu takut dan sendirian.Akhirnya, Diajeng memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Ia akan jujur โ bahwa dirinya hamil โ tetapi tak akan pernah mengatakan siapa ayah anaknya. Ia akan pergi ke luar negeri untuk melahirkan dan membesarkan anaknya di sana, jauh dari segala kenangan pahit dan orang-orang yang melukainya.Namun di sisi lain kota, Banyu berdiri di hadapan ayahnya, Cakra Wisesa, wajahnya tegang dan kedua tanga