Share

3. Menikah Denganku!

last update Last Updated: 2025-01-14 14:28:07

**

“Hentikan mobilnya!”

Giovanni mendadak berseru ketika tampak olehnya di kejauhan, seorang perempuan terlempar ke trotoar jalan setelah terserempet mobil. Dan mobil yang menyerempet terus melaju kencang alih-alih berhenti.

“Tuan, apakah harus? Sebaiknya kita tidak ikut campur.”

Meski tidak ada jawaban dari atasannya itu, sang sopir tahu tidak ada yang bisa menghalangi keinginan sang tuan. Maka, ia bergegas menepikan mobil.

“Maaf Tuan,” ucapnya lalu menuruti perintah.

Setelahnya, Giovanni pun keluar dari mobil untuk memeriksa perempuan yang tidak sadarkan diri itu. Keningnya berkerut kala ia menyadari siapa yang sedang ia hadapi. Segera ia angkat tubuh lemah itu tanpa berkata apapun.

“Isabella Clark.” Pria itu bergumam lirih sementara mobilnya melaju kencang menuju rumah sakit.

Tentu saja Giovanni masih menyimpan data yang dikirim para bawahannya tadi pagi. Isabella Clark, 24 tahun, dan putri seorang pengusaha akomodasi. Ibunya sudah meninggal, dan ayahnya menikah lagi.

Ia memiliki seorang kakak tiri yang berusia satu tahun lebih tua darinya. Dan sudah memiliki tunangan.

Giovanni memang berniat mencari gadis ini, namun tidak menyangka akan bertemu secepat ini dengannya dalam keadaan yang begitu dramatis.

Untungnya, penanganan terbaik dari ‘bawahannya’ telah diberikan untuk Isabella.

“Dia baik-baik saja, Tuan. Tidak ada cedera dalam yang serius. Kami sudah melakukan CT-Scan lengkap," tutur dokter yang menangani, beberapa saat kemudian. Dokter itu mendekati Giovanni yang duduk dengan gusar di samping Bella.

“Meski demikian, bisa saja benturannya mengakibatkan rasa shock. Anda harus menungguinya dan memastikan keadaannya ketika dia sadar. Saya akan berada di ruang dokter jika Tuan memerlukan sesuatu.”

Pria itu hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun. Ia masih sibuk memandangi gadis yang belum sadarkan diri itu.

Mom ….”

Giovanni tersentak ketika suara lirih terdengar dari sekitar Bella. Gadis itu bergerak pelan sambil terus merintih.

“Mom ….”

Gadis itu perlahan membuka mata. Iris birunya bertatapan dengan mata gelap Giovanni yang masih duduk di sampingnya. Ia mengerjap, seperti memastikan dirinya tidak salah lihat.

“Ka-kau?” sebutnya parau kepada Giovanni. Gadis itu meringis kesakitan saat memaksakan diri bergerak.

“Sebaiknya kau tetap berada di tempatmu, Nona.”

“Bagaimana … bagaimana aku bisa berada di sini bersamamu? Aku sudah meninggalkanmu di dalam kamar bar, kan?” tanya Bella cemas.

“Aku menemukanmu pingsan di tepi jalan.”

Bella mengernyit. Yang terakhir ia ingat adalah, ia sedang berjalan sendirian sembari menyeret koper.

“Koperku ….”

“Sudah diamankan.” Giovanni memandang baik-baik gadis itu. “Mengapa kau berjalan sambil menyeret koper begitu? Apa kau kurang kerjaan?”

Bella melayangkan pandangan sengit kepada pria di hadapannya. Giovanni sangat tampan, tapi mulutnya pedas sekali.

“Bukan urusanmu, Tuan!”

“Okay. Kalau begitu aku harus pergi. Tagihan rumah sakitmu akan diantar kemari.”

Kepala Bella berdenyut sakit ketika mendengar itu. Saat ini kartu kreditnya tidak bisa digunakan, ia diusir dari rumah dan tidak memiliki cukup harta untuk membayar rumah sakit. Betapa menyedihkan. Maka gadis itu kembali berseru pelan kepada pria yang sudah berjalan menjauh beberapa langkah darinya.

"Tu-Tuan, tunggu sebentar. Aku minta maaf, tapi bisakah kau menolongku?”

Giovanni menyeringai di balik punggung. Namun saat ia menoleh, wajahnya sudah kembali datar seperti biasanya.

“Ada apa?”

“Bisakah … bisakah kau meminjamkanku uang untuk membayar tagihan rumah sakit? Aku berjanji akan mengembalikannya setelah keluar dari sini.”

Itu mengejutkan. Giovanni memandang Bella dengan satu alis terangkat. “Kau bisa membayarku untuk semalam, tapi sekarang kau mau meminjam uang untuk membayar rumah sakit?”

“Itu … ceritanya panjang.” Astaga, Bella malu sekali mendengar itu. Ia sibuk menyembunyikan wajahnya yang merona.

“Aku punya banyak waktu, Isabella. Jadi, sepanjang apa ceritamu?”

Bella meremas selimutnya.

Haruskah ia menceritakannya?

Namun, netra hitam Giovanni yang tajam membuatnya terpaksa menceritakan apa yang ibu, kakak tiri, dan tunangannya lakukan.

Rasanya lebih menyakitkan ketika ia harus kembali mengulang semua kisah itu.

Giovanni yang hanya diam dan menyimak cerita itu dari awal, perlahan menghembuskan napas kasar. “Jadi, ke mana rencanamu akan pergi setelah ini? Kau sudah tidak punya uang, tempat tinggal, dan orang yang akan kau tuju.”

Bella memandang pria rupawan itu dengan gamang. Ia menggeleng dengan putus asa. “Entahlah, Tuan. Aku juga tidak tahu.”

Giovanni membalas pandangan Bella. Mata gelapnya bersinar penuh intrik. Ia mengangkat wajah dan kembali melayangkan seringai andalannya yang membuat parasnya berkali-kali lipat lebih tampan.

“Aku punya tawaran kerjasama yang mungkin menguntungkan untukmu, Isabella.”

“Ker-kerjasama?”

Giovanni mengulurkan tangan dan menyentuh pipi Isabella yang merona. Ia tersenyum saat merasakan hangat tubuh gadis itu merambat ke telapak tangannya yang dingin.

“Aku akan membantumu merebut kembali apa yang seharusnya menjadi hakmu dengan satu syarat.”

“Syarat?”

Pria tampan itu mengangguk. “Menikah denganku, Isabella.”

Tentu saja Bella ternganga.

Ia baru saja mengenal pria ini dalam waktu kurang dari 24 jam. Bahkan, Bella belum tahu siapa nama orang ini. Lalu, ditawari pernikahan? Apa pria ini sedang bercanda?

“Aku bahkan belum mengenalmu, Tuan. Bagaimana bisa kita menikah?” jujur wanita itu akhirnya.

Tapi teringat harta warisan ibunya yang kini dikuasai orang-orang tidak bertanggung jawab, Bella menjadi ragu.

Seolah menyadari kebimbangannya, pria itu kembali berbicara. “Namaku Giovanni Estes dan kupastikan membantumu jika kau bersedia menjadi istriku.”

Deg!

Bella kembali memandang baik-baik Giovanni, menelusuri garis wajah tegas dan netra hitam yang setajam mata belati.

Bella sangat yakin, pria ini bukanlah orang sembarangan.

“Giovanni, siapa sebenarnya kau ini?” tanyanya memberanikan diri.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   78. Sudut Pandang Damian

    **Di pinggiran kota San Diego, jauh dari gemerlapnya kota cantik itu, tersembunyi di balik hutan pinus yang lebat, berdiri sebuah rumah megah berarsitektur klasik Eropa. Bangunan itu nyaris tak terlihat dari jalan raya, tertutup pepohonan dan tembok tinggi bercat abu-abu gelap. Tak seorang pun mengira bahwa rumah itu bukan sekadar hunian—melainkan markas rahasia milik Damian Estes.Malam telah jatuh sempurna. Hujan gerimis menetes pelan di atap kaca rumah itu, menciptakan irama monoton yang bergema di seluruh ruangan. Di sebuah ruang kerja luas berlampu temaram, Damian duduk sendiri di kursi kulit hitamnya yang megah, menghadap deretan layar monitor yang menampilkan rekaman dari berbagai kamera pengintai. Foto-foto bertebaran di atas meja di hadapannya.Salah satu layar memperlihatkan tangkapan gambar CCTV—sebuah adegan dari lobi Paradise Hotel. Seorang pria berjas hitam berdiri mematung di depan resepsionis, menatap lurus ke arah kamera. Wajahnya tegas, matanya tajam. Itu adalah dir

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   77. Aksi Nyata

    **Pada malam harinya, lampu kamar hanya menyala temaram. Bella duduk di tepi ranjang dengan tangan mengusap pelipisnya, ponsel diletakkan terbalik di meja kecil. Beberapa jam lalu, Damian kembali mengiriminya pesan. Tidak mengancam secara langsung, tapi cukup membuat pikirannya tidak tenang."Kau masih memilih diam. Tapi diam bisa jadi mematikan, Bella."Bella tahu, jika Giovanni sampai tahu bahwa Damian terus mengganggunya — bukan hanya lewat kata-kata, tetapi lewat tatapan, kunjungan mendadak, dan kehadiran yang menyusup di sela-sela hidupnya — maka akan ada pertumpahan darah. Bella tidak ingin menjadi penyebab perpecahan keluarga, yang dari sebelumnya memang sudah retak itu."Aku harus menyembunyikan semua ini," gumam Bella pelan, "bahkan jika itu berarti menyembunyikan sebagian kebenaran. Aku tidak bisa membiarkan Giovanni tahu bahwa Damian terus mengirimiku pesan-pesan seperti ini."Bella mulai menghapus pesan-pesan dari Damian, mengganti jalur keamanan hotel, dan meminta staffn

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   76. Bukan Sekedar Ancaman

    **Paradise Hotel, Lobi Utama — Pukul 11.42 SiangLangit San Diego berwarna biru pekat di luar kaca tinggi Paradise Hotel. Gedung bertingkat itu berdiri megah di tengah hiruk-pikuk kota, namun tetap tenang dengan arsitektur elegan bergaya Mediterania modern. Di dalam lobi, aroma parfum mawar putih menyambut setiap tamu, bercampur dengan suara piano lembut yang mengalun dari sudut ruangan.Bella berdiri di dekat meja resepsionis, mengenakan setelan kerja berwarna krem dan sepatu hak rendah. Rambutnya disanggul rapi, dan wajahnya menunjukkan profesionalisme mutlak — setidaknya, hingga suara langkah itu kembali terdengar.Langkah yang tidak asing. Berat. Percaya diri."Aku rasa aku mulai jatuh cinta pada desain interior tempat ini," suara bariton itu terdengar dari arah belakang.Bella menegakkan tubuhnya seketika. Bahunya menegang. Ia tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang baru saja datang. Ia sudah sangat mengenal suara itu, walau efeknya membuat perasaan menjadi sangat tidak

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   75. Luka Yang Tak Pernah Sembuh

    **Sepuluh tahun yang lalu, sebelum Giovanni memegang tampuk kekuasaan sebagai Don kelompok bawah tanah Casa Nero, ia dan Damian tumbuh bersama di bawah bayang-bayang kekejaman sang kepala keluarga, Don Vittorio Estes— kakek mereka. Yah, seperti yang sudah menjadi rahasia umum, Luigi Estes selaku keturunan langsung dari Vittorio memilih membelot, sehingga pria tua bertangan besi itu memutuskan menghapus nama Luigi dari silsilah keluarga dan lebih fokus menggembleng Giovanni dan Damian saja.Don Vittorio mendidik keduanya dengan tangan besi, menyamaratakan rasa sakit dan kekuasaan sebagai bekal hidup di dunia mafia. Tapi bahkan dalam kekejaman yang dibagikan sama rata, favoritisme tidak bisa disembunyikan.Giovanni, anak dari putra sulung keluarga, selalu dianggap pewaris sah. Sejak kecil, ia dilatih untuk berpikir tajam, memimpin pasukan, dan tidak menunjukkan kelemahan. Damian, anak dari adik Don Vittorio yang dibunuh karena pengkhianatan, diangkat kembali ke dalam keluarga karena ra

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   74. Only Mine

    **Langkah Giovanni mantap, namun tangannya menggenggam lengan Bella seolah ia sesuatu yang bisa hilang kapan saja jika tidak dijaga erat. Bella berusaha menyesuaikan langkah, meski lututnya masih terasa lemas. Setiap inci kulitnya terasa seperti terbakar oleh tatapan Damian yang tadi — dan lebih dari itu, oleh kemarahan yang mendidih di balik wajah tenang sang suami.Mereka tiba di balkon pribadi Giovanni, yang menghadap langsung ke laut. Jujur saja, Bella jarang mengunjungi tempat ini. Angin laut meniup lembut helaian rambut Bella yang terurai. Giovanni melepaskan genggaman tangannya, namun tetap berdiri di hadapan perempuan itu.Sejenak, keduanya saling hening, tak ada yang bicara. Hanya suara debur ombak dan helaan napas mereka yang timbul tenggelam.Lalu Giovanni mengambil suara. Pelan, namun terdengar tajam. Ia memandang sang istri lurus, nyaris penuh tuntutan."Apa kau takut padanya, Bella? Katakan."Bella menunduk. Suaranya nyaris tak terdengar. "Aku hanya takut dia akan memb

  • Tertawan Gairah Panas sang Penguasa   73. Semakin Nekat

    **Ruang makan utama, Mansion Casa Nero, San Diego — Pagi hari yang sedikit berawan.Cahaya redup matahari pagi menembus jendela-jendela kaca besar yang menghadap langsung ke lautan Pasifik. Riak ombak terlihat dari kejauhan, berkilauan disinari mentari. Aroma kopi hitam yang pekat bercampur dengan harum roti panggang dan bacon memenuhi ruangan makan yang luas dan mewah itu. Marmer putih membentang di lantai, dan chandelier kristal menggantung di atas meja makan panjang yang hanya diduduki oleh dua orang pagi itu — Giovanni dan Bella.Bella duduk tegak di kursinya, mengenakan gaun rumah sutra berwarna lembut. Tangannya menggenggam cangkir teh dengan hati-hati, seolah khawatir getaran halus dari jemarinya akan membuat porselen itu pecah. Ia sesekali melirik Giovanni, pria di hadapannya yang sedang memotong daging sarapan dengan tenang, penuh presisi. Realistis, perfeksionis, dan sangat tampan pagi ini.Giovanni — dengan kemeja putih bergaris halus, lengan tergulung sampai siku, dan ram

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status