June bekerja hingga ia tidak sadar di luar jendela kaca matahari sudah mulai tenggelam. Ia baru menyadarinya ketika sinar kemerahan matahari menyelusup masuk melalui kaca. June melirik jam tangannya, pukul enam lewat lima belas menit. Sudah lebih dari jam kerja, tetapi pekerjaan June masih banyak. Ia harus menyelesaikannya malam ini juga.
Ia membuka-buka berkas dan juga file-file di dalam jaringan komputer kantornya itu untuk mencari sumber data, tapi tetap saja di hari pertama ia tetap kesulitan. Ia sempat mengirimkan email ke beberapa divisi terkait sesuai dengan notes dari Drake dan sudah mendapatkan jawaban yang ia butuhkan. Tetapi data ini terlalu banyak untuk diselesaikan dalam waktu singkat.
Pukul delapan malam, June masih juga berada di kantor dan pekerjaannya sama sekali jauh dari kata selesai. June mengumpat. Ia merasa bebas mengumpat sebab di ruangan ini ia hanya sendirian.
“Bos menyebalkan! Fucking playboy!” seru June.
Ia tidak merasa puas hanya dengan mengumpat begitu saja. June berdiri lalu mulai melangkah ke arah meja kerja mewah milik Drake lalu menendangnya dengan ujung high heelsnya. Sedetik kemudian June menyesal sebab ujung jari kakinya terasa amat sakit. June punya kebiasaan buruk seperti itu. Setiap kali ia marah, ia akan menendang dan membuat ujung jari kakinya sakit. Sama seperti saat ia dipecat, ia menendang meja bar hingga kakinya sakit. Untungnya ia tidak pernah memanjangkan kuku kaki.
Sementara itu, June sama sekali tidak menyadari kalau ruangan semewah itu pasti dipasangi kamera CCTV. Drake sedang berendam di dalam jacuzzi sambil membuka tabletnya. Ia teringat sekertaris barunya yang kemungkinan masih berada di kantor jam segini. Ia membuka CCTV yang terhubung ke gadgetnya tersebut untuk memeriksa apakah June masih berada di kantor. Saat CCTV terbuka, Drake melebarkan matanya. Ia juga membesarkan volume suara agar bisa mendengar dengan jelas apa yang perempuan itu katakan.
“Damn it! Damn it! Damn it!” seru June berulang kali. Kata-kata itu jelas terdengar oleh Drake. June sekali lagi menendang meja kerja Drake meskipun ia tahu itu akan menyakiti kakinya dan benar saja.
“Ouch! Shit!” seru June sambil melompat-lompat dengan sebelah kaki, ia lalu bertumpu ke meja besar itu dengan kaki terasa amat sakit.
“Damn you!” serunya lagi sambil berjalan terpincang-pincang kembali ke mejanya.
Drake memperhatikan. Bibirnya mulai melengkung ke atas dan ia pun mulai cekikikan, membuat busa lembut di jacuzzi pribadinya menjadi bergoyang-goyang. Akhirnya setelah hari yang melelahkan, ia mendapatkan tontonan menarik untuk hiburan.
June duduk di atas meja kerjanya lalu melepaskan highheelsnya. Ia mengangkat kakinya ke atas meja untuk memijat ujung jari kakinya yang sakit. Itu membuat rok pendeknya tersingkap, memperlihatkan kaki jenjangnya yang tertutupi stocking hitam. Senyuman Drake menghilang saat melihat hal tersebut. Pemandangan kaki indah itu membuat matanya melebar, bukan hanya karena hasratnya sebagai laki-laki yang meninggi, tetapi juga karena ia merasa pernah melihat sepasang kaki indah itu sebelumnya. Drake mencoba mengingat-ingat, tapi dari sekian banyak wanita yang telah berakhir di ranjang bersamanya, sangat sulit mengingat satu per satu.
Drake kemudian mematikan CCTV sebab ia tidak ingin berakhir di ranjang dengan salah satu karyawannya. Ia menggelengkan kepalanya untuk mengusir bayangan kaki indah tadi dari benaknya. Ia kemudian melirik ke arah jam dinding yang ada di kamar mandinya, hampir pukul setengah sembilan malam. Untuk hari pertama bekerja, rasanya memang Drake terlalu kejam. Ia menghembuskan napas panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk menelepon.
“Telepon June Hanson,” perintahnya pada g****e assistant.
“Calling June Hanson...” jawab g****e.
Nada dering mulai terdengar di handphonenya.
“Halo, selamat malam, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” suara June terdengar tenang dan profesional. Sangat berbeda dengan apa yang dilihatnya barusan. Drake tersenyum miring.
“June, pulanglah. Pekerjaan itu bisa dilanjutkan besok pagi,” katanya.
“Tapi bukankah Anda bilang ini dibutuhkan untuk besok pagi?” tanya June.
“Tidak usah banyak tanya. Saya bilang pulang, pulang sekarang sebelum saya berubah pikiran,” jawab Drake dengan nada dingin. Ia kemudian mematikan sambungan telepon sebelum June sempat berkata apapun.
June menggeram kesal setelah sambungan telepon putus. Ia tidak tahu apa kesalahannya hingga bisa menjadi sekertaris untuk orang yang ia paling benci setahun terakhir. Dan ternyata pria itu memang semenyebalkan ini. June membereskan barang-barangnya dengan kasar dan mematikan komputer. Ia melangkahkan kaki menuju pintu keluar, matanya kemudian menangkap sesuatu tepat di atas pintu. Matanya melebar dan mulutnya menganga melihat benda itu.
“Oh my God...” gumam June sambil menutup mulut dengan tangannya. Ada kamera CCTV di atas sana. Pantas saja, tadi Drake tahu betul kalau June belum pulang dari kantor. Lutut June terasa lemas dan bahkan sekujur tubuhnya. Habislah karirnya setelah ini.
June akhirnya melanjutkan langkahnya keluar dari kantor dengan lunglai. Ia menuju ke tempat parkir yang sudah cukup sepi. Hanya ada beberapa orang saja yang masih bekerja lembur selain dirinya. June masuk ke dalam mobilnya dan kemudian melaju cukup kencang di jalanan yang cukup lengang malam itu.
Hujan baru saja turun deras setengah jam sebelumnya, air masih membasahi jalanan hingga berkilau di bawah sinar lampu jalan. June hanya ingin segera sampai, jadi ia menginjak pedal gas cukup dalam, membuat mobilnya melaju cukup cepat.
Namun tidak disangka, sebuah truk melaju dengan cepat dari arah yang berlawanan. June mulai merasa ada sesuatu yang salah ketika truk itu mulai keluar jalur. Entah apa yang terjadi tetapi kini truk tersebut sudah berada di hadapannya dan mobil June terlalu cepat untuk dihentikan. June menginjak rem dalam-dalam tetapi, mobilnya tetap meluncur di jalanan yang licin. Bunyi berdecit kencang terdengar memekakkan telinga, June berteriak histeris saat lampu truk yang menyilaukan itu serasa hampir membutakan matanya. June berpikir ia akan mati sekarang juga.
June menutup matanya saat klakson truk itu dibunyikan dengan panik. Tidak ada lagi yang dapat dilakukannya selain menutup mata, bersiap menerima hantaman dan rasa sakit yang hebat. Tetapi sesaat kemudian, June merasa mobilnya tiba-tiba berhenti. Di saat yang sama, ia membuka mata. Jelas sekali ada seorang pria bertubuh tinggi berada di depan mobilnya. Sebelah tangannya memegang kap mobil June, sebelah lagi terentang, memegang bagian bemper truk besar itu.
June hampir tidak percaya apa yang dilihatnya. Lelaki itu menoleh, matanya yang abu-abu seolah mampu menghipnotis siapa saja. Ia tersenyum tipis, seolah sudah mengenal June. Sedetik kemudian ia berlari dan dengan begitu saja ia menghilang bersama angin malam.
“Anda tidak apa-apa, nona?” tanya supir truk itu setelah turun dari truknya.Banyak orang mulai mengerubuti tempat kejadian, tetapi mata June tetap mencari-cari sosok pria misterius itu dari kerumunan orang.“Apakah Anda melihatnya?” tanya June para supir truk itu.“Melihat apa?” tanyanya bingung.“Pria tadi yang bermata abu-abu, yang menghentikan mobil dan truk ini! Kamu pasti melihatnya, kan?” tanya June sedikit panik.“Begini, nona. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba aku kehilangan kendali atas trukku,” kata supir itu.“Tapi kamu melihat pria itu, kan? Pria yang menghentikan kecelakaan?” tanya June lagi.“Aku tidak melihat siapapun, miss. Entahlah, mungkin remnya berfungsi di saat yang tepat. Aku benar-benar minta maaf,” katanya.June tidak percaya apa yang dikatakan pria itu. Ia segera turun dari mobil dan
Saat June sudah bersiap keluar dari mobilnya, betapa terkejutnya June saat melihat ada sesosok pria yang sudah berdiri di samping pintu mobilnya. Ia menundukkan badannya untuk melihat June melalui kaca jendela mobilnya.“Selamat pagi,” ucapnya sambil tersenyum.June membuka kaca jendelanya perlahan lalu mengukir senyum seprofesional mungkin.“Selamat pagi, Mr. Burton,” jawab June.Drake menyunggingkan senyum lagi, membuat lesung pipitnya nampak jelas di wajahnya yang tampan. Sialnya, jantung June malah melompat-lompat kegirangan karenanya. June ingin memaki dirinya sendiri karena itu. Ia kemudian turun dari mobil dan menguncinya.“Kebetulan kita bertemu di sini, di mobil ada tasku, tolong bawakan ya,” kata Drake sambil menunjuk mobilnya.“Baik, Pak,” jawab June sambil tersenyum sopan. Di dalam hati, June mengumpat. Dasar sial! Serunya.June menenteng tasnya sendiri sambil menuju ke pintu
June tidak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa diam menatap mata coklat indah yang menatapnya tanpa berkedip. Jantung June berdebar-debar tidak karuan dan tubuhnya sedikit gemetar entah karena takut atau karena terlalu gugup. June merencanakan banyak hal saat bisa bertemu kembali dengan Drake, tetapi kini saat mereka sudah berhadap-hadapan June malah tidak bisa berbuat apa-apa. Aura Drake yang mendominasi, membuat June mau tidak mau terdiam. Bagai perang mental antar hewan buas, June sudah kalah telak.Tanpa bicara apapun, Drake tiba-tiba menggendong tubuh June dan membawanya masuk ke dalam ruangannya. Dua tas besar itu ditinggalkan begitu saja di lantai. June hanya sempat membawa tas tangannya yang kebetulan masih tersampir di bahunya. June bingung, tapi ia sama sekali tidak berani bertanya. Hangatnya dekapan Drake menjalar ke tubuh June, membuatnya sama sekali tidak bisa berkutik.Mata June yang bulat melirik saat mereka masuk ke dalam ruangan kerja Drake dan lampu otom
Jantung June melompat saat Drake menatapnya setelah pintu ruangan ditutup. Sejak tadi memang hanya ada mereka berdua di ruangan ini tapi entah kenapa suasana menjadi berbeda ketika Drake menatapnya seperti itu. Tatapan itu mengingatkan June dengan tatapan Drake padanya satu tahun yang lalu. Tatapan liar yang seolah mampu menelanjangi June.“A-anda mau apa?” tanya June sedikit beringsut di sofanya ketika Drake mulai berdiri mendekatinya.“Buka stoking dan high heels patahmu itu,” kata Drake.“Eh?” tanya June terkejut.“Buka kataku!” seru Drake lagi.“Anda mau apa, Mr. Burton?” tanya June dengan nada tegas. Ia tidak akan membiarkan dirinya dilecehkan atau dianggap penggoda bos.“Ya sudah kalau tidak mau,” jawab Drake sambil dengan cepat berjongkok di hadapan June.“Mr. Burton!”Sebelum June sempat berbuat apapun, Drake sudah mengambil kakinya hing
Drake membawa dua tas besar itu ke dalam mobilnya yang lain yang terparkir rapi di basement. Ia melemparkannya begitu saja ke dalam jok belakang mobil lalu ia masuk di kursi pengemudi. Seharusnya memang Drake tidak membawa dua tas besar ini ke kantornya, ia berubah pikiran. Seharusnya memang ia tidak menyimpan dua benda ini di dalam kantor, tapi ia juga tidak bisa menyimpannya di dalam rumahnya.Rencana Drake membawa kedua benda ini ke kantor adalah untuk menyimpannya bersama benda-benda rahasia miliknya yang lain di ruang rahasia di balik tembok tempatnya bekerja. Tetapi ia berubah pikiran, ia harus membawanya ke tempat lain. Aura kedua benda ini terlalu kuat, bahkan June terkena dampaknya.Ia melihat kedua tas hitam itu dengan menggunakan spion tengah mobilnya, benda itu bercahaya. Sebuah cahaya aura kemerahan yang hanya bisa dilihat oleh makhluk-makhluk seperti Drake. Ia mengemudikan mobilnya melalui jalanan kota New York di pagi hari yang sudah mulai sibuk itu. Dra
Meskipun kedua makhluk itu sudah minta ampun, tetapi sudah terlambat. Drake sudah mengambil keputusan. Lagipula gudang ini sudah terlalu penuh dan tidak ada salahnya memusnahkan dua vampir yang sudah melanggar peraturan ini. Tapi Drake hanya bercanda saat ia mengatakan hendak memakan dua vampir itu. Setelah beribu-ribu tahun hidup bergaul bersama manusia, Drake sudah menyesuaikan diri dengan makanan manusia. Dia sudah tidak tertarik lagi dengan rasa makhluk-makhluk seperti ini. Dibandingkan dengan rasa masakan di restoran dengan bintang lima Michellin, tentu tidak dapat dibandingkan.Drake membuka mulutnya dan api keluar bersama dengan napasnya. Kedua vampir itu tidak berdaya, mereka hangus setelah terkena api tersebut dan menghilang menjadi debu, diiringi suara teriakan mereka. Satpam di luar gudang sudah terbiasa mendengar suara-suara aneh dari dalam, tapi ia tidak peduli. Itulah sebabnya ia masih bisa mempertahankan pekerjaan ini selama bertahun-tahun. Somehow, ia tahu bah
“Kamu kenal sekertaris baruku?” tanya Drake bingung.“Bisa dibilang begitu,” jawab Alarick. Ia kemudian berjalan pergi meninggalkan Drake yang masih menatap Alarick dengan tatapan bertanya-tanya. Alarick melambaikan tangannya tanpa berbalik, tetapi Drake tahu bahwa Alarick sedang tersenyum lebar.“June...” gumam Drake. Ia tidak tahu bagaimana caranya Alarick bia mengenal June dan ia tidak tahu kenapa ia merasa tidak suka akan hal itu. Drake mendengus pelan lalu berjalan-jalan lagi di area proyeknya yang sepi. Tidak mungkin ada jejak peri di sini. Para peri sudah terusir dari dunia modern, mereka bersembunyi entah di mana semenjak perang yang terjadi ratusan tahun yang lalu. Perang yang telah merenggut nyawa Anna.Para peri terbagi menjadi dua kubu, mereka yang memilih kegelapan dan mereka yang memilih terang. Peri kegelapan ingin menguasai dunia dan menjadi pemimpin para makhluk, juga menjadikan manusia sebagai budak. Peperang
Drake kemudian duduk di meja kerjanya sambil menghembuskan napas pendek. June tidak perlu bertanya untuk tahu bahwa bosnya itu sedang dalam suasana hati yang buruk. June bersandar di sofa sambil berpikir, pantas saja tadi ia marah-marah tanpa alasan. June mungkin tadi sudah gagal merayu Drake, tapi ia tidak ingin menyerah sekarang. Setelah satu tahun menyimpan dendam, tidak mungkin June akan melepaskan kesempatan ini begitu saja.Untuk sekarang, mungkin June akan membiarkan Drake sendiri dengan pikirannya. June tidak boleh bekerja hari ini jadi ia memutuskan untuk beristirahat saja. Ia mencari-cari handphone di saku blazernya, tapi sial, ternyata handphonenya tertinggal di meja kerjanya. June ingin kembali untuk mengambilnya tapi kakinya terlalu sakit untuk melakukan itu. Jadi dia harus diam seharian di sofa tanpa melakukan apapun?Diam-diam June menatap Drake, untuk sedetik June berpikir untuk minta tolong padanya, tapi tentu saja itu sebuah ide yang bodoh. Drak