Share

Bab 4

Author: Bun say
last update Last Updated: 2022-04-19 10:04:11

Bab 4

Aku mengangguk pada Ibu dan kupersilahkan semuanya masuk ke dalam.

Semuanya kini duduk di sofa ruang tamu. Mas Agung yang duduk selalu berdekatan dengan Zahra tak memperdulikanku yang terus menatap benci padanya. Setelah hening beberapa saat, Pak Rt yang masih kerabat Ibu memulai pembicaraan.

"Bagaimana, bisa kita mulai sekarang?" katanya membuka suara. Aku mengangguk begitu juga yang lain.

"Indi, apa kabar, Nak?" Ayah Mertua menyapa dengan wajah teduhnya.  Sepertinya khawatir mungkin, aku tidak tahu. Yang jelas beliau memang selalu baik padaku.

"Baik, Yah. Alhamdulillah." 

"Syukurlah …!" Kulihat lelaki itu menarik nafas panjang.

"Jadi apa yang membawa kalian semua kesini? Aku banyak pekerjaan dan tak bisa mengobrol lama-lama" tanyaku langsung. Enek rasanya jika terus melihat Mas Agung yang duduk bersama wanita bernama Zahra itu.

"Baiklah, Nak Indira, langsung saja. Saya sebagai Rt dan juga perwakilan keluarga besar Bapak Ali, yaitu mertua Nak Indira sendiri. Ingin membicarakan sekaligus mendamaikan masalah  dan juga bagaimana dengan hubungan kalian kedepannya. Maksud saya, Agung, Zahra dan Nak Indira sendiri sebagai istri pertama Agung." Pak Rt menghela nafas panjang, menjeda kalimatnya,  kemudian berbicara lagi.

"Jadi saya mau tanya, Nak Indira maunya apa dan bagaimana. Karena tidak mungkin jika kita terus-terusan larut dalam masalah. Sementara tidak ada kejelasan disini. Semuanya harus diselesaikan segera. Bagaimana dengan keinginan Nak Indira sendiri? Silahkan menjawab." 

Aku menatap tajam Mas Agung, yang sejak tadi tak mengalihkan pandangan pada Zahra. Hanya sesekali menatapku dengan perasaan entah. Percayalah Mas rasa benci itu kian mengakar padamu.

"Saya tidak akan memperpanjang masalah ini. Karena saya  mau berpisah dengan Mas Agung!" jawabku jelas tanpa basa-basi. Yang langsung membuat Mas Agung menoleh cepat.

"Nak." Ibu bersuara lirih, "pikirkan dulu, kasihan Adi.''

"Maaf, Bu, aku tidak mau dimadu dan aku tidak terima jika Mas Agung menikahi perempuan itu tanpa seizinku."

"Indi! Bukankah sudah kubilang alasannya, kenapa kamu tidak mengerti, hah?" Mas Agung berkata dengan raut wajah merah sambil mengacak rambut kasar.  Dasar egois kamu Mas.

"Maaf, Mas, Bu. Keputusanku sudah bulat. Tolong kabulkan keinginanku dan jangan dipersulit.  Aku mau kita bercerai sekarang." Aku sama sekali tidak menyesali keputusanku, karena bagiku keputusan yang kuambil sudah benar menurut pemikiranku. Biarkan aku yang mengalah daripada berbagi menyakitkan. Lagipula aku sudah siap dan tidak takut andai aku menjadi janda nantinya.

"Tidak, Indi, Aku takkan menceraikanmu!" Mas Agung bersuara lantang. Aku mendelik menatap tajam ke arahnya. Kenapa dia berubah kasar. Bukankah dia sudah tahu, dari dulu aku tidak akan pernah mau dimadu.

"Aku tidak peduli, Mas. Ceraikan aku sekarang juga?!" jawabku dengan menekankan kata cerai. Bagiku berpisah lebih baik daripada berbagi makan hati.

"Tidak akan pernah!!"

"Aku mohon!!"

"Tidak sampai kapanpun!!" ujarnya lagi berapi-api membuatku emosi saja. Apa mau lelaki itu sebenarnya.

"Kalau begitu tinggalkan dia!!" telunjukku mengarah pada Zahra. Membuat wanita itu nampak kaget.

"Mas." Zahra ikut campur sambil berdiri dan menahan tangan Mas Agung yang mengepal. 

"Biarkan Mbak Indira dengan keinginannya." Zahra bicara seolah dirinya korban. Dia menatap benci padaku, tapi kutahu dalam hatinya pasti bahagia.

"Zahra! jangan lancang kamu!" Wajahnya memerah seperti menahan amarah. Kamu memang keras kepala, Mas. Kenapa kamu tidak mau melepaskanku. Bukankah sudah ada Zahra disisimu.

"Mas jahat!" wanita itu duduk kembali dan tidak berkata-kata lagi. Kita lihat Mas, siapa yang akan kamu pilih.

"Nak, berikan pilihan lain, selain kata cerai. Tidakkah kamu kasihan pada Adi dan tidak ada salahnya jika kamu mencoba untuk menerima Zahra sebagai adik madumu." Kali ini Ayah Mertua  yang bicara. Beliau memang baik dan selalu bijaksana. Namun bagaimana aku bisa menerima perempuan itu, bahkan dalam mimpi pun aku tidak sudi untuk di madu. Biarlah Adi bahagia bersamaku meski tanpa Mas Agung.

"Maaf, Yah. Indi tak sudi berbagi suami. Apapun alasannya," jawabku lemah.

"Cobalah dulu, Nak Indi. Berikan kesempatan suamimu untuk berusaha berbagi dan berbuat adil dengan kalian berdua," ucap Pak Rt meyakinkan.

 "Itu benar, Indi." Ibu dan Ayah Mertua ikut menimpali membuatku tidak bisa berkata-kata lagi.

"Tapi, Bu, Yah." 

"Ayah percaya padamu, Indi." Aku tidak bisa berkata lagi karena tak mungkin melawan ucapan Ayah Mertua. Meskipun sebenarnya aku memang sudah tidak sudi bersama dengan Mas Agung, suamiku. Tapi kenapa seakan mulutku tak bisa berkata lagi. Hingga akhirnya aku memilih diam dengan kepala pening. Sedangkan Mas Agung terlihat senang dengan menarik nafas panjang.

*****

Tiga hari bersamaku dan empat hari bersama Zahra, dengan alasan wanita itu tengah hamil muda. Itulah keputusan yang mereka diskusikan tadi. Aku tidak ikut menanggapi karena merasa semua percuma saja. Toh, aku tidak diberikan pilihan untuk menolak dan memberikan pendapatku..

"Aku akan kembali setelah mengantar Zahra dan keluarga yang lain pulang." Pamit Mas Agung tadi sebelum aku beranjak ke kamar. Namun hanya kubalas dengan anggukan.

 Dan hingga sore ini, sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya.

Hingga malam tiba, bahkan pagi menjelang, sama sekali tidak kelihatan batang hidung Mas Agung. Sepertinya berat buat lelaki itu untuk meninggalkan Zahra yang memang lebih segala-galanya dariku. Aku memang kalah usia, penampilan, gaya rambut bahkan sampai cara bicara pun aku kalah jauh di belakangnya. Pantas saja jika Mas Agung lebih mengutamakan Zahra, istri mudanya.

"Bu, kok bengong begitu, sih." Adi yang tengah sarapan melirik tak suka padaku.  Membuatku tersadar dari lamunan.

"Eh, enggak, kok. Ibu hanya sedang berpikir tentang belanjaan."  Aku terpaksa tersenyum, meski hati sebenarnya merasa tidak menentu.

"Ibu nggak usah bohong, deh. Adi tahu Ibu lagi mikirin ayah kan?" Anak itu, meski masih SD tapi seakan tahu banyak tentang isi hatiku. Aku memang bercerita pada Adi tadi malam bahwa ayahnya akan pulang, dan aku berkata padanya agar dia tidak bersikap dingin pada Mas Agung. Namun nyatanya kini, bahkan hidungnya pun tak kelihatan.

"Adi, kamu nggak usah peduliin Ibu, kamu fokus aja pada sekolahmu, ya?" Aku mengusap lembut kepalanya yang sedikit basah, bekas mandi tadi.

"Bu, Adi mau tinggal berdua sama Ibu, tanpa ayah."

 Deg! Aku terpaku dengan permintaanya. Sekaligus tak mengerti kenapa dia sampai meminta hal itu.

"Kenapa tiba-tiba, Di?"

"Aku mau bahagia sama Ibu, aku nggak mau lihat ayah, Bu."

"Iya, sayang. Kita pasti akan bahagia." Aku mengecup kepalanya lembut. Sepertinya Adi menyimpan kebencian terhadap Mas Agung.

*****

"Indira … dimana kamu?"  Teriak Mas Agung dari ruang tamu. Aku yang baru selesai sholat dhuha segera menghampirinya.

"Ada apa, Mas?" tanyaku langsung.

"Kok malah tanya, kalau suami pulang itu sambut dong, biasanya juga kan begitu. Lupa kamu?" sungut Mas Agung terlihat sedikit kesal.

"Maaf Mas, aku sudah tak berhasrat lagi menyambutmu. Bukankah sudah ada Zahra yang siap menyambut dan membawamu ke pelukannnya?"

 "Disini kan tak ada Zahra, gimana sih kamu?"

"Kalau begitu, balik lagi sana dan temui Zahra!"

"Apa kamu tak suka aku pulang ke sini, Indi?"

"Ya, jika kamu ingin pergi lagi, silahkan!"

"Kamu itu ya, tiap aku datang kesini selalu saja mengajak bertengkar. Membuatku nggak betah tinggal di rumah." Mas Agung terlihat kesal. Dia mengacak rambutnya kasar lalu menyandarkan kepalanya di sofa.

"Buatkan aku kopi," suruhnya, dengan mata yang masih memandang atap ruang tamu.

"Aku?"

"Apa untuk sekedar kopi saja aku harus marah lagi, Indi?" Aku berlalu segera ke arah dapur. Malas rasanya harus mendengar kata-katanya yang sudah jauh berubah dari Mas Agung yang dulu.

*****

Aku sudah menyiapkan makan siang. Sengaja membuat lauk lebih karena ada Mas Agung. Opor ayam dan perkedel adalah makanan favorit Mas Agung dan Adi. Mas Agung sendiri tengah tidur di kamar.  Dia sempat mengajakku untuk menemaninya tadi. Namun tentu saja aku tolak, dengan alasan harus masak makan siang.

Tak lama kemudian, Mas Agung tergopoh keluar dari kamar, dengan ponsel masih menempel di telinga.

"Ada apa lagi, Mas? Aku yang heran mendekat dan menghampirinya.

"Indira,  sepertinya aku harus pergi. Ada sedikit masalah dengan Zahra. Mungkin Mas akan-" ucapnya ragu. Namun segera ku potong.

"Pergilah, Mas. Temani istrimu. Harusnya memang kamu tak kembali kesini!!"

"Indira, aku mohon mengertilah!" Mas Agung meraih tanganku. Aku membiarkannya, ingin tahu apakah masih ada perhatian disana.

"Aku tidak memberatkanmu, Mas. Bukankah sudah kubilang kemarin, bahwa aku lebih memilih bercerai denganmu daripada harus menjadi duri untukmu dan Zahra."

"Aku tak bisa Indi, tolong jangan katakan kata itu lagi, please. Ijinkan Mas untuk memiliki kalian."

"Tapi kamu tak bisa adil kan, Mas. Jawab?" mataku mulai berkaca-kaca. Apakah masih ada rasa cinta dan perhatianmu disana Mas. Dan ternyata aku tahu jawabannya.

"Pergilah!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Izha Effendi
alah,kau sama aja kok indi..uda tw laki2 tu gatal,msih juga di perthankan...mati je lh makan hati kau..dasar wanita lemah,sama kayak istri2 indosiar
goodnovel comment avatar
Nurli Eriza
sudah tahu laki2 brengsek spt itu, madih nahan jg. padahal bisa ngidupin anak. laki y nggak bertanggung jawab. heran lihat perempuan sekarang terlalu byk pertimbangan. klu sdh sakut ngapain bertahan. pqhala nggak dapat, y dpat sakit.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 101

    Bab 101Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, keadaanku mulai sedikit membaik. Rasa nyeri di punggung tidak terlalu terasa sekarang. Meskipun masih tidak bisa bergerak bebas. Tapi karena perawatan yang maksimal, aku pun cepat pulih.Yuda juga semakin perhatian padaku. Pria itu setiap waktu selalu datang dan menjalankan kewajibannya. Pagi-pagi Yuda akan pulang ke rumah untuk mengurus anakku, siangnya mengurus pekerjaan hingga sore, dan malamnya dia akan menemani sambil bercerita tentang kesehariannya dalam mengurus bisnis kuliner miliknya, serta mengecek toko kue milikku. Sikapnya yang periang dan suka bercanda mampu membuatku tersenyum tiap waktu. Yuda juga kerap kali menceritakan apa saja kejadian yang lucu. Aku selalu tersenyum saat melihat kebahagiaan terpancar dari matanya. Rasa benci dan sakit hati yang sebelumnya hadir, sirna begitu saja, setelah mendengar pengakuan dan penjelasannya. Pria itu, benar-benar tidak bersalah dan dia sudah mengatakan semuanya. Dan aku per

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 100

    Bab 100Mini POV YudaKutatap layar ponsel yang terus-terusan menyala. Panggilan dan pesan terus masuk beruntun dari orang yang sama. Yanti.Entah harus dengan cara apalagi aku menghindari dan menjauhkan dia dari kehidupan kami. Langkahnya yang bersih tanpa jejak membuat pihak kepolisian kesulitan untuk menangkapnya. Kalaupun dia berhasil ditangkap, entah bagaimana caranya hingga wanita itu bisa berkeliaran dengan bebas di luar sana. Meski kuduga ada pihak dalam yang ikut serta membantunya kepergiannya. Bukan hanya saat di lapas, bahkan saat di rumah sakit saja dia bisa melarikan diri entah bagaimana caranya.Saat itu memang kebodohanku, yang mau saja bicara berdua dengannya. Setelah ayah dan ibunya terus meminta untuk datang ke rumah sakit. "Lepaskan Indira, Yuda. Ayo kita menikah. Aku akan menjadi wanita yang baik, dan akan kupastikan kamu lebih bahagia bersamaku.""Kau sudah gila. Sekian lama aku menunggunya dan sekarang hampir kudapatkan, jadi mana mungkin aku akan melepaskannya

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 99

    Bab 99Aku tertegun di tempatku. Tak menyangka dengan pesan yang kubaca barusan. Apakah Yanti sengaja melakukannya atau dia hanya menakut-nakutiku, karena dia masih belum rela jika Yuda sudah menikah denganku. Tapi jika dipikir-pikir, bukankah beberapa saat lalu pria yang sudah menjadi suamiku itu juga tengah berkirim pesan dengannya. Aneh."Apa yang kamu lihat?" Yuda mendekat dan mengambil alih ponselku. Keningnya langsung berkerut dan terlihat kesal setelah ikut membaca pesan yang masuk dari Yanti. Dari sini saja bisa kulihat jika pria itu ikut marah padanya."Kamu tidak mungkin percaya dengan apa yang dikatakan wanita itu, bukan?" ujarnya dengan wajah sendu. Sepasang manik coklat gelap itu memindai wajahku dengan seksama. Aku memilih duduk menyamping di tempat tidur sambil menunduk."Ayolah, Mbak. Jangan pernah percaya pada kata-kata yang belum jelas kebenarannya!" "Hari ini aku lelah sekali. Bisa tolong matikan lampunya?" ujarku sambil membelakanginya dan menutupi seluruh tubuhk

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 98

    Bab 98Akhirnya resepsi itu selesai juga, ketika waktu menunjukkan hampir tengah malam. Para undangan yang datang paling akhir didominasi oleh rekan satu profesi dan juga teman-teman Yuda. Dan mereka tampak mengobrol lama sekali.Adi, ibu dan keluarga yang lainnya sudah pulang tepat pukul sembilan malam tadi, mengingat putraku itu sudah merasa mengantuk dan tidak mau tinggal, meskipun Yuda mengatakan tidak masalah jika Adi ingin menginap di kamar yang sama dengan kami. Tapi tentu saja ibu dan yang lainnya melarang. Bahkan sebelumnya mereka semua menggodaku, dengan alasan tidak ingin diganggu, padahal itu tidak benar sama sekali. Lagipula pernikahan ini bukan karena mengejar nafsu yang itu.Aku terlebih dahulu masuk ke dalam kamar yang telah disiapkan sebelumnya. Ruangan ini sudah dipenuhi dengan hiasan serta taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur juga dua handuk yang dibentuk seperti angsa dengan posisi saling menghadap. Aku menghela nafas berat, membayangkan apa yang terja

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 97

    Bab 97Yuda tampak gagah saat berdiri bersisian di sampingku dengan wajah bahagianya. Sesekali pria itu melirik ke arahku, tapi tetap kuabaikan. Meski aku tersenyum di depan para tamu, nyatanya ketika melihat sosok pria yang sekarang telah menjadi pendamping hidupku ini, hatiku kembali tersayat pedih.Bayangan bibir merahnya beradu dengan bibir Yanti waktu itu, terus membayang di pelupuk mata."Sepertinya kamu masih nggak percaya padaku, Indi." Pria itu berbisik tepat di telinga. Aku mengerjap sadar kala Yuda mengangsurkan air mineral. Kali ini dia tidak memanggil dengan sambutan 'Mbak' lagi. Mungkin karena sekarang aku telah resmi menjadi istri sah-nya.Meski sebenarnya hari ini tidak bisa kubayangkan. Betapa aku telah menikahi dengan seorang pria yang sebelumnya telah melakukan perbuatan yang menurutku sangat menjijikan itu dengan mantan adik iparku sendiri.Aku mengacuhkan perkataannya, saat para tamu undangan kembali mendekat ke arah kami. Memberi doa restu, sekaligus memberi sel

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 96

    Bab 96Akhirnya sampai pada di hari H. Pernikahan itu tetap digelar karena tak mungkin membatalkannya begitu saja. Mengingat undangan sudah dicetak, catering dan gedung serta pakaian khusus sudah dipersiapkan dengan baik. Maka atas permintaan keluarga besar Yuda dan Bu Dewi sendiri, mereka sengaja datang ke rumah untuk membujukku untuk melakukan kesepakatan."Aku setuju, tapi kumohon agar tidak bertemu dengan Yuda sampai hari H. Bahkan aku tak mau melihatnya di sekitar rumah dan tempat kerjaku. Aku perlu waktu untuk menata hatiku, walau bagaimanapun aku tidak siap bahkan untuk mendengar penjelasan serta permintaan maaf darinya," ucapku waktu itu pada mereka. Kulihat perubahan di wajah Bu Dewi yang sedikit terkejut. Mungkin tidak menyangka dengan permintaanku yang di luar nalar itu. Bagaimana mungkin aku akan menikahi pria itu, namun tidak ingin melihatnya sampai waktu yang ditentukan tiba.Bu Dewi mengangguk dan mencoba untuk memahami permintaanku."Aku tahu, mungkin kamu berat untu

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 95

    Bab 95Aku terus berlari melewati lorong demi lorong di rumah sakit yang bertingkat ini. Rasanya terasa sangat jauh sekali bahkan untuk sekedar ingin cepat sampai dan menginjakkan kaki ke lantai bawah. Sengaja aku tidak masuk ke dalam lift karena posisinya tertutup. Pasti akan sangat lama menunggu. Dan aku tak ingin berlama-lama di tempat itu, mengingat Yuda terus menyusul di belakang dengan suaranya yang membuatku tidak tahan.Aku tidak menyesali perbuatannya bersama dengan Yanti. Hanya saja kenapa aku mesti melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Adegan itu terlihat sangat menyakitkan. Bayang-bayang Mas Agung dan Zahra berkelebatan di pelupuk mata, ketika mereka berdua melakukan hal yang sama, persis di depan mataku. Saat aku melihat keburukannya di rumah ibu mertua, waktu pertama kali aku bertemu dengan pasangan selingkuh itu.Ya Tuhan, kenapa aku harus melihat adegan panas mereka berdua sekarang, tepat ketika pernikahanku bersama dengan Yuda sudah di depan mata."Mbak, tunggu Mb

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 94

    Bab 94Masuk ke salah satu rumah sakit terbesar di tempat ini. Aku mengikuti jejak langkah Yuda yang berjalan di depanku, menuju ke sebuah tempat informasi pasien. Setelah mendapat petunjuk, kami langsung melewati lorong dan naik beberapa lantai ke atas."Kamu yakin masih mau ikut?" Aku mengangguk siap. Butuh sedikit usaha tadi, agar Yuda mau membawaku ke tempat ini."Jangan cemburu jika nanti wanita itu mengatakan apa-apa padaku, ya. Karena aku sudah mengingatkanmu.""Sebagai calon istrimu, aku harus menjaga calon suamiku dengan baik. Aku nggak bisa janji. Jika nanti Yanti berbuat macam-macam padamu, tentu saja aku akan membalasnya. Aku tidak akan memperdulikan meskipun dia mantan adik iparku, karena dia pun sudah mencoba menyakitiku berulang kali. Dan kali ini, aku tidak bisa membiarkannya lagi!"Yuda mengusap kepalaku sambil tersenyum simpul. "Kamu harus banyak bersabar dan menahan amarahmu, jika tidak, maka bukannya tenang malah Yanti akan semakin dendam kepadamu.""Dan dia sudah

  • Terungkapnya Kebiasaan Buruk Suamiku   Bab 93

    Bab 93[Mbak, kamu harus hati-hati karena Yanti bunuh diri di penjara dengan cara mengiris urat nadinya. Perempuan itu berada di rumah sakit sekarang. Dan bukan tidak mungkin dia akan kabur mengingat dia memiliki seseorang yang selalu mendukung rencana jahatnya.]Kutatap pesan dari Zahra barusan dengan mata mengerjap tak percaya. Wanita sekasar dan seegois Yanti berani melakukan tindakan bunuh diri. Benar-benar tidak dapat kupercaya.Pesan itu langsung aku kirimkan kepada Yuda yang seketika berubah menjadi centang biru, tanda pria itu telah membuka pesanku. Tak lama kemudian, terlihat ketikan di layar paling atas, dan seketika menampilkan pesan balasan darinya.[Kalau begitu kamu harus berhati-hati, Mbak. Jangan bepergian kemanapun tanpa seizinku. Jika pun ada kepentingan mendesak, atau kamu harus pergi ke toko, maka aku sendiri yang akan mengantarmu.] Aku tersenyum tenang. Cukup lega mendengar sarannya. Pria itu memang sangat bertanggung jawab dan sepenuh hati memperhatikanku.Kusim

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status