Share

Tertipu Duda Tampan
Tertipu Duda Tampan
Penulis: Nur Hayati

1. Test Pack

"Katakan, Yuliani! Siapa orang yang sudah merenggut mahkotamu? Merenggut kesucian yang selama ini dijaga dengan baik-baik?" cecar Mark. Wajahnya memerah karena amarah yang tidak bisa diredam. Puteri yang selama ini dibanggakan sudah mengecewakannya.

Yuliani tidak berani menjawab, bahkan sekedar mengangkat kepala juga enggan. Dia takut pada Mark karena menyadari semua adalah salahnya.

"Ayo jawab, Yuliani? Kenapa kamu diam saja! Siapa yang sudah menodai kamu? Hah?" hardik Mark.

Pria itu kehilangan kesabaran karena harus dipermalukan oleh puteri semata wayangnya. Mulai berteriak untuk menghilangkan pikiran yang mulai stres. Kemudian melempar vas bunga ke tembok. Yuliani kaget karena tidak pernah sang Ayah semarah itu padanya.

"Ayah, tenang. Kendalikan amarahnya," kata Dina lembut. Dari tadi sang Ibu hanya diam, tidak tahu harus berbicara apa. Wanita itu juga ikutan syok dengan apa yang menimpa keluarganya. Bagaimana tidak? Yuliani belum menikah, tapi sudah ditemukan test pack di dalam kamarnya yang menunjukkan hasil positif.

"Oke! Kalau kamu memang tidak mau memberitahu Ayah, bawa ke sini laki-laki itu!" seru Mark dengan wajah yang masih emosi.

Mark membanting pintu kamar Yuliani serta berlalu pergi. Dina terkejut, lalu melihat ke arah sang Anak yang masih duduk di sisi tempat tidur.

Dina mendekati Yuliani dan memeluknya dengan erat.

"Ceritakan pada Ibu, Yuliani? Siapa yang melakukannya?" tanya Dina mengangkat dagu sang Anak yang tengah menunduk.

Yuliani hanya bisa menangis sesenggukan sembari memeluk tubuh Dina, dia tidak tahu harus menceritakan semua dari mana. Dia sadar, semua terjadi karena tidak bisa menjaga diri sendiri dengan baik.

"Ibu akan tetap menunggu sampai kamu siap menceritakan semuanya, lebih baik kamu sekarang istirahat." Dina melepaskan pelukan, lalu menghapus air mata Yuliani yang sudah membasahi pipi.

Setelah dipastikan Yuliani lebih tenang, Dina sengaja meninggalkan sendiri di dalam kamar. Mendengar suara pintu ditutup, wanita yang hamil di luar nikah itu pun langsung mengambil handphone untuk menghubungi seseorang. Dia berkali-kali menekan tombol panggilan pada nomor yang sama, tapi tidak ada jawaban. Wanita cantik berpakaian piyama itu pun mengirimkan pesan ke nomor tersebut.

"Harusnya aku tidak teledor, menaruh benda itu di atas meja rias." Yuliani menggerutu seorang diri.

Andai saja dia tidak ke kamar mandi waktu Mark masuk ke kamarnya, mungkin benda tes kehamilan itu bisa disembunyikan. Namun, semua sudah terjadi. Yuliani tidak bisa menutupi lagi tentang kehamilan yang sudah seminggu ini ditutupi dari keluarganya. Sekarang, wanita itu cuma bisa meratapi semuanya sendiri.

Sedangkan di ruang keluarga, Mark terlihat tengah menonton televisi. Raganya memang berada di sana, tapi pikirannya melayang entah kemana. Dina menghampiri sang Suami dengan segelas kopi di nampan yang saat ini ada dalam genggamannya.

"Diminum dulu, Ayah." Dina menaruh secangkir kopi tersebut di atas meja, tepat di depan Mark.

"Apakah Ibu sudah tahu ini dari awal?" tanya Mark tanpa basa-basi.

Dina terdiam sejenak, lalu berkata, "Ibu baru tahu saat Ayah memarahi Yuliani di kamarnya."

Mark menghela napas panjang, lalu menghembuskan secara perlahan.

"Sudah kuduga, bagaimana mungkin Ibu tidak tahu? Sebagai seorang wanita, harusnya kamu tahu kalau dia sedang hamil. Paling tidak bisa dilihat dari perubahan sehari-hari," ujar Mark menahan amarah yang belum redam.

"Maafkan Ibu, Ayah. Akhir-akhir ini sibuk kerja, jadi tidak begitu memperhatikan Yuliani," dusta Dina agar Mark tidak semakin marah pada Yuliani.

Sudah lima hari ini Dina bertanya pada sang Anak, tapi Yuliani selalu menutupi. Ketika mual, wanita itu hanya mengatakan kalau sekedar masuk angin saja. Dina curiga, tapi berusaha menepis pikiran buruk tentang putri kesayangannya.

"Sebagai suami, aku kecewa padamu. Ngurus anak satu saja gak becus," kata Mark melirik tajam. Selama menikah, baru kali ini Mark berkata hal yang menyakitkan hati bagi Dina.

"Seharusnya Ayah tidak hanya menyalahkan aku saja. Kita sebagai kedua orang tua, wajib mengurus anak kita bersama-sama. Jangan hanya Ibu saja yang mengurusnya," keluh Dina. Ingin rasanya semua keluhan yang ada dalam hati ditumpahkan saat ini juga.

"Dimana-mana anak itu tergantung Ibunya, tugasku hanya mencari nafkah!" elak Mark tidak mau kalah.

"Bukan begitu konsepnya, Ayah. Ibu bekerja juga karena Ayah gak pernah mau jujur tentang penghasilan Ayah. Sedangkan kebutuhan dapur selalu saja kurang, makanya aku bantu mencari nafkah untuk keluarga ini. Jangan egois seperti ini!" pekik Dina dengan nada suara sedikit tinggi.

Mark mengembuskan napas secara kasar, lalu menyeduh kopi yang sudah disediakan sang Istri. Pikirannya benar-benar kacau sekarang, tidak tahu harus berbuat apa pada anak semata wayangnya itu.

"Aku tak pernah memintamu untuk bekerja, jelas semua kesalahan ada padamu. Kamu itu ibunya! Kamu yang punya kewajiban lebih besar menjaganya dari pada aku. Apakah Ibu tahu siapa yang melakukan semua ini pada kita?" tanya Mark dengan emosi yang masih sama.

Dina menggelengkan kepala, sebab Yuliani juga enggan untuk bercerita siapa yang sudah menodainya.

Mark semakin marah dengan jawaban yang diterima, lalu pria itu berdiri hendak berjalan ke kamar Yuliani.

"Ayah mau ke mana?" tanya Dina merasakan firasat yang tidak enak.

"Aku akan menanyakan sendiri pada Yuliani, siapa pria yang berani menodainya!" sahut Mark. Terlihat sekali dari raut wajahnya kalau emosi kembali dan tidak bisa ditahan lagi.

"Biarkan Ibu yang menanyakan padanya, Ayah." Dina berusaha untuk mencegah Mark pergi ke kamar Yuliani.

"Aku tadi sudah memberikan kesempatan padamu, tapi kamu tidak juga mengetahui pria itu! Mungkin, jika aku yang bertanya, dia akan memberitahu," kata Mark melangkahkan kaki. Tidak peduli dengan Dina yang berdiri di hadapannya.

"Yuliani sudah tidur, Ayah. Percuma juga Ayah ke kamarnya," kata Dina. Mungkin saja Mark tidak meneruskan langkah kaki. Akan tetapi, justru sang Suami semakin mempercepat jalannya.

Dina spontan menyusul Mark, tidak ingin sesuatu terjadi pada Yuliani. Kalau dilihat dari sorot mata pria itu, emosinya saat ini lebih menakutkan.

"Biarkan saja Yuliani istirahat, Ayah. Jangan ganggu dulu, nanti kita bicarakan lagi kalau pikirannya tenang," kata Dina menarik tangan Mark.

"Kali ini jangan halangi aku lagi, Bu. Sudah cukup, aku tidak ingin nama baik keluarga ini tercoreng hanya gara-gara dia. Aku tidak ingin orang lain tahu kalau dia hamil, sementara dia belum menikah. Aku harus tahu pria itu sekarang juga, mereka harus menikah sebelum perutnya semakin membesar!" hardik Mark dengan sorot mata memerah.

"Tenangkan dulu hatimu, Ayah. Biarkan Ibu yang tanya padanya. Ibu berjanji akan beritahu Ayah siapa orangnya." Dina bersikeras untuk menahan Mark agar tidak bertemu Yuliani.

Pria yang kini memakai kemeja warna hitam itu tidak bisa mengendalikan amarahnya. Dia melampiaskan pada Dina.

"Terserah Ibu saja, urus saja anak kesayanganmu itu!" hardik Mark setelah berhasil melayangkan tangan ke pipi sebelah kanan Dina.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status