/ Rumah Tangga / Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi / Bab 47. Malam yang Membara

공유

Bab 47. Malam yang Membara

last update 최신 업데이트: 2025-09-22 20:00:02

Suasana kafe mendadak berubah kaku. Semua mata pengunjung kini menatap ke arah meja tempat Dhimas, Alisya, dan Reza berdiri. Aroma kopi yang tadinya menenangkan, kini seolah tertutup oleh hawa panas yang keluar dari dada Dhimas.

“Mas, tolong… kita bisa bicara baik-baik,” suara Alisya lirih, tubuhnya bergetar.

“Baik-baik?” Dhimas menyipitkan mata, nadanya meninggi. “Kamu pikir ada cara baik-baik untuk mengkhianati suamimu sendiri?”

Reza mencondongkan tubuh, suaranya tenang tapi tegas. “Tidak ada yang dikhianati, Mas. Kami cuma bicara. Aku yang menghubungi Alisya duluan. Dia datang hanya karena ingin memastikan sesuatu, itu saja.”

Dhimas mendengus, menatapnya tajam. “Kamu pikir aku sebodoh itu? Aku tahu jenis tatapan pria seperti kamu. Jangan sok jadi malaikat di hadapanku!”

Alisya mencoba meraih lengan Dhimas, berharap bisa menenangkannya. “Mas, aku nggak bohong. Aku kaget wakt

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 53. Persiapan Keberangkatan

    Pagi itu udara kampus masih terasa sejuk. Langit biru terang membentang, dihiasi awan tipis yang bergerak pelan. Alisya melangkah masuk ke gedung administrasi dengan langkah mantap, meski dalam hati ada kegugupan yang tak bisa ia sembunyikan. Ia baru saja mendapat izin dari Dhimas untuk pergi ke Jakarta, dan kini saatnya menyampaikan keputusan itu kepada rektor.Di depan ruang rektor, ia sempat berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam sambil merapikan kerah bajunya. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena takut, tapi karena kesadaran bahwa keberangkatan ini akan mengubah ritme hidupnya untuk sementara waktu.Ia mengetuk pintu. “Masuk,” suara berat rektor terdengar dari dalam.Alisya membuka pintu pelan. Rektor, pria paruh baya dengan kacamata bulat, menoleh sambil tersenyum kecil. “Silakan duduk, Alisya. Jadi bagaimana keputusanmu?”Alisya duduk, merapatkan tangannya di pangkuan. “Pak, saya sudah berbicara dengan suami saya. Beliau setuju k

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 52. Tugas Khusus

    Pagi telah tiba, Alisya bangun dengan tubuh masih lemah. Kepalanya berat, matanya sembab karena terlalu banyak menangis semalam. Namun ia tetap memaksa diri untuk bersiap. Rasa letih bukan alasan untuk bolos kerja—apalagi kampus sedang padat kegiatan.Dengan langkah pelan, ia menyiapkan diri. Tanpa banyak bicara, ia sarapan seadanya, lalu berangkat ke kampus. Di sepanjang jalan, pikirannya kacau. Rasa takut, sakit hati, dan lelah bercampur jadi satu. Namun ia tetap berusaha tersenyum ketika memasuki area kampus, menyapa rekan-rekan kerjanya seperti biasa.Belum lama ia duduk di meja kerja, seorang staf mengetuk mejanya.“Bu Alisya, Pak Rektor minta Ibu ke ruangannya sekarang.”Alisya terkejut, jantungnya berdetak lebih cepat. “Sekarang juga?”“Iya, Bu. Katanya ada hal penting.”Alisya mengangguk, merapikan map di mejanya, lalu berjalan menuju ruang rektor.Di dalam ruangan, suasana terasa formal

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 51. Pingsan

    Kadang tubuh lebih jujur daripada hati, ia roboh ketika beban sudah terlalu berat untuk ditahan.Alisya membuka pintu rumah perlahan. Aroma masakan tercium samar dari dapur, bercampur dengan suara tawa renyah yang menusuk telinga. Dadanya berdegup kencang, tangannya dingin.Di ruang tamu, pemandangan yang langsung membuat perutnya mual terpampang nyata.Susi duduk di sofa, mengenakan celana pendek sepaha yang memperlihatkan kulit mulusnya, dipadukan dengan baju crop ketat yang mengekspos pusarnya. Rambutnya tergerai rapi, wajahnya penuh make-up segar. Ia tertawa lepas, matanya menatap Dhimas dengan penuh percaya diri.Dhimas, yang masih mengenakan kaos cokelat, ikut tertawa kecil, duduk di sebelahnya. Posisi mereka terlalu dekat, terlalu nyaman, seolah rumah itu bukan rumah Alisya lagi.Alisya berdiri terpaku di ambang pintu, matanya panas, jantungnya mencelos. Dunia seperti berputar.“Sya… kamu udah pulang?” suar

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 50. Melihat Dengan Mata Kepala

    Kadang kenyataan paling pahit justru hadir di saat kita berusaha menenangkan hati.Pagi itu, setelah pertengkaran yang membuat dadanya sesak, Alisya menarik napas panjang dan beranjak dari meja makan. Ia menyiapkan tas kerja, mengenakan kemeja rapi dengan rok hitam sederhana. Wajahnya dipoles tipis dengan bedak dan lipstik natural. Cermin di kamarnya memperlihatkan senyum samar—senyum yang ia paksa muncul, bukan untuk dirinya, melainkan agar orang-orang di kampus tidak melihat betapa rapuh ia sebenarnya.Setelah berpamitan seadanya, Alisya berangkat ke kampus. Jalanan yang ramai seolah menjadi pelarian singkat dari tekanan rumah. Motor ojek online yang ia tumpangi melaju menembus keramaian kota. Udara panas bercampur debu tak ia pedulikan; pikirannya sibuk menyusun kekuatan untuk bertahan.Di kantor administrasi universitas, Alisya disambut tumpukan berkas-berkas yang menunggu untuk di input. Rekan-rekannya sudah terbiasa melihatnya cekatan dengan

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 49. Di Bandingkan Lagi

    Pagi yang tampak biasa seringkali menyimpan luka yang tak terlihat.Matahari baru saja naik ketika aroma bawang goreng dan tumisan sayur memenuhi dapur. Alisya berdiri di dekat kompor, mengenakan daster sederhana. Matanya masih sembab, namun ia berusaha menutupi jejak semalam dengan senyum kecil. Tangannya lincah menyiapkan nasi goreng kesukaan Dhimas, sambil sesekali melirik ke pintu, berharap pagi ini tidak ada keributan lagi.Suara langkah kaki terdengar dari arah kamar. Dhimas muncul dengan seragam polisinya yang rapi, wajahnya datar. Ia tidak menyapa, hanya mengambil koran di meja. Sesaat kemudian, suara ibu mertua, Bu Ratna, ikut mengisi ruangan.“Lama amat sarapannya, Sya!” serunya tajam, membuat Alisya tersentak.Alisya buru-buru membawa piring ke meja makan. “Ini Bu, sebentar lagi siap.”Tak lama, Susi juga keluar dari kamar tamu, dengan rambut panjangnya tergerai indah, memakai blus ketat yang menonjolkan

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 48. Malam yang Membeku

    Rumah terasa lebih sunyi dari biasanya ketika Dhimas dan Alisya akhirnya tiba. Pintu ditutup dengan sedikit bunyi bantingan keras, membuat Alisya tersentak. Ia mengikuti Dhimas masuk, langkahnya pelan, kepalanya menunduk.Ruang tamu temaram hanya diterangi lampu sudut, bayangan perabot memanjang di dinding. Dhimas melepas jaketnya, meletakkannya di kursi tanpa peduli. Alisya berdiri di belakang, tangannya meremas ujung dressnya, mencoba menenangkan detak jantung yang masih berdebar.“Mas…” suaranya pelan, hampir berbisik. “Aku bisa jelasin…”Dhimas berbalik cepat, tatapannya tajam. “Jelasin apa? Kamu pikir aku butuh penjelasan manis kamu? Aku lihat sendiri, Sya. Kamu diem aja, kayak menikmati perhatian orang lain.”Air mata kembali menggenang di mata Alisya. Ia menggeleng pelan. “Bukan begitu. Aku kaget, Mas. Aku nggak tahu kalau Reza bakal datang, apalagi ngomong kayak tadi. Aku… aku nggak pe

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status