“Memang kamu nggak mau kasih ibu dan bapak cucu? Raka aja udah ada anak, masa kamu masih mau sendiri?”
“Ibu sudah ada cucu dari Nuri, kurang?” “Bukan dari kamu, mas!” “Apa bedanya, bu?” Faisal menatap malas mendengar perdebatan yang sama. “Beda! Ibu bilang beda ya pasti beda!” Eni menatap kesal pada Faisal “Kamu cari cewek kaya gimana? Apa mau sama Luna?” “Ibu yang benar aja? Luna udah aku anggap kaya Nuri, Luna juga baru patah hati masa harus begini?” Faisal menggelengkan kepalanya. “Bagus kalau dia jadi istri kamu, Nuri pasti senang. Raka bisa percaya kamu menjaga Luna dengan baik. Apa yang kurang dari dia? Pandang Luna sebagai wanita bukan adik seperti Nuri.” Eni memberikan gambaran yang hanya ditanggapi dengan gelengan kepalanya. “Aku berangkat.” Faisal mencium punggung tangan kedua orang tuanya sebelum berangkat. Tatapan Faisal beralih ke tetangga samping, mobil Luna dan papanya masih ada dan itu artinya mereka masih betah didalam. Faisal sangat tahu pastinya Luna masih dalam kamar mandi, secara otomatis kepalanya terangkat keatas seakan mencoba peruntungan Luna keluar dan mereka saling menyapa seperti dulu. Gelengan kepala menyadarkan Faisal jika semua itu sekarang tidak pernah terjadi, Nuri dan Raka sudah tidak ada diantara mereka berdua. Menjalankan mobil dengan kecepetan sedang, kondisi jalan yang tidak terlalu ramai membuat Faisal sampai kantor dengan sangat cepat. Pekerjaannya sekarang cukup banyak, membuka laptop dan membaca satu per satu pekerjaan yang harus selesai sekarang. “Pak Bram minta laporannya dikirim ke email.” Faisal menatap Heri yang berada didepannya “Kamu setelah ini kemana?” “Ketemu Ibu Helen, bahas masalah tes perusahaan kemarin.” “Titipan orang dalam?” Faisal menganggukkan kepalanya “Hasilnya jelek?” “Begitulah, tapi semua bisa dilakukan apabila ada uang.” Faisal menjawab santai seakan tidak peduli sekitar. Melanjutkan pekerjaannya dengan harapan cepat selesai dan bertemu dengan Rachel, kekasihnya. Pekerjaan yang harus melakukan tes pada calon pegawai, anak sekolah bahkan mereka yang memiliki masalah dengan kondisi mental. Faisal sendiri berada di tes calon pegawai, tugasnya adalah interview mereka. “Sal, nggak pulang? Bukannya kamu ada janji sama Rachel?” suara Heri menyadarkan Faisal yang langsung menatap jam di tangan. Melihat itu langsung merapikan semua barang-barangnya, tidak lupa menyimpan hasil pekerjaan. Ruangan sudah beberapa yang kosong, rekan kerjanya sudah pulang dari beberapa menit yang lalu. Meninggalkan ruangan setelah pamitan sekilas dengan Heri, tujuannya saat ini adalah toko kue milik Luna. Perjalanan dari kantor ke toko kue milik Luna sebenarnya tidak terlalu jauh, tapi saat ini adalah jam pulang kantor secara otomatis banyak pegawai yang ingin cepat sampai di rumah. Hembusan napas panjang saat sampai depan toko, tanpa menunggu lama langsung masuk kedalam dan sedikit kecewa karena rotinya sudah tidak ada. “Maaf, Pak. Rotinya sudah habis dan toko akan tutup.” “Luna ada?” tanya Faisal langsung “Saya temannya, tolong kasih tahu saya mau ketemu.” Faisal tidak memiliki pilihan lain dengan memanggil Luna, biasanya masih ada beberapa roti yang disimpan. Menatap sekitar dengan mencoba hubungi Rachel yang sama sekali tidak mendapatkan tanggapan, suara Luna membuat Faisal menghentikan kegiatannya. Menatap Luna yang tidak lain adalah tetangga dan juga adik sahabatnya, juga sahabat adiknya yang menemani kenakalan adiknya. Berbicara singkat dengan Faisal tidak melepaskan tatapan pada Luna, dari dulu sampai sekarang sangat menyukai ekspresi wajah Luna ketika berbicara atau makan, baginya ekspresinya itu sangat menggemaskan. Menatap pesanannya sudah diterima dengan baik, tujuannya saat ini adalah tempat tinggal Rachel. Jarak toko kue milik Luna dengan tempat tinggal Rachel tidak terlalu jauh, Rachel sangat menyukai kue yang berada di tokonya Luna Mengetuk pintu berkali-kali, tampaknya tidak mendapatkan tanggapan sama sekali. Faisal memang tahu passwordnya tapi tidak ingin masuk begitu saja, rasa penasaran membuat Faisal membukanya. Pemandangan pertama yang dilihat adalah pakaian berserakan di lantai, bukan hanya pakaian milik Rachel tapi ada pakaian pria. Faisal melangkah dengan pelan, menghentikan langkahnya saat terdengar suara desahan dan dirinya sangat tahu itu suara Rachel. Menatap tidak percaya atas apa yang dilihatnya, meletakkan roti yang dibelinya dengan keluar dan menyandarkan tubuhnya yang masih diluputi emosi. Memilih keluar dari tempat tinggal Rachel, tidak tahu menuju mana tapi mobilnya kembali mengarah ke toko kuenya Luna. Menghentikan mobil saat mendapati Luna didepan mobil tampak mengamati mesinnya, menghentikan mobilnya di depan mobil Luna untuk melihat apa yang terjadi. “Kenapa?” Luna menatap kesamping dan terkeju “Mas bukannya ketemu Mbak Rachel?” “Kenapa sama mobilnya? Kapan terakhir service?” Luna tersenyum tidak enak “Udah hubungi bengkel langganan?” Luna menggelengkan kepalanya dan langsung menghubunginya. Faisal menutup kap mobil, memberi kode pada Luna agar mengambil barang-barang berharganya agar dipindahkan dalam mobilnya. Luna yang paham mengikuti kode Faisal dengan melangkahkan kakinya ke mobilnya, menutup pintu mobil dan bergabung bersama didalam mobil sambil menunggu orang bengkel datang. “Mas bukannya sama Mbak Rachel?” tanya Luna mengingat harusnya dimana Faisal. “Putus.” “Putus? Kenapa? Maaf, kalau nggak sopan.” Luna menyadari kesalahannya dengan bertanya hal pribadi. Faisal tertawa melihat Luna “Raka sudah kasih peringatan, tapi dasar aku aja yang keras kepala.” Luna menganggukkan kepalanya paham, sedikit banyak Raka cerita tentang ketidaksukaan pada Rachel. Selama ini juga berpikir jika kakaknya terlalu berlebihan, tapi melihat ekspresi Faisal sekarang tampaknya Raka benar adanya. “Raka sudah cerita sama kamu?” tebak Faisal yang membuat Luna tersenyum tipis “Kita ini tetanggaan tapi juga sahabat, bahkan sudah kaya saudara.” “Betul, kadang nggak ada namanya privacy. Apalagi kalau udah mama sama tante saling curhat, pastinya akan tahu yang terjadi padahal sebenarnya kita sudah tahu.” Luna menggelengkan kepala sambil tersenyum. “Aku salut sama kamu.” Faisal menatap Luna dengan tatapan dalam. “Kenapa? Masalah toko? Mas tahu gimana aku jatuh bangun.” Luna menatap lurus kedepan. Pembicaraan yang memang tidak perlu dibahas antara mereka berdua, hal yang sudah didengar bukan hanya dari kedua orang tua tapi juga setiap kali mereka bertemu. Melihat orang bengkel yang sudah datang, Faisal secara otomatis keluar memberikan kode pada Luna agar tetap didalam mobil. Melihat apa yang dilakukan Faisal dari dalam membuat Luna mengingat kejadian di masa lalu, masa dimana Faisal akan siap membantunya, mungkin semua dilakukan karena keberadaan Nuri disampignya. Mereka berdua pernah dekat, tapi tidak dalam hubungan romantis hanya menggantikan peran Raka yang pergi meninggalkan rumah karena meneruskan pendidikannya. “Nanti dihubungi kalau sudah selesai,” ucap Faisal membuat Luna membuyarkan lamunannya “Mau makan dulu? Aku yakin kamu belum makan.” “Boleh, mas tahu aja kalau aku belum makan.” Faisal hanya tersenyum, menjalankan mobilnya menuju tempat makan langganannya selama ini dan Luna sudah berulang kali datang, sekali lagi tidak hanya Luna tapi juga Nuri dan Raka. Mereka bahkan pernah menghabiskan waktu disini ketika masakan orang tuanya tidak sesuai selera, tentu saja yang membayar gantian antara Raka dan Faisal. “Mama Intan udah heboh curhat ke ibu masalah kamu, mama takut kamu trauma sama hubungan dan nggak ada yang mau sama kamu nantinya.” “Aku belum mikir kearah sana, mas. Mas sendiri itu yang harus buka hati cepat-cepat, nanti bisa-bisa dijodohkan sama Ibu Eni.”“Semoga saja dia nggak melakukan hal gila lagi, apa yang terjadi ini kaya teguran dari Tuhan.” Mereka semua mengamiinkan kalimat yang keluar dari bibir Raka, tidak ada yang membuka suaranya kembali. Orang tua Dewi sudah mengatakan apa yang seharusnya dilakukan sang anak pada mereka, tapi tampaknya semua nasehat hanya dianggap sebagai angin lalu. Obsesi membuat Dewi tidak bisa berpikir dengan jernih, bahkan membuat mereka berdua harus bersabar menghadapinya. “Aku dengar kalau kecelakaannya parah, bahkan hampir angkat rahimnya.” Ismi memberikan informasi membuat semua menatap tidak percaya. “Pantas orang tuanya minta maaf,” ucap Heri yang diangguki Raka. “Suaminya gimana?” tanya Raka menatap Akbar yang hanya bisa mengangkat bahunya “Dia kapan datang?” “Secepatnya, tapi nggak tahu kapan. Dewi rencananya akan dibawa ke rumah orang tuanya.” Akbar menjawab apa yang diketahuinya “Orang tua
“Mantanmu itu ada aja gebrakannya.” Faisal berdecih mendengar kalimat yang keluar dari bibir Heri, ditambah anggukan Raka. Informasi yang diberikan Nisa memang tidak mengarah pada Dewi, tapi tidak tahu pikirannya secara seketika mengarah kesana setelah semua kejadian. Sekarang ketika berkumpul bersama dua sahabatnya yang datang ke rumah orang tuanya membuat Faisal menceritakan semuanya, kepalanya sudah penuh dengan permasalahan yang dibuat Dewi. “Kamu nggak pernah ketemu sama Dewi?” tanya Heri “Maksudku sekali lagi? Kasih penegasan gitu.” “Dia bilang kalau aku nikahnya sama wanita lain nggak masalah, tapi ini Luna yang aku nikahin. Dia tahu kalau selama ini hanya pelarian agar aku nggak memikirkan Luna.” “Salah kamu sendiri dulu bilang begitu.” Raka menanggapinya santai “Malah sekarang adikku yang harus menjalani semua kesalahanmu.” “Untungnya Luna sabar dan cinta sama kamu, coba
“Rekan kerja? Yakin?” Eni memicingkan matanya mendengar jawaban Faisal. “Ibu kalau nggak percaya bisa tanya sama Heri, aku juga udah bilang sama Luna kerjaan sekarang lagi ngerjain konseling dan dia rekan kerja.” Faisal menatap Eni dengan tatapan meyakinkan. “Kamu harus menyelesaikan masalah ini sama dia.” Eni mengatakan dengan nada serius. “Sudah, bu. Aku sampai nggak tahu lagi gimana ngomongnya.” Faisal mengusap wajahnya kasar. “Gimana kalau ketemu sama ibu? Apa kamu ketemu orang tuanya?” Faisal mengerutkan keningnya “Ngapain? Kurang kerjaan banget aku ketemu orang tuanya, bu. Aku sama Luna sudah bicara sama dia dan suaminya tapi malah menjadi. Kita sampai bingung harus gimana, bahkan dia memberi kabar kalau pesan kue di Luna secara langsung bisa dapat diskon banyak. Luna sampai lelah jawab permintaan tetangga, lagian Luna mau kasih diskon berapa banyak? Luna juga perlu membayar gaj
“Jangan terlalu serius, mas. Mereka pada takut sama kamu.” Faisal mengerutkan kening mendengar kalimat Nisa “Konseling memang harus serius, kamu lupa? Lagian kita harus memberi batasan sama mereka, aku juga tahu waktu dan tempat untuk serius dan santai. Kurang berapa lagi? Masih banyak?” “Mungkin dua atau tiga orang, tapi besok kayaknya banyak.” Nisa menatap catatan yang ada diatas meja. “Baiklah, semangat. Setelah ini kita makan-makan.” “Bener, mas?” Nisa menatap tidak percaya yang hanya diangguki Faisal “Ok, semangat.” Faisal tahu pekerjaan saat ini memang melelahkan, dimana mereka harus melakukan tes lalu memberikan penilaian dan berakhir dengan konseling. Mereka dipisah menjadi beberapa, Faisal dan Nisa kebagian sekolah yang jaraknya jauh dari rumah dan kantor, tempat konseling mereka selalu berubah tergantung dari jadwal dan permintaan yang masuk. “Aku ngga
“Mulai sibuk, mas?” Faisal menganggukkan kepalanya “Kamu udah tahu kalau mulai konseling.” “Mas sendiri atau sama siapa?” “Penanggung jawab aku dan Nisa, tapi kita ada tim sekitar enam orang.” “Nisa? Aku nggak pernah dengar.” “Dia udah mau nikah, sayang.” Faisal mencium pipi Luna sekilas “Nggak usah cemburu.” Luna berdecih sambil memutar bola matanya malas “Waktu kita nikah dia datang?” “Pertanyaan macam apa itu? Jelas datang, kenapa memang?” Faisal menatap bingung “Jamgan bilang kamu cemburu. Kamu sama Rebecca aja nggak cemburu, masa sekarang cemburu.” “Kamu sama Rebecca itu hubungan kita hanya tetangga, mas. Kalau sekarang beda, lagian aku nggak cemburu tapi hanya bertanya nggak lebih, tapi reaksi kamu malah aneh.” Luna menggelengkan kepala dengan tatapan penuh selidik. “Ya...ya...maaf kalau kal
“Nggak usah kepikiran hamil, sayang. Kalau memang sudah waktunya pasti dikasih, bisa jadi kamu belum hamil karena masih ada yang Tuhan rencanakan tentang usaha kamu itu.” “Padahal kita lakuinnya sebelum menikah, mereka-mereka diluar sana lakuin sebelum menikah udah langsung hamil terus kenapa aku belum? Nggak mau coba cek kah, mas?” Faisal menatap dalam kearah Luna “Kamu kenapa? Apa yang ada dalam pikiranmu? Nggak ada hubungan sama Dewi, kan?” Luna terdiam, mengalihkan pandangan kearah lain “Entah, kehadiran mantan kamu itu sering buat aku berpikir tentang kehamilan. Kalau aku hamil pastinya mas nggak mikir dia.” “Kapan aku mikirin dia?” Faisal seketika tidak terima dengan kalimat Luna. “Bukan mikir yang begitu, tapi mikir tentang kehamilan. Aku takut aja kalau ada apa-apa sama kita sampai belum hamil.”