Share

Dua Tahun Lalu

Nana masih termenung menatap smartphone-nya yang tergeletak di atas meja. Kopinya yang sudah mulai mendingin dan kue tiramisu yang sudah tidak lagi menggugah selera makannya, tak disentuhnya lagi. Lapar yang tadi sempat melilit perutnya kini menguap entah kemana.

Nana teringat saat pertama berkenalan dengan Erick. Pria yang dikenalnya dalam salah satu game online yang digemarinya. Pria yang kerap menggodanya dan membuatnya terbuai dalam sebuah angan yang membuatnya melayang, meski hanya di dunia maya saja.

Erick awalnya hanyalah teman diskusi yang menyenangkan. Dengan kepandaiannya dan wawasannya yang luas, dia tidak hanya menjadi teman berbincang seputaran game saja, namun juga dalam banyak hal.

@Erick

[Nana]

[Sudah menikah?]

Pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkannya setelah mereka asyik berdiskusi tips dan trik game serta ngobrol-ngobrol ringan saja. Awalnya Nana enggan untuk membalasnya. Berbicara mengenai statusnya kerap membuat dirinya merasa canggung.

Selama berkelana di dunia maya, Nana enggan mengumbar kehidupan pribadinya seperti status, pekerjaan ataupun usianya. Baginya itu bukanlah hal-hal yang dapat dijadikan sebagai konsumsi publik.

@Nana

[Pernah]

[Sekarang sendiri lagi]

Meski ragu, Nana kali ini menjawab pertanyaan seputar statusnya dengan jujur. Entah apa yang membuatnya berkeinginan untuk mengungkapkan dirinya apa adanya di depan pria yang kerap membuatnya merasa nyaman. Mungkin karena Erick pun selalu bersikap apa adanya.

Tidak bermaksud untuk menutupi statusnya, namun dia juga tidak ingin mengundang hal-hal negatif dengan statusnya yang memang kerap mendapatkan tanggapan sinis dari lingkungan sekitarnya sekalipun itu di dunia maya. Itulah alasan Nana enggan membicarakan statusnya pada siapapun.

Kini dia mencoba untuk bersikap apa adanya meski tak berharap Erick akan menanggapinya dengan positif. Nana hanya berusaha untuk menghadapi apapun resiko dari status dirinya baik di dunia nyata maupun dunia Maya.

@Erick

[Maksudnya menjanda?]

[Begitukah]

@Nana

[Iya]

[Abang sendiri bagaimana]

[Bujangan]

[Duda]

[Atau laki orang]

@Erick

[Owh aman dong]

[Abang laki orang]

[Wkwkwkwkwk]

@Nana

[Aih]

[Bahaya ini]

[Nggak aman ah]

@Erick

[Aman kok]

[Asal nggak lebay aja]

@Nana

[Nggak ah]

[Nana tidak suka monster yang menyeramkan]

[Eh bini yang menyeramkan]

[Hahahaha]

@Erick

[Astaga]

[Siapa yang menyeramkan]

@Nana

[Bini kalau cemburu]

[Lebih serem dari setan lho]

[Ngeri]

@Erick

[Wkwkwkwkwk]

[Kalau nggak ketahuan]

[Amanlah]

@Nana

[Owh begitu]

[Jadi harus main cantik ya]

[Biar nggak ketahuan]

@Erick

[Iya]

[Kalau nggak alay]

[Nggak bakalan ketahuan]

[Dijamin aman]

@Nana

[Wkwkwkwkwk]

[Dasar Abang]

[Kang gombal]

@Erick

[Mana ada gombal]

[Cuma godain kamu aja kok]

@Nana

[Cuma godain doang ya]

[Nggak boleh baper]

[Nggak boleh bucin dong]

@Erick

[Tergantung kalau itu]

[Bagaimana komitmen awal aja]

@Nana

[Baiklah]

[Saling godain aja]

[No baper-baperan]

[Deal]

@Erick

[Deal]

[Mulai kapan]

@Nana

[Tahun depan bang]

@Erick

[Astaga]

[Kelamaan Markonah]

@Nana

[Kapan dong Bambang]

@Erick

[Sekaranglah Markonah]

@Nana

[Etdah]

[Buru-buru amat bang]

[Wkwkwkwkwk]

@Erick

[Harus]

[Nanti keburu dirimu diambil si Bambang]

[Wkwkwkwkwk]

@Nana

[Eh]

[Bambang siapa]

@Erick

[Itu]

[Si anu]

[Si kamvret]

@Nana

[Mana ada]

[Abang jangan ngadi-ngadi ya]

@Erick

[Wkwkwkwkwk]

@Nana

[Sudah ah]

[Nanti ketahuan bini]

[Abang dijewer]

@Erick

[Nggaklah]

[Aman kok]

[Ya sudah]

[Inget ya Markonah]

[Kita sudah deal]

@Nana

[Iya Bambang]

Berawal dari sendau gurau mereka di dunia maya dua tahun lalu, Nana dan Erick menjadi semakin dekat. Entah apa yang membuat Nana bisa menerima Erick setelah selama ini selalu menutup diri.

Erick bukanlah tipe pria yang menjadi idaman banyak wanita secara umum. Dia bukan tipe pria yang setia seratus persen, mengingat sepak terjangnya di dunia maya.

Nana tahu benar bagaimana hubungan Erick dengan beberapa gamers wanita yang lain. Belum lagi fakta dia berstatus menikah dan memiliki istri di dunia nyata.

Namun meskipun begitu selama mengenal Erick, Nana tidak pernah sekalipun mendengarnya terlibat dalam skandal yang memalukan. Erick selalu menjaga privasi mereka, dan membuat Nana merasa nyaman berada di sekitarnya tanpa pernah takut ketahuan oleh siapapun.

"Ibu jangan melamun! Nanti beneran kesurupan lho!" Mbak Siti menepuk bahunya pelan.

Nana terkejut dan membuyarkan lamunannya ke masa dua tahun lalu. Mendesah pelan dan meregangkan tubuhnya yang terasa pegal dan lelah sejenak.

"Mbak Siti emang pernah kesurupan?" Nana mengulurkan cangkir kopinya pada wanita yang kini sibuk membersihkan meja makan.

"Belum sih Bu. Ini kopinya mau diapain?" Mbak Siti tersenyum lebar, sembari menerima cangkir kopinya.

"Yeay, kirain sudah pernah kesurupan. Dari tadi berisik mulu ngomong kesurupan!" Nana mencerucutkan bibir penuhnya dengan kesal.

"Kopinya panasin bentar mbak di microwave. Sudah dingin jadi nggak enak lagi." Nana beranjak dari kursi, mengikat rambut panjangnya asal-asalan.

"Saya mau mandi dulu ya mbak. Nanti kopinya baru dikeluarkan kalau saya sudah selesai mandi." Nana mendorong kursi pelan dan bergegas menuju ke kamarnya.

"Asiiiaapp Bu!" Mbak Siti mengacungkan jempolnya dan membawa cangkir kopinya ke dapur.

Nana segera ke kamar mandi dan bersiap untuk berendam dengan aroma terapi favoritnya. Biasanya dengan berendam dan memanjakan diri dengan perawatan paripurna, jiwa dan raganya bak mendapatkan asupan yang menyegarkan sekaligus memperbaiki moodnya.

Setelah hampir tiga puluh menit berendam, Nana tidak lagi berendam lebih lama. Meski enggan namun aktivitas hariannya telah menunggu. Diraihnya handuk, mengeringkan tubuh dan rambutnya kemudian membungkus tubuh mungilnya dengan bathrobe berwarna putih bersih.

Berdiri di depan meja riasnya, Nana meraih botol body lotion dan mulai mengolesi sekujur tubuhnya dengan cairan kental beraroma harum yang memberikan sensasi lembut dan sejuk di kulitnya. Setelah beres dengan lotion, kini dia duduk dan mulai memoleskan make up meski tipis dan natural namun memberikan kesegaran di wajah cantiknya.

Nana bukan perempuan penganut anti make up dan mendukung penampilan alami idaman emak-emak seantero negeri khatulistiwa ini. Bagi Nana, berdandan adalah hak prerogatif wanita yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun apalagi kaum Adam.

Berdandan dan merawat diri merupakan salah satu hal yang menyenangkan sekaligus menenangkan bagi Nana. Dengan gaya apapun asal sesuai dengan waktu dan tempat, berdandan tentu saja suatu hal yang wajar.

Meski begitu ada kalanya Nana sama sekali tidak memoleskan make up dan hanya cukup mengulas kan pelembab secukupnya. Berpenampilan alami bukan berarti tidak berdandan sama sekali.

Smartphone-nya bergetar. Nana hanya meliriknya, tidak berniat untuk mencari tahu apa yang membuat benda pipih itu bergetar berkali-kali. Entah mungkin panggilan atau ada pesan, namun dia tidak berminat untuk segera meresponnya.

Setelah beberapa lama, getarannya berganti dengan bunyi-bunyian yang merupakan notifikasi adanya pesan masuk. Nana meraih benda canggih itu dan berhenti memulaskan bedak.

Dengan hati-hati disentuhnya layar smartphone-nya. Tampak ada beberapa panggilan video dan pesan dari Erick.

"Hadew, meow kenapa vc lagi sih?" Nana bergumam kesal.

Setelah tadi sempat melakukan panggilan video meski sekejap, sepertinya Erick masih ingin mengobrol dengannya. Bukan suatu hal yang biasa dilakukannya di jam kerjanya.

Smartphone-nya bergetar lagi, mau tidak mau Nana terpaksa menjawab panggilan video itu.

"Apa sih meow?" Nana mencerucutkan bibirnya menyambut wajah tampan si kucing garong yang muncul di layar smartphone-nya.

"Astaga, ikan asin! Baru selesai mandi?" Erick tersenyum tipis menggodanya saat melihat Nana masih terbungkus jubah mandi dan handuk di kepalanya.

"Iya gara-gara Abang ini." Gerutu Nana kesal.

"Salah Abang apa coba?" Erick terkekeh geli melihat Nana yang tengah kesal dan justru membuatnya semakin menggemaskan.

"Salah! Kenapa abang jadi tetangga Nana sih!" Nana memberengut kesal, mencebikkan bibirnya.

"Lah Abang mana tahu kalau dirimu tinggal di sini juga." Erick masih tersenyum tipis.

"Abang balik gih ke Papua." Nana masih mencebikkan bibirnya dan merajuk.

"Beneran nggak mau dekat Abang? Oke, nanti abang balik lagi ke Papua." Erick terdengar serius dengan ucapannya.

"Eh jangan!" Nana spontan berteriak.

"Hadew! Terus abang harus bagaimana?" Kini Erick yang mencebikkan bibirnya, merasa serba salah.

"Jangan pergi." Nana bergumam lirih, menatapnya dengan sendu.

"Tapi Nana juga takut, kalau terlalu dekat seperti ini." Lanjutnya masih dengan lirih.

"Nggaklah, Abang janji nggak akan ada monster yang menyeramkan yang akan mengganggu Nana-ku yang imut." Bujuk Erick meyakinkannya.

Nana hanya menganggukkan kepalanya. Meski belum pernah bersua sebelumnya, tapi Nana tidak pernah meragukan komitmen Erick terhadap hubungan mereka. Selama dua tahun ini semua berjalan baik-baik saja tanpa ada masalah menerpa mereka.

Apakah dengan kondisi mereka sekarang ini semua masih akan baik-baik saja atau meregangkan kedekatan mereka atau justru semakin menjadi. Entahlah, hanya Nana dan Erick yang tahu jawabannya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mama Lana
lanjutkan saja asal jangan sampai ketahuan wkwkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status