Hallo, readers ....đĽ°đĽ°đĽ° Terima kasih yang sudah membaca kisah ini dari awal sampai akhir tanpa skip. Semoga ada secuil kisah atau kalimat yang bisa diambil hikmahnyađ¤˛đ¤˛đ¤˛ Jangan ragu memberikan kritik dan saran kalian buat penulis pemula ini. Sampai bertemu di cerita selanjutnya, yaa ....đđđ
âTelat lamaran, siap-siap jadi tamu undangan. Makan sendirian di meja prasmanan tanpa gandengan. Duh⌠kasihan.âAh, sial. Kalimat candaan yang dilontarkan Luna benar-benar membuatku ingin memijat pelipis. Pusing. Segera kupacu mobil agar cepat sampai rumah.Kutaruh undangan jenis fortic yang terdiri dari beberapa lembar tema rustic dengan sentuhan ornamen kain goni dan tali jerami. Di dalamnya ada foto calon mempelai yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya. Ratu, salah satu sahabatku dari zaman seragam biru putih akan segera menikah di usia dua puluh empat tahun.Tadi di kantor, sempat kubuka undangan itu. Mempelai wanita tampak tersenyum bahagia menatap calon suami yang berprofesi sebagai abdi negara. Duh, iri sekali melihatnya.âBaru pulang, Kal?â Mama melangkah dari arah dapur sambil membawakanku segelas air."Iya, Ma," jawabku singkat.Aku sedikit mengubah posisi saat wanita terkasih itu menyodorkan air minum yang dibawanya. Segera kuteguk air putih itu hingga tandas.âHaus
Aku mengerutkan kening dengan meng-zoom foto yang Luna kirim. Mengamati lamat-lamat lelaki yang berfoto dengannya.âOwalah, si Rama, to, ini. Cakepan dikit dia sekarang. Pantas pangling,â imbuhku seraya terkekeh.Segera kutaruh ponsel dan lanjut membaca Surah Al-Kahfi di kamar. Semua kemudahan hidup dan fasilitas yang lengkap tak cacat dalam hidupku. Lahir sebagai putri tunggal dengan materi yang cukup sangat diimpikan semua insan.Papa, yang notabene anak orang berada pernah hidup dalam lingkup anak jalanan, sebab korban broken home. Luntang-lantung menjadi remaja yang hidup keras bersama para tunawisma dan bocah putus sekolah menyadarkannya bahwa ia lebih beruntung dibanding mereka.âPerlahan hati Papa mulai lembut, hingga memutuskan untuk mengakhiri pertengkaran dengan nenek kakekmu, Nak. Papa minta untuk bersekolah dan mondok di sebuah pon-pes. Qodarullah, doa-doa Papa dikabulkan hingga menyatukan kembali keutuhan rumah tangga orang tua yang sempat porak-poranda.â Kisah Papa kala
Luna berhasil membawaku ke depan singgasana pengantin. Wanita yang masih belum istikamah menutup auratnya itu melambaikan tangannya kepada Ratu. Sahabat kami itu hanya tersenyum dan mengacungkan jempol. Firasatku mulai tidak enak mengingat di antara kami hanya aku yang masih single.âInget, kamu harus dapetin buketnya!â bisik Luna dengan semangat.âKalo nggak dapet?ââNggak bakalan dapet jodoh.ââIh, Luna jahat. Aku tuh, cinta berat,â jawabku konyol.âAelah, malah Tik-Tok-kan.âAku berusaha ceria agar tak terlihat gerogi.Seorang MC mulai memberikan aba-aba. Pada hitungan ketiga, buket akan dilayangkan dengan posisi pengantin membelakangi hadirin semua. Namun, pada hitungan terakhir, Ratu dan Wisnuâsang suamiâtidak jadi melempar ikatan bunga yang terangkai apik itu. Ia tampak berbisik di telinga sang suami dan ditanggapi anggukan oleh kapten militer tersebut.Hadirin tampak bingung, pun denganku. Bagaimana tidak? Ratu menuruni tangga yang hanya berjumlah tiga tingkat dan menuju ke ara
Vino terus meringis menahan sakit. Apa kakinya benar-benar patah? Ah, paling cuma terkilir. Entah kenapa melihatnya kesakitan, aku malah ingin tertawa. Namun, rasa kasihan lebih dominan. Kembali kulirik ia dari kaca tengah.âCepat, Kal. Kasihan ini si Excel.ââIya, Pa. Ini juga udah ngebut,â jawabku dengan sedikit gelisah.Mobil terus melaju menuju rumah sakit terdekat. Tidak berapa lama, kami sampai di pelataran parkir. Langsung kuputar kemudi menuju depan pintu IGD. Begitu mobil berhenti, Papa langsung membuka pintu dan memanggil seorang nurse yang tengah berjaga.Dengan sigap, perawat laki-laki dibantu rekannya segera membantu Vino menuju ruang penanganan. Aku dan Mama ikut turun. Namun, seperti biasa kami dilarang masuk saat pasien tengah ditangani.Papa mulai gusar dan melirikku penuh pertanyaan. Tanpa berlama-lama aku pun menjelaskan runtut seperti apa kejadiannya.âSiapa suruh pegang-pegang, aku âkan refleks, Pa. Beneran enggak sengaja. Kalaupun aku tahu itu Kak Vino, aku juga
âMa, Mama percaya, kan, sama cerita Kalila?â tanyaku menatap Mama. âLila beneran enggak sengaja bikin Kak Vino jatuh dari tangga.âMama hanya mengangguk dan membelai punggung ini. Seperti biasa, belaian wanita nomor satu itu selalu sukses menyalurkan sebuah kekuatan dan ketenangan akan kegelisahan yang datang berkelindan. âAtau kalau Mama sama Papa ragu, kita bisa cek CCTV hotel.âAku terus berbicara walau lawan bicara hanya tersenyum, mengangguk, dan memberikan sentuhan lembut agar sang putri tenang. Sedangkan aku? Bagaimana bisa tenang jika secara tidak langsung semua penyebab insiden bermula dari ketidaksengajaan yang aku lakukan?Namun, kata âtakutâ tidak pernah ada dalam kamus hidupku jika memang kebenaran berada dalam genggaman. Apalagi ada CCTV hotel yang bisa dijadikan bukti jika ada unsur ketidaksengajaan dalam peristiwa tersebut.Closed Circuit Television di hotel Papa dilengkapi dengan baterai sebagai sumber tenaga cadangan atau backup. Sehingga alat yang bisa dikategorika
Ya, setiap ucapan adalah doa yang terlantunkan. Aku tidak pernah menyangka, bahwa seminggu setelah ucapan di hari Jumat waktu itu benar-benar membawaku pada situasi aneh ini. Aneh. Ya, sangat aneh sekali.Pesona mantan yang belum sepenuhnya sirna, kini kembali lagi hadir di pelupuk mata. Memaksaku untuk kembali mencari kunci hati dan membukanya, hanya untuk sekadar memastikan, apakah mantan masih tetap bertahan?âDi antara kita enggak ada kata putus, kan, Kal?â Ucapan Mas Vino menarikku dari lamunan. âKeputusan menjauh murni maumu, bukan mauku.âAku bergeming. Mencoba berdamai dengan diri sendiri.Memang, tidak ada kata putus di antara aku dan Kak Vino. Keputusan untuk menjauh adalah keinginanku sendiri. Dibilang mantan juga bukan, dibilang masih pacaran juga enggak, dan sekarang ... semesta seolah-olah ingin kembali mempersatukan.Persiapan serba mendadak sudah selesai. Bakda salat Magrib; penghulu, wali, dan saksi sudah memenuhi ruang VVIP Lily ini. Mama, Luna, dan Ratu akan menjadi
Tidak ada kamar pengantin, yang ada hanya kamar rawat inap. Walaupun dilengkapi dengan fasilitas smart TV, bed penunggu, sofa, kulkas, mini bar, dan beberapa pelengkap lainnya, tetap saja ini rumah sakit. Kita di sini sebab ada yang sedang sakit dan butuh perawatan.Kini kami hanya berdua. Ayah dan ibu mertua menginap di rumah Papa. Sementara yang lain tentu saja pulang. Selain tidak diperbolehkan banyak penunggu, tentu saja ini juga keinginan pasien.âPengantin baru, kok, dijagain,â katanya.Yang lain mesem-mesem, aku hanya terdiam pura-pura sibuk. Ya, sibuk menetralkan irama jantung, karena kurasakan pipi sedikit panas. Mungkin juga sudah bersemu merah karena Mama malah menaik turunkan kedua alisnya seperti menggoda. Sementara dua sahabatku juga ikut-ikutan. Halah mbuh, Cah!âSelamat ya, Kal. Enggak nyangka, lho, buket bunga yang langsung aku kasih ke kamu harapannya bekerja dengan cepat,â ucap Ratu, sebelum berlalu digamit sang suami.âTahu gitu bunganya kamu kasih ke aku aja, Tu,â
Aku terdiam. Merasakan getaran hebat yang sulit diartikan. Jika dinding yang mengelilingi kami saat ini terbuat dari kaca, mungkin aku bisa melihat seperti apa merahnya wajah ini. Rasa-rasanya, aku telah kembali tertawan oleh pesonanya, persis seperti tujuh tahun yang lalu. Tanpa mengucap sepatah kata pun, segera aku berlalu menuju jendela dan menutup gorden.Benar kata Mas Vino, kerlap-kerlip bintang seolah-olah mengintai malu di balik gumpalan awan tipis di malam ini. Apakah mereka benar-benar cemburu? Ah, kenapa aku jadi terjebak kalimat puitisnya. Bibirku melengkung, kembali merasai hangat yang mendesir.Aku kembali hendak menuju bad penunggu di sebelah suamiku yang masih terduduk menyandar pada bantal.âSini, Sayang!â pintanya. Menepuk kasurnya sendiri.Aku menggeleng pelan. âDi sini aja, Mas. Enggak muat di situ.ââMuat, kok.â Ia menggeser sedikit tubuhnya.Aku langsung sigap. âBisa, Mas?ââBisa. Habis nyium pipi kamu aja aku udah ada sedikit kekuatan. Gimana kalau lebih?â godan