Rasa sedih ikut menyelimuti Dion. Harusnya wanita secantik dan sesempurna Venus, tak seharusnya menangis seperti itu. Dion pun menghampiri lalu berlutut dengan sebelah kakinya. Tangannya merogoh tisu dan menyodorkannya pada Venus. Venus perlahan menoleh dengan mata polosnya penuh kesedihan pada Dion.
“Terima kasih ...” ucap Venus separuh bergumam lembut pada Dion. Dion menyunggingkan sedikit senyumannya dan menundukkan pandangannya. Venus mengeringkan air matanya dengan tisu pemberian Dion.
“Tolong tinggalin aku sendiri,” ucap Venus masih dengan nada yang sama. Ia jarang berbicara menggunakan bahasa Indonesia pada Dion sejak bertemu. Dion pun mengangguk pelan.
“Saya akan menunggu di luar,” jawab Dion dengan suara rendah dan dalam. Ia berdiri dan keluar seperti perintah Venus. Venus hanya bisa memejamkan mata dan berusaha menenangkan dirinya. Baginya ini sudah yang kesekian kalinya Gareth melanggar janji ingin bersamanya padahal tidak.
Sementara Dion berdiri di luar pintu sambil bersandar di dinding. Perlahan Dion mulai mengerti seperti apa kepribadian Venus Harristian. Gadis itu sebenarnya rapuh dibalik imaji seorang dewi yang selalu disematkan padanya. Dion kemudian merogoh sakunya dan membuka beberapa pesan. Ia menonaktifkan suara dan getar pada ponsel pribadi agar tak mengganggu pekerjaan.
Sebuah pesan membuatnya tersenyum. Pesan dari Laras, kekasihnya yang berfoto di sebuah mall tengah makan malam.
[Kangen kamu] tulis Dion pada kekasihnya itu. Dion tak ingin Laras merasa kurang diperhatikan dan mengalami hal seperti Venus. Sekalipun ia jauh, ia tak ingin Laras merasa sendiri.
[Aku juga kangen kamu, Mas.] Balasan Laras tiba beberapa saat kemudian. Dion makin mengembangkan senyumannya. Tekadnya bulat dan ingin segera menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin.
[Baik-baik ya, Sayang. Aku bakalan cepat pulang.]
***
Hari ini, Venus menjalankan aktivitas menyanyinya seperti biasa. Ia akan hadir pada sebuah acara televisi untuk melakukan wawancara dan menyanyi. Sementara Venus berada di atas panggung melakukan wawancara pada acara talk show malam, Dion berjaga dan membaur di antara para kru televisi yang bekerja.
“Aku dengar kalian akan segera menikah, apa itu benar? Atau hanya rumor saja?” tanya si pembawa acara usai bercanda dengan Venus yang terkekeh kecil.
“Uhm, kami bertunangan dan sedang menikmati masa-masa bersama. Aku pikir menikah mungkin masih terlalu dini,” jawab Venus tetap mengembangkan senyuman lebarnya. Ia sopan dan menjaga imajinya dengan baik di publik.
“Tentu saja menikah adalah hal besar yang harus dipikirkan matang-matang. Tapi aku membaca dari sebuah artikel bahwa Gareth Moultens, tunanganmu membeli yatch senilai $150.000 sebagai hadiah?” Venus menaikkan kedua alisnya bersamaan dan tetap memasang wajah tersenyum. Sesungguhnya ia tak tahu akan hal itu, Gareth tak pernah bercerita.
“Aku yakin itu sebuah kejutan, dan kamu baru saja merusaknya, Jamie!” tukas Venus masih dengan senyuman lebarnya. Jamie sang pembawa acara terkenal itu menutup wajah dengan sebelah tangannya berakting malu dan tertawa di baliknya. Sementara riuh tawa dan tepukan penonton berhasil menyembunyikan rasa malu Venus yang tak mengetahui apa-apa.
Dari posisinya Dion menoleh ke arah Venus dan senyuman serta tawanya. Ia tahu jika tawa itu tak tulus berasal dari hatinya. Dion menyaksikan sendiri seperti apa, Gareth kerap meninggalkan Venus yang harus sendiri menghabiskan waktu jika ia di rumah.
“Oh, maafkan aku Tuan Moultens, aku merusak kejutanmu untuk Venus, oh aku merasa bersalah ...” pembawa acara meneruskan kembali candanya. Venus ikut terkekeh kecil.
“Kalau begitu sebelum aku terlalu banyak bicara, sebaiknya kita dengarkan lagu terbaru dari Venus. Berasal dari EP terbarunya “My Paradise”. Tepuk tangan yang meriah untuk Venus!” ucap pembawa acara itu mempersilahkan Venus untuk bernyanyi pada panggung yang telah disediakan.
Lampu di redupkan dan hanya menyorot pada Venus seorang. Saat melodi dimulai, Venus bernyanyi dengan merdunya. Penggemarnya yang ikut dalam acara itu, juga melafalkan lirik dari lagu yang tengah dinyanyikan oleh Venus.
Suara dan penghayatan Venus pada lagu balad yang ia nyanyikan sempat membuat Dion tertegun. Ia seperti mengungkapkan isi hatinya yang tak pernah diketahui oleh banyak orang.
“U didnt love me, cause thats not how I was supposed to feel. If I was in love, was I ever in love ...” seakan Venus ingin mempertanyakan cinta Gareth padanya.
Hanya Dion yang merasa kurang nyaman mendengar lagu itu. Seolah ia tahu sesuatu namun tak bisa bicara.
Usai bernyanyi, Venus turun dari panggung untuk masuk ke dalam ruang gantinya. Asisten dan manajernya mengikuti seperti biasa begitu pula dengan Dion yang menyebarkan anggota timnya seperti biasanya.
Dion juga masuk lebih dulu dan memeriksa seluruh ruangan dengan Venus ada di dalam.
“Aku mau berganti pakaian!” tegas Venus pada Dion yang masih berada di dalam ruang ganti. Dion pun mengangguk sekali dan keluar untuk berjaga di depan pintu. Venus menyelesaikan semuanya di dalam. Sementara pembawa acara tadi lantas datang bersama floor director dan penanggung jawab produksi untuk menyapa Venus di dalam kamar gantinya.
“Maaf, boleh aku periksa Anda semua sebelum masuk, tuan-tuan?” ujar Dion meminta kesediaan sekaligus memerintahkan. Ketiga orang itu sedikit bingung tapi Dion mengarahkannya pada dua orang anggota timnya untuk memeriksakan mereka.
“Kenapa pengawalannya jadi begitu ketat seperti ini? Ada apa sebenarnya?” tanya pembawa acara tersebut saat tengah diperiksa.
“Hanya prosedur keamanan saja, Tuan. Tolong berbalik!” Dion memerintahkan ia berbalik agar bagian depannya bisa diperiksa. Dion segera melakukan tugasnya dan memastikan jika ketiga orang itu aman bertemu dengan Venus.
“Apa Anda tahu jika ini berlebihan?” tegur direktur produksi pada prosedur keamanan yang dilakukan oleh Dion. Dion tak mau menjawab dan tetap memastikan semuanya aman.
“Tolong diperhatikan, waktu kalian hanya lima menit!” jelas Dion dengan tegas. Pembawa acara dan floor directornya saling berpandangan sementara direktur produksi menggelengkan kepala tak percaya.
“Aku rasa gosip itu memang benar! Dia adalah seorang saksi pembunuhan!” gumam pembawa acara itu seraya masuk ke dalam ruang ganti Venus Harristian. Dion yang mendengar kalimat tadi memutuskan untuk ikut masuk dan menjaga.
Ia berdiri di sudut ruangan menyaksikan Venus meladeni tamu-tamunya. Mereka mengobrol, berpelukan dan saling tersenyum satu sama lain. Tak lupa berfoto bersama sebelum waktu habis dan harus keluar.
Dion mengawal Venus keluar dari studio tersebut dengan barisan pengawal yang mengelilinginya. Sorak sorai penggemar yang menghadang Venus membuat wanita itu berhenti sejenak.
“Nona, kita harus pergi!” tegas Dion meminta Venus untuk segera berjalan masuk ke dalam mobil.
“Tunggu sebentar, aku ingin menemui fansku dulu!” tolak Venus menjauh dari Dion. Dion terkesiap dan langsung mengejar Venus tapi ia kalah cepat dengan kerubungan para fans yang meminta foto atau tanda tangan.
Dion berusaha memisahkan para fans itu dari Venus. Perlakuannya itu langsung memicu kemarahan orang-orang itu.
“Pergi dari sini! Dasar orang aneh!” bentak salah satu fans mendorong Dion. Dion tak peduli dan langsung menangkap pergelangan tangan Venus. Jika perlu ia akan menariknya masuk ke dalam mobil.
“Apa yang kamu lakukan?” hardik Venus berbalik marah. Kyle dan Felipe mulai kewalahan menjauhkan Venus dari para penggemarnya. Dion tak menjawab Venus. Ia malah memerintahkan semua pengawal kecuali yang berada di dalam mobil untuk bergegas melindungi Venus.
“Nona, ini berbahaya!” hardik Dion berusaha menarik Venus keluar dari kerubungan yang makin besar.
“VENUS, I LOVE YOU!” teriak salah satu fans yang berusaha untuk menarik Venus untuk memeluknya. Di antara tarik menarik itu, Venus mulai menyadari jika ia pasti terluka jika tak segera keluar.
“Aahh ... iya, aku akan memberikan tanda tanganku!” ucap Venus mulai panik. Beberapa orang bahkan memakai blitz dan itu membuat matanya sakit. Ia belum memakai kacamata hitam untuk melindungi diri.
Dari dalam kerumunan orang itu, Dion bisa melihat kilatan pisau yang hendak menusuk Venus.
“Nona!” panggil Dion menyentak keras Venus ke arahnya lalu menahan serangan tiba-tiba dari seorang pria berhoodie.
“Aaahhh!” BHUK – Dion dengan cepat memukul lalu memutar tendangan T tepat ke dada pria tersebut. Venus sangat kaget dan teriakan mulai terjadi.
“LINDUNGI NONA HARRISTIAN!”
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...