Alarick mengemudikan motornya dengan cepat namun stabil. Seharusnya June merasa takut, sebab ini adalah kali pertama ia dibonceng motor, apalagi dengan kecepatan tinggi seperti ini. Namun, entah apa dari Alarick yang membuat June merasa aman. Meskipun begitu, June tetap memeluk erat pinggang Alarick dari belakang.
June merasakan angin membelai rambutnya yang tidak tertutupi helm, dan ia pun mulai menikmatinya.
“Jangan terlalu tegang, June!” seru Alarick, berusaha mengalahkan bisingnya jalanan.
“Okay!” seru June.
Alarick tersenyum dan June bisa melihatnya dari kaca spion motor. Entah kenapa, senyum Alarick seolah bisa menular, membuat June juga tersenyum karenanya. June baru saja mengenal Alarick, tapi entah kenapa mereka seperti sudah saling mengenal sejak lama.
“Kita sudah sampai,” kata Alarick sambil memarkirkan motornya di pelataran parkir sebuah kedai yang terlihat ramai dan menyenangkan. Suara canda tawa dan
“Alarick, aku...”“Sudah kubilang tidak usah dipikirkan,” jawab Alarick sambil tersenyum lagi. Ia sepertinya selalu tersenyum, pikir June.Di saat yang sama, seorang pelayan tiba-tiba membuka pintu VIP membawa sebuah nampan besar berisi pesanan mereka.“Dessertnya akan diantar terakhir,” katanya sambil menaruh pesanan di atas meja. Ini pelayan yang berbeda. Dia seorang perempuan, terlihat jauh lebih ramah dibanding pegawai restoran yang lain. Hanya dia yang tampak normal, seperti layaknya seorang pelayan restoran biasanya.“Terima kasih,” kata June. Pelayan wanita itu tersenyum ramah lalu keluar dari ruangan VIP dan menutup rapat pintu.“Aku berani bertaruh, dia pasti manusia dan pelayan sungguhan, bukan?” tanya June.Alarick malah terkekeh pelan, membuat June meragukan tebakannya.“Dia werewolf?” tanya June lagi sambil membelalakkan matanya.“Makanla
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Drake.“Itu sama sekali bukan urusanmu,” jawab Alarick.“Kamu tahu jelas kalau itu urusanku, Alarick,” sahut Drake lagi.“Kamu lupa apa yang kukatakan sebelum ini?” tanya Alarick.Semakin lama mereka berjalan semakin mendekat, tinggal menunggu waktu saja salah satu akan merengkuh kerah pakaian yang lain. June merinding. Tidak terbayangkan apa yang akan terjadi jika dua makhluk yang berkekuatan luar biasa itu benar-benar berkelahi.“Drake... Alarick... Tenanglah,” kata June, berusaha mencegah.“Apa yang kamu lakukan dengannya?” tanya Drake pada June sekarang.“Hey, aku sudah bilang itu bukan urusanmu, Drake!”“Alarick, kurasa sudah waktunya kamu pulang. Biarkan aku bicara dengan Drake,” sela June.Mendengar itu, Drake tersenyum penuh kemenangan. Alarick mundur selangkah, tapi matanya masih menat
“Apa?” June terperangah mendengar kata-kata Drake.Pria itu seolah tidak mengatakan kata-kata yang aneh, ia terlihat santai. Padahal, June sudah membelalakkan matanya mendengar kata-kata tersebut.“Kamu mendengarnya dengan jelas, June. Kalaupun kamu menganggapnya kesalahan, aku akan bilang itu kesalahan yang manis dan aku menyukainya,” jawab Drake sambil menyesap tehnya. Matanya menatap June dengan tatapan yang seolah mampu menelanjangi June saat itu juga. Jantung June berdegup kencang karenanya. Apalagi setelah itu, Drake tiba-tiba mendekat ke arah June hingga wanita itu terpojok di ujung sofa. June kini terjebak di antara Drake dan sandaran tangan sofa.“Drake... Apa yang kamu lakukan?” tanya June. Suaranya nyaris tercekat di tenggorokannya.June benci karena tubuhnya merespon tidak sesuai dengan akal sehatnya. June menginginkan Drake lebih dekat, meskipun otaknya menolak habis-habisan. June tidak seharusnya melakukan
“Kamu benar-benar sudah gila, Drake!” seru June.“Mungkin aku memang sudah gila. Tapi aku tidak akan membiarkan apa yang menjadi milikku, pergi dariku,” kata Drake lagi.“Kamu pikir aku barang?” tanya June.“Aku tidak menganggapmu barang, tapi kamu milikku,” jawab Drake. Setelah Drake mengingat semuanya, ia tidak ingin melepaskan June selamanya.“Kamu benar-benar gila.”June sudah tidak tahu harus berkata apa lagi. Drake sulit digoyahkan. Apalagi dengan surat kontrak yang sudah diubah sedemikian rupa. June tidak mungkin sanggup membayar denda yang ditentukan dalam kontrak gila itu.“Jadi apa keputusanmu? Kamu bisa membayar sejumlah 20x gajimu dalam tiga hari?” tanya Drake sambil tersenyum.“Kalau aku bilang aku tetap berhenti, kamu akan mengubah angkanya lagi bukan?” June balas bertanya dengan wajah datar.“Kamu mengenalku dengan sangat ba
June sampai di kantor bersama Drake. Seperti biasa, June membawakan tas kerja Drake dan langsung berjalan menuju elevator.“Tunggu!” seru Drake sambil mengunci mobilnya.Ia kemudian berjalan cepat ke arah June dan mengambil tas kantornya dari bahu June. Hal itu membuat June terperangah, tapi Drake tidak memberi kesempatan June untuk lama-lama termangu. Drake langsung berjalan mendahului June ke dalam elevator dan kemudian menatap June tajam seolah menyuruhnya cepat menyusul. June terpaksa berlari-lari kecil lalu masuk ke dalam elevator.Drake dan June saling diam di dalam elevator hingga mereka sampai ke lantai kantor mereka. Saat melangkah masuk, June sudah merasa semua orang memperhatikannya. Beberapa pasang mata memperhatikan Drake yang membawa tas kantornya sendiri. Rasanya June ingin sekali merebut kembali tas kantor Drake dari bahu pria itu, tapi itu akan terasa sangat aneh.“June, ambilkan aku kopi,” kata Drake begitu mereka
Drake melepas jasnya lalu memasangkannya di bahu June meskipun sebenarnya udara tidak terlalu dingin. Namun, tubuh June yang gemetar sepertinya butuh sesuatu yang bisa menghangatkannya. Drake kemudian merangkul tubuh June yang terbungkus jasnya yang besar dan membawa June keluar dari kantornya. Semua mata memandang, tidak ada yang berani lagi menatap ke arah Drake maupun June.“Aku...”“Kenapa June? Kamu butuh apa?” tanya Drake sambil menghentikan langkahnya.“Tidak apa-apa. Ayo pulang,” jawab June.Drake kemudian menggendong June di hadapan semua orang. June tidak bisa melawan. Tubuhnya lemas dan masih gemetar. Ia tidak bisa berpikir ataupun bertindak. June benci dirinya yang mendadak lemah. Namun pelecehan seksual seperti tadi baru pertama kali June rasakan. Perasaan terkejut, benci, bercampur marah dan juga takut membuat June tidak berdaya.June dibawa ke tempat parkir dan masuk ke dalam mobil Drake. Dengan le
Drake mengendarai mobilnya di jalan yang cukup lengang ketika handphonenya berdering. Drake menerima panggilan telepon itu dengan speaker phone-nya.“Halo...”“Yang Mulia, hamba hendak melapor. Di mana Yang Mulia berada?” tanya si penelepon. Suaranya menggema di dalam mobil mewah Drake. Jelas sekali itu adalah suara Wilona.“Aku ke kedai,” jawab Drake.“Baik.”Setelah itu, Drake langsung memutus sambungan telepon. Jika Wilona mengatakan akan melapor, pasti ada sesuatu yang amat penting. Drake menginjak pedal gasnya dalam-dalam. Mobil mewahnya melaju cepat di jalan raya itu.Sementara itu, June menenangkan dirinya dengan cara berendam air hangat di bath tubnya yang cukup nyaman. June menggunakan sabun beraroma lavender favoritnya, untuk membuatnya lebih tenang setelah apa yang terjadi hari ini. June memejamkan matanya, menikmati hangatnya dan kesendiriannya.Namun tiba-tiba, lampu k
Drake memarkirkan mobilnya di depan kedai milik Wilona. Tidak seperti biasanya, kedai sudah ditutup padahal hari belum larut malam. Drake tahu di kedai itu sudah banyak naga yang hadir. Drake bisa merasakan kehadiran anak buahnya. Saat Drake turun dari mobil seorang anak buahnya berlarian untuk menutup pintu mobil lalu mengekor Drake dan membukakan pintu untuk Drake.“Selamat datang, Yang Mulia,” kata seseorang lagi yang sudah berada di dalam.Kata-katanya itu diikuti oleh semua orang yang hadir di dalam ruangan. Mereka semua menundukkan badan dalam-dalam ketika Drake masuk.“Berdirilah! Kalian kuno sekali,” kata Drake sambil berjalan lurus dan duduk di kursi yang sudah disediakan untuknya. Wilona duduk di samping Drake, meskipun para naga memperhatikannya dengan tatapan tidak suka. Bangsa ular mengelilingi Wilona untuk memberikan perlindungan. Drake memutar bola matanya, sejak dulu mereka sudah beraliansi, tapi kenapa sama sekali tidak b