Share

Kehidupan baru

Sementara itu, di sebuah mansion megah, seorang pria tua duduk di kursi roda, menatap bingkai foto dihadapannya dengan tatapan kosong. Ia kehilangan cucu kesayangannya. Sudah 4 hari sejak anak itu kabur dari rumah, dia sangat merasa sedih. Hanya cucunya itu yang bisa membuatnya tertawa lepas.


"Gimana? Kamu sudah dapat kabar soal Jevran?" tanya pria tua itu kepada anak buah suruhannya.


"Belum, Pak Wilan. Kami tidak bisa melacaknya karena nomor Tuan Jevran sudah tidak aktif."


Wilan menatap mereka dengan tatapan tajam. Dasar tidak berguna! "Kalian itu gimana kerjanya?! Saya suruh kalian cari Jevran aja tidak bisa?"


Orang-orang itu menunduk. "Maaf, Pak. Kami cuma dapat informasi, kalau tuan Jevran sempat mengambil uang di ATM beberapa hari lalu di ATM kota ini. Sekarang kartu kreditnya juga sudah mati."


"Saya gak mau tau, cari cucu saya sampai ketemu!"


"Baik, pak."


Mereka sedikit membungkuk dan pergi untuk mencari informasi lebih. Wilan yang dikenal orang memiliki hati yang keras, hanya akan bersikap berbeda pada cucu kesayangannya, Jevran. Bahkan anak-anaknya saja tak mampu membuat Wilan nyaman berbicara dengannya. Di otak mereka hanya pekerjaan dan uang. Jika Jevran, anak itu memang manja namun pemikirannya luas.


Jika dipikir lagi, kaburnya Jevran dari rumah juga kesalahan dari anak dan menantunya Wilan. Mereka memaksakan perjodohan Jevran seolah mereka yang akan menjalani itu semua.


"Haris, Nilam, kalian keterlaluan!"

****

"Ah, nasib banget begini."


Jevran berjalan ke luar rumah untuk membuang sampah. Ia tadinya berniat untuk membuat masakan sendiri dengan melihat tutorial di internet, namun hasilnya gagal total. Dapurnya malah berantakan dan dia harus membereskannya sendiri. Hanya ada telur yang bisa dimakannya meski itu gosong sedikit. Jevran tak bisa memesan makanan online karena itu akan membuatnya boros. Dia tidak bisa menggunakan uang di ATM karena kartu kreditnya sudah ia blokir sendiri. Pasti sangat mudah untuk orang rumah melacak keberadaannya.


"Kamu ngapain?"


Jevran hampir terloncat ketika berbalik melihat Naura yang berdiri di depannya. Kenapa gadis ini ada dimana-mana?


"Habis buang sampah," kata Jevran mengusap tengkuknya canggung.



"Kamu mau ke mana?" lanjut pria itu melihat Naura yang terlihat rapih menggunakan celana cargo dengan kaus oversize yang menutupi tubuh rampingnya. Menarik, tidak seperti kebanyakan perempuan yang diteumi Jevran. Biasanya mereka berpenampilan anggun, menggunakan dres atau pakaian berbau feminim lainnya. Naura berbeda. Dia seolah melakukan apa yang dia inginkan.



"Mau jalan sama temen-temenku. Mau ikut? Aku sih boleh-boleh aja. Kamu kan juga baru di sini, biar aku kenalin daerah sini gitu."


"Boleh?" tanya Jevran ragu-ragu. Ya kalau itu Naura yang mengajak, dia sih mau-mau saja.



Naura mengangguk. Tepat sekali mobil temannya datang. Ia menarik tangan Jevran menemui mobil putih yang terparkir di halaman rumahnya. "Itu temen-temenku datang."


Dari dalam mobil keluar dua orang teman Naura. Satu perempuan dan satu laki-laki yang Jevran yakin tengah menatapnya tak suka. Entah karena apa, mungkin sebab Jevran berdekatan dengan Naura. Jevran tak memperdulikannya.



"Udah siap?" tanya perempuan yang mengenakan dress selutut kepada Naura.



"Udah dong."



"Itu siapa?" Kini laki-laki di sebelahnya yang bertanya.



"Oh iya, ini Joko. Tetangga baru aku. Dia datang dari kampung buat merantau di sini. Terus, Jok, mereka ini temen aku. Dia namanya Sisil, kalau yang ini Arga."



Pria bernama Arga itu memutar bola matanya malas. "Ck! Ya udah! Ayo, kita berangkat."



"Sebentar, Joko boleh ikut, kan?"



"Kamu yakin? Mending gak usah deh, Nau," kata Sisil menilai penampilan Jevran. Masa iya mereka membawa si culun ini jalan-jalan?



"Sisil bener. Kamu juga kan baru kenal sama dia. Emang kamu tau dia orangnya gimana? Penampilan dia aja aneh gini. " Arga ikut menambahkan.



Sialan! Jevran mengumpat dalam hati. Mau membalas perkataan mereka tapi tidak mungkin juga. Jevran membenarkan posisi kacama bulatnya sebelum menatap Naura dengan senyum tipis. "Kayaknya aku gak usah ikut aja."



"Loh, kok begitu?" Naura menekuk bibirnya kesal. "Kalian gak kasian sama dia? Joko belum tau daerah sini. Apa salahnya sih kita ajak dia jalan-jalan supaya tau?"



Sisil menyikut Arga seolah meminta pendapat nya. Sebenarnya mereka kurang suka dengan pria berkacamata itu. Apalagi Arga, dia kan memang menyimpan perasaan kepada Naura. Mau tak mau Arga mengiyakan. Daripada Naura ngambek dan tak jadi pergi.



"Iya deh, boleh," putusnya yang terdengar seperti tidak ikhlas. Jevran mencoba menahan senyumnya.



"Kalau gitu kamu ganti baju dulu. Nanti kita tunggu di sini," kata Naura. Gadis itu masuk ke dalam mobil bersama Sisil. Di luar sana Jevran berniat ke rumahnya untuk berganti pakaian namun dicegat oleh Arga.



"Denger ya cupu! Jangan deket-deket sama Naura!" bisik Arga.



Jevran menggeleng seolah takut. Ia langsung berlari sebelum mendengar pria di hadapannya mengancam lebih. Setelah cukup jauh Jevran melepas kacamatanya.

Ia tersenyum miring mendengar ucapan pria barusan. 
'Enak aja Lo ngatur hidup gue.'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status