Chloe dan Mila serempak menoleh ke arah sumber suara, mereka mendapati Nash dan Alex berdiri tak jauh dari mereka. Wajah Nash terlihat menegang, rahangnya ketat, tapi tatapan itu dan ekspresinya tak terbaca.Di sisinya, Alex terlihat terkejut, dia menatap Chloe dan Nash bergantian.“Apa yang kau lakukan di sini? Berapa lama kau sudah berdiri di sana?” tanya Chloe pada Alex.“Nash mengajakku keluar, aku memilih tempat ini untuk minum kopi dan bersantai karena dekat ke rumah sakit. Dan aku tidak menyangka akan bertemu kalian, juga mendengar sesuatu yang menyakitkan darimu!” sahut Alex.“Menyakitkan?” Chloe mengangkat alis.“Kenapa kau meminta bercerai dari Nash?” Alex mendekat, tapi dari penekanan nada bicara sang adik, Chloe tahu, Alex tak akan setuju dia berpisah dari Nash.“Ini urusanku dengannya,” sahut Chloe pelan.“Ini urusanku juga, kau kakakku!”Chloe diam, dia mengamati Nash yang diam di tempatnya sejak tadi. Pria itu menarik napas, dia menepuk lengan Alex pelan. “Aku baru inga
Chloe menatap pejalan kaki dari dinding kaca kedai kopi yang selalu didatanginya. Ketika Mila mengirim pesan padanya untuk bertemu, Chloe langsung setuju. Gadis itu juga perlu melepaskan penat dalam dadanya karena pertengkaran terakhirnya bersama Nash.“Hai, maaf aku terlambat lagi.” Mila datang, dia langsung duduk di depan Chloe. “Kau sudah lama?”Chloe menggeleng. “Baru beberapa menit.”“Kau ... baik-baik saja?” Mila menatapnya.“Baik, hanya sedikit lelah.”Chloe mengamati Mila saat dia meletakkan kameranya di atas meja berikut tas ransel kecilnya. “Kau baru bertugas?”“Mmm.” Mila mengangguk. “Polisi menemukan jasad anak kecil berjenis kelamin perempuan di dalam hutan. Aku datang untuk mengambil beberapa gambar. Beritanya mungkin akan turun paling lambat nanti malam.”“Anak kecil?”Mila kembali mengangguk, wajahnya berubah sendu. “Pakaiannya tipis sekali. Hanya sweater tipis, juga celana leging panjang dan sepatu boot putih. Aku sedang berpikir apa yang membuatnya berakhir di tempat
Hujan turun perlahan di luar jendela apartemen, membasahi kaca hingga menciptakan bayangan yang bergetar oleh lampu-lampu kota. Di dalam ruangan itu, kesunyian membungkus dinding seperti selimut dingin yang tak bisa diusir.Nash menatap Adrian lurus-lurus, sahabatnya itu membuka kaleng alkohol keduanya. “Apa yang kau katakan?” Nash meletakkan kaleng bekas alkoholnya setelah meremasnya kuat-kuat.“Apa yang ku harapkan setelah kepergiannya, Nash?”“Kau memiliki hidupmu sendiri. Kau memilikiku, kau memiliki yayasanmu!”Adrian setengah tertawa, dia menggeleng kuat-kuat. “Aku mendirikan yayasan itu untuk Athena, karena aku berharap suatu hari nanti dia akan datang dari gerbang dan melambaikan tangan padaku!”Pria itu berdiri, dia mengambil bingkau foto tua, satu-satunya foto Athena yang bisa dia selamatkan dari ayahnya. Dia mengelusnya pelan, anak perempuan itu seolah tersenyum padanya –pada bajingan seperti dirinya.“Nash, aku sungguh tidak tahu apa tujuan hidupku sekarang. Hidup macam ap
Adrian menatap kosong dari jendela kamar apartemennya, asap putih berhembus kasar lewat mulut. Dia merenung, jemarinya mengelus lembut bibirnya. Masih segar dalam ingatan Adrian bagaimana dia mencium Mila dengan posesif, dan gadis itu tidak menolak sama sekali.Awalnya Adrian mengira Mila sedikit menyukainya karena Mila mau merespon. Tapi saat dia melihat papan putih berisi namanya dan nama orang yang dikenalnya, Adrian pun sadar, Mila dekat dengannya karena satu hal.Gadis itu memang teguh pada apa yang dikatakannya sejak awal, bahwa kedatangannya untuk menemukan kebenaran.Pria itu menghela napasnya berat. Dia bertemu banyak wanita, dari kalangan elit hingga wanita biasa, tapi tak ada yang bisa menggerakkan hatinya seperti cara Mila membuatnya penasaran. Walau sejak awal Adrian sudah tahu jika Mila berbahaya, tapi pesona Mila tak bisa ditolaknya.Adrian duduk di sofa, angannya terbang pada masa lalu yang menguburnya dalam mimpi buruk. Dulu, dia memiliki seorang adik perempuan, Athen
Nash lelah. Kekosongan dalam dirinya akibat pertengkaran terakhir dengan Chloe masih tersisa, dan pria ini sempurna sebagai samsak. Dia menunduk, menjambak rambut pria itu kasar, lalu hantaman keras kepalanya ke lantai mengakhiri segalanya.Marko terkapar, tak ada perlawanan, tak ada senyum mengejek atau pembicaraan arogan. Kali ini, Marko benar-benar selesai. Salah satu anak buahnya maju, dia menunduk sambil mengulurkan tangan. “Sepertinya dia sudah mati, Bos.”Nash berdiri perlahan. Dia menarik napasnya, lalu berkata dingin, “Buang dia ke tengah hutan. Pastikan para binatang buas memakan tubuhnya hingga tak bersisa.”Anak buahnya mengangguk, menyeret tubuh Marko kasar. Nash menjentikan jari, anak buahnya menyerahkan sapu tangan padanya. Pria itu membersihkan tangannya dari sisa darah, juga wajah dan pakaiannya, tapi sayangnya noda itu tak hilang dari setelan jasnya.Nash membuka, melemparnya ke lantai. “Bakar jas ini,” katanya dingin.Nash kembali duduk, anak buahnya memberikan dia
Chloe ingin melepaskan semua ini, membebaskan dirinya dari jangkar kepedihan yang diberikan Nash padanya. Walau Chloe tahu jika Nash melakukan ini karena memiliki alasan tersendiri, tetap saja Chloe tidak terima saat dia menyeret Chloe dalam pernikahan.Mungkin prinsip Chloe masih primitif di tengah-tengah bisingnya kebebasan dalam membangun suatu hubungan. Baginya, dia hanya akan menikah sekali dalam hidupnya, dan harus dengan pria yang mencintainya, menghargainya, yang menganggapnya sebagai rumah.Tapi lihat apa yang dilakukan Nash pada hidupnya.Pria itu memaksanya untuk terikat –walau hanya tiga tahun-, kebebasan Chloe direnggut, dia tak bisa melakukan apa pun. Nash menjeratnya dengan tipu daya yang menyakitkan dengan meminta orang pura-pura menjadi investor Alex.Pria itu jelas tahu jika Alex adalah satu-satunya kelemahan Chloe, dan dia menyentuh titik terlemah itu dengan sangat keras. Chloe tidak seharusnya menjalani semua ini, begitu peimikiran sederhananya. Kenapa dia harus di