Home / Romansa / Tertawan Gairah Panas sang Penguasa / 2. Mereka Merampas Segalanya

Share

2. Mereka Merampas Segalanya

last update Last Updated: 2025-01-13 22:28:32

**

“Astaga!”

Perlu beberapa waktu bagi Isabella Clark menyadari di mana dirinya berada saat ini. Semalam ia mabuk berat, kemudian pergi bersama seseorang, dan … mengira dirinya bermimpi.

Tapi siapa sangka, kini ada pria tampan tak dikenal di atas ranjang yang sama dengannya. Dalam keadaan tanpa busana pula! Berarti apa yang terjadi semalam itu sama sekali bukan mimpi.

“Sial, apa yang aku lakukan? Kenapa aku begitu bodoh?”

Tanpa banyak berpikir, Perempuan itu menyingkirkan lengan si pria yang masih memeluknya dan beringsut bangkit diam-diam.

Ia meringis kesakitan ketika melangkah, sebab bagian bawahnya terasa nyeri. Tak bisa dipungkiri, sebab ini adalah pertama kalinya ia melakukan hal ini.

Sembari terus merutuki diri, Bella memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai kamar.

Tak lupa, ia meninggalkan beberapa lembar uang tunai di atas meja rias sebagai ‘kompensasi’ atas tindakannya semalam. Ia merasa bersalah karena sudah sembarangan mengajak tidur seorang pria tak dikenal.

“Mari lupakan semua ini dan anggap saja tidak pernah terjadi, Tuan. Maafkan aku,” lirih Bella sebelum terseok-seok berjalan keluar kamar. Ia bertekad pergi sebelum si pria melihatnya.

Hanya saja, Bella tidak tahu bahwa pria tampan itu sudah terbangun dan mengawasi gerak-geriknya sejak tadi!

Giovanni Estes bangun dari ranjang dengan perasaan kesal.

Terlebih saat ia memandang tumpukan uang yang baru saja Bella tinggalkan.

“Apa dia pikir aku ini gigolo atau semacam itu? Seharusnya aku yang membayarnya!”

Namun belum sempat melampiaskan emosinya, pria rupawan itu tak sengaja melihat

noda merah yang sudah mulai mengering–mengotori bagian tengah seprai.

“Gadis itu pasti sudah gila,” gerutu Giovanni sembari menggelengkan kepala.

Tanpa basa-basi, ia lalu meraih ponsel di atas nakas untuk menghubungi bawahannya, 

“Cari tahu siapa wanita yang menghabiskan malam bersamaku dan kirimkan data secepatnya!"

Tut!

Pria 30 tahun itu segera memutus sambungan telepon. Netra hitamnya menggelap memandang hamparan lanskap kota San Diego yang terlihat dari dinding kaca kamar. Ini pertama kalinya dalam hidup Giovanni: alerginya tidak kambuh saat menyentuh perempuan.

Sementara itu di tempat lain, Bella melamun dalam taksi sepanjang jalan pulang.

Setelah ia sadar dari mabuk, kenyataan itu semakin terasa menyakitkan.

Tunangannya telah berkhianat dengan kakak tirinya.

Padahal dengan tulus Bella menemaninya dan mencintainya. Sejak Andrew menjadi pegawai magang hotel milik ibunya, hingga sekarang pria itu menjadi manager di sana.

Belum lagi, ia telah melepas keperawanannya dengan pria asing!

Semua fakta yang campur aduk ini membuat kepala Bella semakin pening.

“Sial! Aku tidak akan pernah memaafkan kalian.” Dua tetes air mata meluncur turun, membasahi pipi gadis bersurai cokelat itu.

Ketika menyadari taksi yang ditumpangi telah berhenti di depan rumah, Bella mengusapnya dengan cepat dan segera turun dari mobil. Ia lalu melangkah menuju bangunan mewah itu meski hatinya sungguh tidak nyaman.

“Pulang juga kau, jalang kecil!”

Bella tersentak saat suara keras terdengar menghardiknya. Ia mengangkat wajah dan mendapati Marita –ibu tirinya– berdiri di depan pintu dengan berkacak pinggang. Tak hanya itu, ada sebuah koper besar berdiri di dekat kakinya.

“Apa maksudnya, Ma?”

“Ck! Mulai sekarang, rumah ini bukan lagi rumahmu. Terserah kau mau tinggal di mana. Jadi, pergi segera!”

“Tunggu! Ini rumah ibuku! Kau tidak bisa mengusirku begitu saja!”

Marita menuruni tangga teras, melangkah angkuh menuju Bella yang masih terpaku. Wanita itu mendorong gagang koper ke arah si gadis dengan kasar.

“Kau tidak lagi berhak atas apapun yang ditinggalkan ibumu sekarang. Termasuk rumah ini.”

“Apa yang kau katakan? Jangan sembarangan!”

“Putriku akan menikah besok, jadi hak waris semua harta Alice akan jatuh kepadanya. Sesuai kesepakatan, kau gagal menjadi ahli waris jika tidak menikah sampai usiamu 25 tahun.”

“Apa-apaan kalian ini?” Bella menghentak kaki. “Kau dan Tracy bahkan tak ada hubungannya dengan ibuku?!”

“Tapi, ayahmu telah setuju dengan kesepakatan itu. Tracy menikah lebih dulu, dan dia mendapatkan semuanya!” Wanita separuh baya dengan wajah penuh make up itu menyeringai penuh kemenangan. “Sekarang kau harus meninggalkan rumah ini.”

“Aku harus bicara dengan Dad!”

“Silakan. Ayahmu berada di Florida saat ini. Kau bisa menyusulnya ke sana kalau mau.” Marita berbalik menaiki undakan teras, membawa langkah kakinya dengan jumawa. Sebelum mencapai pintu, wanita itu berbalik lagi.

“Ah, dan satu lagi. Aku akan melaporkanmu ke polisi atas tuduhan pencurian jika kau nekat memasuki rumah ini. Selamat pagi, Isabella Sayang. Jangan lupa hadir ke pernikahan Tracy dan Andrew besok, ya.”

Bella berdiri di tengah halaman rumah megahnya dengan hati yang tidak hanya remuk redam, tapi sudah terasa nyaris kosong. Air mata kembali berderai membasahi pipi.

Gadis itu tidak memiliki apapun untuk dikatakan. Ia meraih pegangan kopernya dan melangkah menjauh dari rumahnya sendiri.

“Mom ….” bisiknya serak, “Aku harus bagaimana? Hidup ini sulit sekali tanpa kau ada di sini. Aku harus pergi ke mana sekarang?”

Bella berjalan dengan linglung tak tentu arah. Kendaraan lalu lalang di dekatnya, namun tak ada satu pun yang mempedulikannya.

Ditambah matahari yang bersinar terik di atas kepala, gadis itu merasa tubuhnya hampir limbung.

Sampai kemudian suara klakson panjang membuat Bella tersadar.

Ia menoleh, dan sepertinya terlambat.

BRAK!

Tubuhnya tersambar hingga jatuh tersungkur di tepi jalan–membuat seorang pria tampan yang kebetulan berada tak jauh dari sana menjadi terperanjat, terkejut.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   94. Lepaskan Aku!

    **"Jangan menangis, Sayang ...."Damian berbisik. Menyentuh daun telinga Bella dengan napasnya yang hangat. Bar kecil itu begitu sepi, hanya temaram lampu kuning redup yang memantul di meja panjang, dan aroma alkohol yang samar masih bertahan di udara. Kursi-kursi kosong berderet rapi, seolah tempat itu telah lama ditinggalkan pengunjung terakhirnya. Hanya ada suara napas terburu-buru Bella yang bergema lirih, bersaing dengan detak jarum jam tua di dinding.Damian masih mendekap Bella erat di dalam pelukannya. Tubuhnya yang tegap seakan menjadi dinding kokoh, mengurung Bella agar tidak bisa bergerak ke mana pun. Bella meronta, namun pelukan itu terlalu kuat.“Damian … lepaskan aku …” suara Bella bergetar, hampir seperti bisikan. "Hentikan kegilaanmu, biarkan aku pergi!"Air mata menetes di pipinya, mengalir begitu saja tanpa bisa ditahan. Damian menundukkan wajah, jemarinya yang besar menyusuri sisi wajah Bella, mengusap lembut tetesan bening itu.“Jangan menangis,” ucap Damian liri

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   93. Crazy Bastard

    **Bella terkesima mendengar pernyataan cinta yang sama sekali tidak romantis itu. Ia menatap Damian dengan alis berkerut."Kenapa? Aku sudah berulang kali mengatakan ini kepadamu. Aku mencintaimu, bahkan lebih dari Giovanni mencintaimu. Itu juga jika Giovanni mencintaimu.""Hentikan omong kosongmu itu, Damian. Sekali lagi aku tegaskan kepadamu, jangan sekali-sekali berani bermain licik dan melukai Giovanni dari belakang.""Jika tidak apa?""Jika tidak, aku tidak akan pernah sudi mengenalmu dan berbicara denganmu lagi selamanya!"Bella sama sekali tidak mengira dengan respon Damian setelah mendengar gertakannya. Pria itu --sangat mustahil-- terlihat begitu sedih. Bella berdehem pelan karena dengan bodohnya merasa tidak enak."Itu ancaman yang sangat serius," kata Damian muram. "Aku tidak menyukainya."Bella berdecak. "Aku pergi sekarang. Tidak ada lagi yang harus aku katakan kepadamu. Ini sudah cukup.""Tidak, tunggu!"Bella entah sudah terkesiap untuk yang keberapa kalinya hari ini.

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   92. Aku Mencintaimu, Tahu!

    **Bella mengatakan tidak keberatan semalam, ketika Giovanni menyampaikan perihal perjalanan bisnis yang sudah pasti berbahaya itu. Namun pagi ini ketika sudah berada di meja sarapan dan duduk dengan pikiran jernih, barulah Bella menyadari sepenuhnya apa yang dikatakan Giovanni."Apa yang akan kau lakukan di Florida?" tanya Bella. "Apakah itu sesuatu yang berbahaya?""Kau mengenalku," jawab Giovanni lugas. "Jadi seharusnya kau tidak perlu lagi menanyakan hal itu.""Ta-tapi ... jika itu sesuatu yang berbahaya, tidak bisakah perjalananmu diwakilkan oleh orang lain saja?"Giovanni yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya menghentikan kegiatan sejenak. Ia memandang Bella dengan sebelah alis terangkat. "Tidak biasanya kau seperti ini."Bella tidak mungkin mengatakan tentang ancaman Damian, kan? Mana mungkin ia membiarkan Giovanni tahu bahwa dirinya masih berhubungan dengan Damian. Itu sama saja dengan mengibarkan bendera perang."Entahlah Gio. Mungkin ini hanya semacam ... firasat. Aku

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   91. Haruskah Kulakukan?

    **Malam menutup Casa Nero dengan keheningan yang mencekam. Angin hanya terdengar samar menyapu pohon-pohon tua di halaman luas, seiring debur ombak yang entah bagaimana terdengar begitu jauh. Di dalam kamar utama, lampu temaram keemasan menerangi dinding berlapis panel kayu gelap. Tirai tebal menutup rapat jendela, hanya menyisakan sedikit celah tempat cahaya bulan menyusup.Bella duduk di tepi ranjang dengan gaun tidur sutra berwarna pucat, namun matanya kosong, menatap ke arah pintu balkon. Sejak kembali dari pantai sore tadi, pikirannya tidak berhenti berputar. Kata-kata Damian masih terngiang, berulang-ulang, menusuknya bagai duri."Aku tidak akan pernah mengusik Giovanni lagi … asal kau menghabiskan satu malam bersamaku. Hanya satu malam saja, Bella."Gila. Tawaran itu gila. Bella sempat menolak mentah-mentah di hadapan Damian, namun kini, ketika ia kembali memikirkan Giovanni, pikirannya goyah. Damian terlalu nekat, terlalu berbahaya untuk disepelekan. Pria itu bisa sewaktu-wak

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   90. Tawaran Gila Damian

    **Langkah kaki Bella terhenti di pasir basah yang dingin. Angin laut membawa aroma asin dan gemuruh ombak yang berulang kali pecah di bibir pantai. Matahari condong ke barat, meninggalkan cahaya jingga keemasan yang memantul di permukaan air. Bella menatap lurus ke cakrawala, mencoba menenangkan pikirannya yang penuh gejolak.“Bella.”Suara itu membuatnya tersentak. Lembut, nyaris hangat, sangat berbeda dengan nada ancaman di telepon beberapa jam lalu. Bella berbalik. Damian berdiri beberapa langkah di belakangnya. Rambutnya berantakan diterpa angin, wajahnya terlihat teduh, dan ia tersenyum tipis seakan pertemuan ini hanyalah reuni biasa.“Jangan mendekat.” Suara Bella tegas, meskipun hatinya berdebar. “Tetap berdiri di tempatmu.”Damian mengangkat kedua tangannya sedikit, memberi isyarat bahwa ia tidak berniat menyentuh atau menyakitinya. “Aku tidak berniat melakukan apa pun padamu. Aku hanya ingin bicara. Ah, sebenarnya, kau yang ingin bicara, kan?”Bella menahan napas, lalu menat

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   89. Membuat Perhitungan

    **Giovanni akhirnya kembali ke rumah setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Keputusan itu bukan karena izin dokter, melainkan paksaan dari dirinya sendiri. Ia tidak tahan dengan suasana rumah sakit yang membatasi gerak, membatasi waktunya, dan terutama membatasi pikirannya. Dengan alasan merasa sudah cukup kuat, ia bersikeras keluar meskipun dokter berulang kali mengingatkan bahwa luka yang ia derita belum sepenuhnya pulih. tulang selangkanya yang retak belum sepenuhnya sembuh.“Tubuhmu belum siap. Kalau kau memaksa, risikonya bisa fatal, Tuan,” kata dokter dengan nada keras waktu itu.Namun Giovanni hanya menanggapi dengan senyum kaku. “Aku lebih baik mati di rumah sendiri daripada terkurung di ruangan ini,” ujarnya singkat, lalu menandatangani surat pernyataan pulang atas tanggungannya sendiri. “Jangan mengatur-aturku, Dokter!”“Kau adalah pasien kami. Bagaimana mungkin kami membiarkanmu bersikap seenaknya seperti itu? Kau harus menurut sampai setidaknya kami memiliki catat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status