Share

Bab. 3 Masih Sebuah Permintaan.

"APA!" sahut Hazel tercengang mendengar apa yang di katakan adiknya itu. Pandangannya beralih menatap Zaan dengan kebencian di sorot matanya.

"Kenapa kita harus meninggalkan kastil ini? Kalau ini berkaitan denganmu aku tidak akan ikut, kau sendiri yang menjadi sumber masalah kerajaan ini lalu kenapa harus aku yang mengalami semua penderitaan ini!"

"Dengarkan aku dulu.." potong Zaan.

Namun Hazel sepertinya tidak terima dengan usulan yang bahkan ia sendiri belum mendengar penjelasannya. 

"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi! Aku sudah cukup menderita dengan menyendiri di kamar ini! Apa kau tidak cukup puas dengan menambah penderitaanku lagi?!" ujar Hazel yang emosinya mulai tidak terkendali karena mengingat hal buruk sudah terjadi padanya.

"Ku pikir kau adalah seseorang yang dikirim untuk menggantikan ibunda yang selalu menemaniku, tapi ternyata aku salah, KALAU SAJA KAU TIDAK DILAHIRKAN KE DUNIA INI MAKA AKU TIDAK AKAN BERPISAH DENGANNYA! DAN AKU TIDAK AKAN MENGALAMI HAL BURUK INI ZAAN!"  Hazel meluapkan emosinya, dengan cepat meraih sebuah gelas berisi wine yang ada di dekatnya dan di lemparkannya ke arah lukisan dirinya sendiri dimana wajahnya masih terlihat cantik terpajang pada sebuah dinding hingga membuat lukisan itu berwarna merah keunguan.

Zaan hanya bisa terdiam mendengar kebencian dari kakaknya yang selama ini terpendam lama. Tak ingin suasana ini menjadi lebih buruk, Zaan pergi dari kamar itu tanpa sepatah kata apapun. Meskipun dengan berat hati ia meninggalkan kamar tanpa menjelaskan sesuatu, ia akan tetap meninggalkan kastil itu walau tanpa bersama kakaknya nanti.

Malam harinya, di balai agung kerajaan. Saat Raja Hubert sedang membaca sebuah pesan dari gubernur militer tentang pertahanan wilayah mereka tiba-tiba Zaan datang menghampiri.

"Ayahanda..." 

Zaan berdiri dengan tegap di depan singgasana ayahnya.

Raja Hubert menghentikan aktifitasnya lalu meletakkan gulungan kertas itu pada nampan besi dengan ukiran berwarna perak di genggamannya.

Melihat Zaan berdiri dengan posisi yang tegap dan wajah seriusnya membuat Raja Hubert bertanya-tanya, apa yang akan anaknya katakan padanya.

"Aku akan meninggalkan kastil ini.. keputusan ini tidak bisa diganggu gugat, Ayahanda tidak bisa melarangku. Aku akan pergi malam ini, katakan pada semua rakyat Vanderbilt besok pagi kalau mereka tidak usah merasa cemas lagi karena sumber masalah itu sudah pergi." kata Zaan tegas.

"Apa kau mendengar perkataan kedua orang itu?.. kau tidak usah pergi nak, Ayah akan mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Kau adalah Putra Mahkota kerajaan ini, kastil ini juga tempat tinggalmu, bagaimana mungkin kau akan tinggal di tempat lain? Tetaplah di sini nak.." pinta Raja Hubert dengan belas kasih, ia tidak rela tinggal jauh bersama putranya itu.

"Aku tidak bisa membiarkan rakyat Vanderbilt menderita terlalu lama Ayah, aku akan tetap meninggalkan kastil ini.." Zaan tetap teguh dengan keputusannya, lalu ia berbalik hendak meninggalkan ayahnya tanpa mendengarkan apa yang akan ayahnya katakan.

Namun sebelum melangkahkan kakinya untuk pergi ia kembali berkata.

"Aku akan kembali jika tubuhku kembali normal." ujarnya merasa menyesal karena sudah membuat penderitaan kepada rakyat Vanderbilt.

Zaan melangkah pergi meninggalkan ayahnya, namun saat di tengah jarak antara pintu dan singgasana ada seseorang yang muncul dari pintu masuk dan itu berhasil membuat Zaan terkejut saat melihat siapa yang datang.

"Tunggu! Aku akan ikut bersamamu." ujar Puteri Hazel yang muncul dari balik pintu bersama dengan seseorang wanita setengah paruh baya berdiri di sampingnya.

Zaan hanya terdiam saat mendengar kakaknya bersedia ikut dengannya. Ia hanya penasaran kenapa kakaknya bisa berubah pikiran.

Kemudian Puteri Hazel berjalan bersama seseorang yang ada di sampingnya menghampiri ayahnya yang masih duduk di singgasana.

"Ayahanda, aku akan pergi bersama Zaan tinggal di tempat lain, karena ini demi kebaikan rakyat Vanderbilt dan Ayah tidak bisa menolaknya." tutur Hazel.

"Tapi nak, Ayah tidak bisa membiarkan kalian tinggal jauh dari Vanderbilt, Ayah tidak akan mengijinkannya." jawab Raja Hubert tegas.

Tiba-tiba wanita yang berdiri di samping Hazel mulai berbicara meyakinkan raja.

"Yang Mulia, ijinkan saja mereka tinggal di luar kastil ini, anggap saja ini sudah saatnya mereka belajar menghadapi dunia luar, dan aku akan menemani mereka tinggal di sana." ujar wanita itu teguh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status