"APA!" sahut Hazel tercengang mendengar apa yang di katakan adiknya itu. Pandangannya beralih menatap Zaan dengan kebencian di sorot matanya.
"Kenapa kita harus meninggalkan kastil ini? Kalau ini berkaitan denganmu aku tidak akan ikut, kau sendiri yang menjadi sumber masalah kerajaan ini lalu kenapa harus aku yang mengalami semua penderitaan ini!"
"Dengarkan aku dulu.." potong Zaan.
Namun Hazel sepertinya tidak terima dengan usulan yang bahkan ia sendiri belum mendengar penjelasannya.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi! Aku sudah cukup menderita dengan menyendiri di kamar ini! Apa kau tidak cukup puas dengan menambah penderitaanku lagi?!" ujar Hazel yang emosinya mulai tidak terkendali karena mengingat hal buruk sudah terjadi padanya.
"Ku pikir kau adalah seseorang yang dikirim untuk menggantikan ibunda yang selalu menemaniku, tapi ternyata aku salah, KALAU SAJA KAU TIDAK DILAHIRKAN KE DUNIA INI MAKA AKU TIDAK AKAN BERPISAH DENGANNYA! DAN AKU TIDAK AKAN MENGALAMI HAL BURUK INI ZAAN!" Hazel meluapkan emosinya, dengan cepat meraih sebuah gelas berisi wine yang ada di dekatnya dan di lemparkannya ke arah lukisan dirinya sendiri dimana wajahnya masih terlihat cantik terpajang pada sebuah dinding hingga membuat lukisan itu berwarna merah keunguan.
Zaan hanya bisa terdiam mendengar kebencian dari kakaknya yang selama ini terpendam lama. Tak ingin suasana ini menjadi lebih buruk, Zaan pergi dari kamar itu tanpa sepatah kata apapun. Meskipun dengan berat hati ia meninggalkan kamar tanpa menjelaskan sesuatu, ia akan tetap meninggalkan kastil itu walau tanpa bersama kakaknya nanti.
Malam harinya, di balai agung kerajaan. Saat Raja Hubert sedang membaca sebuah pesan dari gubernur militer tentang pertahanan wilayah mereka tiba-tiba Zaan datang menghampiri.
"Ayahanda..."
Zaan berdiri dengan tegap di depan singgasana ayahnya.
Raja Hubert menghentikan aktifitasnya lalu meletakkan gulungan kertas itu pada nampan besi dengan ukiran berwarna perak di genggamannya.
Melihat Zaan berdiri dengan posisi yang tegap dan wajah seriusnya membuat Raja Hubert bertanya-tanya, apa yang akan anaknya katakan padanya.
"Aku akan meninggalkan kastil ini.. keputusan ini tidak bisa diganggu gugat, Ayahanda tidak bisa melarangku. Aku akan pergi malam ini, katakan pada semua rakyat Vanderbilt besok pagi kalau mereka tidak usah merasa cemas lagi karena sumber masalah itu sudah pergi." kata Zaan tegas.
"Apa kau mendengar perkataan kedua orang itu?.. kau tidak usah pergi nak, Ayah akan mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Kau adalah Putra Mahkota kerajaan ini, kastil ini juga tempat tinggalmu, bagaimana mungkin kau akan tinggal di tempat lain? Tetaplah di sini nak.." pinta Raja Hubert dengan belas kasih, ia tidak rela tinggal jauh bersama putranya itu.
"Aku tidak bisa membiarkan rakyat Vanderbilt menderita terlalu lama Ayah, aku akan tetap meninggalkan kastil ini.." Zaan tetap teguh dengan keputusannya, lalu ia berbalik hendak meninggalkan ayahnya tanpa mendengarkan apa yang akan ayahnya katakan.
Namun sebelum melangkahkan kakinya untuk pergi ia kembali berkata.
"Aku akan kembali jika tubuhku kembali normal." ujarnya merasa menyesal karena sudah membuat penderitaan kepada rakyat Vanderbilt.
Zaan melangkah pergi meninggalkan ayahnya, namun saat di tengah jarak antara pintu dan singgasana ada seseorang yang muncul dari pintu masuk dan itu berhasil membuat Zaan terkejut saat melihat siapa yang datang.
"Tunggu! Aku akan ikut bersamamu." ujar Puteri Hazel yang muncul dari balik pintu bersama dengan seseorang wanita setengah paruh baya berdiri di sampingnya.
Zaan hanya terdiam saat mendengar kakaknya bersedia ikut dengannya. Ia hanya penasaran kenapa kakaknya bisa berubah pikiran.
Kemudian Puteri Hazel berjalan bersama seseorang yang ada di sampingnya menghampiri ayahnya yang masih duduk di singgasana.
"Ayahanda, aku akan pergi bersama Zaan tinggal di tempat lain, karena ini demi kebaikan rakyat Vanderbilt dan Ayah tidak bisa menolaknya." tutur Hazel.
"Tapi nak, Ayah tidak bisa membiarkan kalian tinggal jauh dari Vanderbilt, Ayah tidak akan mengijinkannya." jawab Raja Hubert tegas.
Tiba-tiba wanita yang berdiri di samping Hazel mulai berbicara meyakinkan raja.
"Yang Mulia, ijinkan saja mereka tinggal di luar kastil ini, anggap saja ini sudah saatnya mereka belajar menghadapi dunia luar, dan aku akan menemani mereka tinggal di sana." ujar wanita itu teguh.
Tepat setelah Zaan lahir ke dunia ini, terdengar gemuruh petir saling bersautan seolah menyambut kedatangan sang jabang bayi ini.Bersamaan dengan itu, sang ratu yang baru saja melahirkan Zaan meminta raja untuk segera keluar dari kamarnya. Meskipun enggan, namun sang raja tetap memenuhi permintaan istrinya walaupun banyak pertanyaan di dalam benaknya."Klasina, mendekatlah." pinta sang ratu yang tengah berbaring lemah dengan suara paraunya.Peluh memenuhi wajah sang ratu, dengan perasaan yang iba, Klasina mengambil sebuah handuk kecil untuk membantu menyekanya."Aku tahu apa yang kau lihat," sang ratu membelai Zaan kecil yang terbaring tepat di sampingnya, matanya beralih menatap Klasina yang ada di hadapannya saat ini."Apa aura hitam itu masih ada di kamar ini?" sambungnya."Tersisa sedikit Yang Mulia, hanya saja..""Hanya apa?""Aura hitam itu sekarang mengelilingi pangeran kecil kita." jawab K
Melihat kondisi istrinya yang tampak tegang, membuat Raja Hubert merasa cemas serta bertanya-tanya apa yang terjadi pada istri tercintanya itu."Istriku, apa yang sebenarnya terjadi hingga membuatmu seperti ini?" Raja Hubert bertanya seraya membaringkan Olivia di atas ranjang dengan hati-hati."Selamatkanlah anak kita, aku tidak ingin dia lahir besok atau lusa, hari ini, malam ini, buatlah ia lahir ke dunia ini.." pinta Olivia terengah-engah dengan wajah yang pucat dan sedikit ketakutan."Tapi bagaimana itu mungkin?" tanya sang raja tidak mengerti."Cepat panggil tabib, ia tahu bagaimana caranya agar si bayi ini keluar malam ini, tidak ada waktu untuk menjelaskan lagi, aku mohon rajaku, selamatkan anak kita..." pinta Olivia lagi dengan berurai air mata yang membuat raja semakin bingung apa yang terjadi. Namun ia tetap melaksanakan apa yang diminta oleh Olivia.Tak la
Mendapat perintah yang tidak mengenakkan baginya, Ethelyn tetap bersikap tenang meskipun dirinya merasa kalau Hazel sedang mempermainkan dirinya. Terlihat dari apa yang Hazel katakan sedari awal bertemu dengan dirinya, banyak penolakan yang ia lakukan hanya untuk membuat Ethelyn pergi dari kastil itu.Ia sendiri tidak mengetahui mengapa Hazel sampai tidak menginginkan kehadiran dirinya di kastil itu, bukankah dengan dirinya tinggal di sana maka Hazel tidak akan merasa kesepian lagi? Karena memang kastil itu hanya ditinggali beberapa orang saja. Pengawalpun tidak banyak karena itu keinginan Zaan.Baru saja Ethelyn hendak turun membungkukkan diri, datang bibi Fawn yang melarang Ethelyn melakukannya. Sontak hal ini membuat Hazel kesal, karena merasa bibi Fawn membela Ethelyn dibanding dirinya."Berhenti." ucap Bibi Fawn di ambang pintu belakang. Meskipun tidak sampai berteriak, aura tegasnya sangat tampak dari cara ia berjalan.Memandang Hazel dengan t
Seusai menyantap hidangan di pagi hari, Zaan yang penasaran dengan suara wanita misterius tanpa berkata apapun pada anggota yang lain, ia berusaha mencari dari mana asalnya dan siapakah sebenarnya wanita itu.Zaan kembali mendatangi perpustakaan kastil dimana dulu ibunya sering membaca bahkan menuliskan apa yang ia ketahui dalam buku menurut cerita yang Zaan dengar dari ayahnya.Memang tidak terlalu besar untuk ukuran sebuah perpustakaan, tapi ruangan itu sangat besar jika hanya disinggahi satu orang saja. Zaan melangkah pelan masuk menjelajahi isi ruangan itu, dengan mata tajamnya ia bergerilya menyusuri sudut demi sudut. Meskipun kastil itu tidak pernah dihuni sebelumnya, tapi susunan buku yang ditata rapih dalam rak tidak tampak sedikitpun sarang laba-laba atau debu menempel di sana.Tidak ada yang mencurigakan dari susunan buku-buku besar yang saling berhimpitan satu sama lain. Namun ketika Zaan melangkahkan kakinya menuju rak buku paling belakang, tepat ber
Hazel masih diam tak bergeming sedikitpun saat mengetahui kalau bibi Fawn ternyata menyetujui keputusan Zaan yang mengijinkan Ethelyn tinggal bersama mereka sampai waktu yang tidak ditentukan. Bukan tanpa alasan Hazel menolak Ethelyn tinggal bersama mereka, sejak insiden wajahnya yang terbakar dan meninggalkan bekas luka, itu yang membuat Hazel menjauhi semua orang karena sebenarnya ia tidak ingin orang lain takut kepadanya. Hingga keesokan harinya.... Pagi hari saat menu sarapan sudah berjajar rapih tersedia di meja makan, Hazel yang sepertinya mengurung diri tidak menampakkan batang hidungnya di hadapan Ethelyn, dimana bibi Fawn serta Zaan sudah duduk siap menyantap makanan. Ethelyn merasa kalau dirinya belum diterima secara utuh untuk tinggal di sana, namun ia juga tidak bisa pergi karena kini mempunyai sebuah alasan untuk tetap bertahan di dalam kastil itu. *Flashback on. Ethelyn yang tengah bersantai duduk di kursi g
"Zaan..." panggil Ethelyn menghampiri Zaan.Terpancar sebuah cahaya putih terang dari tangannya lalu ia usapkan pada lengan Zaan yang terasa nyeri karena daun yang dimasukkan olehnya."Apa yang kau lakukan?..." Zaan terkejut.Seketika rasa nyeri itu menghilang bersamaan dengan berakhirnya Ethelyn yang mengusap lengannya."Apa yang..." ujarnya terpotong."Maaf... aku tidak tahu kalau kau masih merasa sakit akibat daun itu. Maaf sudah merepotkanmu." ucap Ethelyn lembut.Ia merasa bersalah setelah melihat Zaan yang merasa kesakitan, ia melakukan hal itu untuk menjaga dirinya sendiri, tapi apakah yang ia lakukan itu termasuk tindakan yang egois?"Aku baik-baik saja, kau beristirahatlah, dan ya.. aku akan mengenalkanmu pada saudari serta bibiku nanti setelah kau cukup beristirahat. Kalau begitu aku akan pergi." Zaan pamit lalu menutup pintu kamar itu.Sejenak ia terdiam memandangi lengan kanannya, lalu ia mengusapnya perlahan
Zaan yang tidak berdaya untuk mengeluarkan daun itu dari tubuhnya merasa terpaksa menerima perlakuan yang menurutnya tidak adil untuk dirinya. Lagi pula dari awal dia memang tidak berniat buruk pada malaikat itu, hanya saja ia ingin mencari tahu apakah benar kalau seorang malaikat bisa menyembuhkan penyakitnya."Kalau begitu kau bisa tinggal di dalam kastil ini...""Tunggu... kau tidak bisa memberitahu orang lain tentang identitasku yang sebenarnya kalau aku adalah seorang malaikat." sanggah Ethelyn dengan cepat."Aku tahu itu, aku akan mengatakan kalau kau adalah seorang penggembala yang tersesat dan sudah kehilangan keluarga. Aku berkata demikian agar bibi Fawn nanti tidak banyak bertanya mengenai dirimu. Aku bukanlah pembohong yang handal, maka dari itu bekerja sama lah dalam hal ini." tutur Zaan.Ethelyn mulai merasa kalau pria yang ada di hadapannya itu adalah sosok yang baik, akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di dalam kastil itu sesuai peri
"Hanya saja...""...BRUK..."Tiba-tiba terdengar bunyi seperti benda yang terjatuh tak jauh dari halaman belakang bahkan tanah pun bergetar saat sesuatu yang terjatuh itu menyentuh tanah yang membuat Zaan bertanya-tanya suara keras apa itu."Bibi? Apa kau mendengarnya?" tanya Zaan yang mulai cemas, ia hanya khawatir ada hewan buas yang menyelinap masuk ke dalam kastil.Lalu ia menyuruh bibi Fawn masuk ke dalam kastil sampai ia tahu suara apa itu sebenarnya. Perlahan ia melangkah mendekati sumber suara sambil mengancang-ancang mengangkat pedangnya yang senantiasa terpasang pada sabuknya.Tak jauh dari halaman belakang, tampak sebuah sayap putih yang sangat besar menutupi semua tubuh si pemiliknya hingga membuat Zaan penasaran dan terus mendekatinya.Sesampainya di depan sayap itu, tanpa ada rasa takut Zaan mengarahkan pedangnya ke arah sayap itu sambil sesekali menggerakkan kakinya untuk melihat sosok dibalik sayap putih itu.
"Ta.. tapi kenapa harus aku? Bukankah ada malaikat lain yang bertugas untuk mencari benda yang hilang dari langit?" tolak Ethelyn cepat.Ia tidak mengerti kenapa Blake menyuruh dirinya padahal itu bukan tugasnya."Itu karena mawar itu kau yang menemukannya. Mawar krystal biru akan menghilang begitu tercabut dari taman langit, dan perlahan akan memunculkan wujudnya ketika si penciptanya berdekatan dengannya. Itulah mengapa aku memerintahkanmu untuk mendapatkannya kembali." jelas Blake yang kini lebih tenang."Tapi kenapa harus ke bumi? Bukankah bisa saja ada makhluk dari alam lain yang mencurinya?" tanya Ethelyn lagi."Tidak ada makhluk lain yang bisa menembus pertahanan taman langit selain makhluk dari bumi. Sekarang, kau turunlah ke bumi. Dan ingatlah! Jangan pernah kembali sebelum kau mendapatkannya!" ujar Blake.Blake tiba-tiba mengarahkan tangannya ke arah Ethelyn dan seketika muncul cahaya terang putih untuk menurunkan Ethelyn ke b