Share

5. Bersamamu

Malam terasa hangat, sehangat kebersamaan Demitrio Agashi dan Renata Prameswari.

Demitrio enggan melepaskan pelukannya, dia memangku Renata ala bridal style ke atas kasur king size.

Dengan lembut Demitrio menurunkan Renata, tangan kanannya membelai lembut wajah Renata yang terpaku dengan perlakuannya. Baru kali ini Renata merasakan nyaman sentuhan seorang pria, karena selama ini Renata selalu menutup diri dengan penampilan   yang tampak kaku.

"Aku menginginkanmu, Re." Suara Demitrio semakin serak dan tercekat. Bibirnya mulai menyentuh bibir tipis Renata.

Renata yang tak terbiasa, hanya bisa diam terpaku.

"Kamu belum pernah melakukannya, Re?" tanya Demitrio, melihat wajah tegang Renata.

"Sudah satu kali, itupun sama bapak tadi sore," kata Renata dengan suara tercekat.

Demitrio mulai melumat bibir Renata yang terasa manis, Renata tak memberontak sedikitpun. Dalam hatinya terus bergumam, merasakan sentuhan lembut Demitrio.

Tuhan aku tak ingin melakukannya, tapi kenapa sentuhan ini membuatku terbuai? Entah apa yang terjadi pada dada ini, seperti ribuan kupu-kupu berterbangan dalam tubuhku.

"Bibirmu manis, Re ... Apa aku yang pertama melakukannya?" Demitrio terus berbicara, tanpa melepaskan pagutannya.

Ketika Demitrio menurunkan baju Renata, Renata mulai terhenyak. Tersadar akan pesan ibunya, dia harus menjadi seorang wanita yang menjaga kesucian dan harga dirinya.

Mata hazel Renata mulai menitikkan air mata, melepaskan pagutan Demitrio.

"Maaf, Pak. Saya tidak bisa melakukan nya, walaupun rasa tidak bisa dibohongi. Saya ingat pesan ibu, saya akan melakukan setelah ada ikatan suci," papar Renata.

Demitrio menghembuskan napasnya yang tercekat.

"Ok ... Saya menghargai sikap kamu. Aku hanya manusia bejat yang tak layak dicintai...,"

Kenapa dengan bosnya? Renata mendengarkan Demitrio, merasa bersalah dengan perkataannya.

"Kenapa bapak berkata seperti itu?" tanya Renata.

Demitrio mengangkat tubuhnya, duduk di tepian ranjang.

"Aku merasa selalu terbuang, Re. Ibu pergi, sedangkan ayahku karena tidak ingin sengsara, dia selalu mengikuti perkataan keluarga besarnya,"

Mendengar perkataan Demitrio, rasa kasihan Renata mulai tergerak untuk memberikan kehangatan. Tangannya membelai tangan kekar Demitrio. Entah karena sayang, cinta atau hanya sekedar kasihan.

"Jangan merasa sendiri, Pak...,"

Cup ... Satu kecupan mendarat di pipi Demitrio, Demitrio tersenyum mendapatkan perlakuan manis Renata. Matanya, sesaat melihat Renata yang tengah tertunduk karena malu.

"Kalau bapak menginginkanku saat ini, lakukanlah...," ucap Renata, wajahnya memerah.

Demitrio hanya bisa tersenyum geli, melihat kepolosan sekertarisnya ini.

"Aku tidak akan melakukannya, Re. Kamu terlalu berharga untuk disentuh." Tangan Demitrio membelai lembut wajah Renata.

Renata masih menunggu, apa yang akan dilakukan Demitrio? Dalam hatinya pada saat ini, dia berpikir tidak apa melanggar norma.

Mata Renata terpejam merasakan sentuhan lembut Demitrio, dia sudah menyiapkan diri melepaskan segala keutuhan hidupnya.

Semakin lembut, hingga Renata merasa melayang dengan sentuhan. Sesaat Renata terbuai, tapi kenapa sentuhannya makin menjauh? Batin Renata berkata, tanpa membuka matanya.

"Ih bau, mandi cepat!" Demitrio menjauhi Renata, tangannya memijit hidung mancungnya.

Renata yang sedang membayangkan, malam indah, ambyar karena perkataan bosnya yang telah kembali normal.

"Masa sih, aku bau?" Renata terus mengendus tubuh, memastikan kondisinya.

"Sudah cepat, saya sudah siapkan baju tidur dan baju untuk besok kita bekerja. Cepat Renata Prameswari!" seru Demitrio dengan tegas.

Dengan wajah kesal, Renata mengikuti apa yang diperintahkan bosnya yang mulai menyebalkan.

Demitrio hanya menggelengkan kepalanya, di balik punggung Renata yang berlalu menuju kamar mandi.

Byur ... Byur ...

Suara air dari dalam kamar mandi masih terdengar, Demitrio segera mengganti taxedo dengan kaos slim fit  dan celana longgar.

"Aahh...," teriakan Renata dari dalam kamar mandi. Dengan cepat Demitrio mendekati sumber suara.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Re. Kamu tidak apa-apa?"

"Saya kepeleset, Pak," ucap Renata. Kakinya terkilir, tidak bisa digerakkan.

"Saya dobrak pintunya, Re,"

Braak ... Dengan satu tendangan pintu kamar mandi terbuka.

Glek ... Demitrio menelan saliva, melihat tubuh polos Renata, dengan cepat dia membawa handuk dan memberikannya pada Renata.

"Pakai cepat!" ucap Demitrio membalikkan tubuhnya.

Renata memakai handuk, tapi kakinya masih sulit digerakan.

"Pak, kaki saya...," imbuh Renata malu.

Demitrio menggangkat tubuh ramping Renata, menidurkannya di ranjang.

Tangan Demitrio memegang kaki jenjang Renata.

"Bapak, mau apa?"

Tak ada jawaban dari Demitrio, tangannya menggangkat kaki Renata.

"Arrgghh ... Bapak sakit!" Renata berteriak.

Demitrio membenarkan posisi tulang Renata yang keseleo. Setelah dirasa benar, Demitrio menurunkan kaki Renata.

"Gimana, masih sakit? Coba gerakan perlahan,"

Renata menggerakkan kakinya dan tidak ada rasa sakit lagi.

"Makasih, ya Pak." Senyum Renata mengembang.

Demitrio mengambil paper bag dan memberikannya pada Renata. Sebuah baju tidur lengkap dengan perlengkapan lainnya.

Demitrio pergi menuju balkon, memberikan ruang untuk Renata.

Tak lama Renata menghampiri Demitrio yang masih berada di balkon kamar. Satu batang rokok, terselip di kedua jari tangannya.

"Maaf ya, Pak. Malam ini, saya selalu membuat repot bapak," lirih Renata.

Demitrio hanya melihat Renata sesaat dan sibuk kembali menyesap rokoknya.

"Tidurlah dulu, besok ada meeting dengan klien dari Jerman. Jangan sampai kamu melupakan tugasmu!" seru Demitrio datar.

"Ihh ... Baru berapa jam lalu bersikap manis, sekarang dah jadi monster lagi," gumam Renata yang kesal dengan perubahan sikap bosnya.

"Saya masih bisa dengar perkataan kamu, Renata Prameswari!" bentak Demitrio.

***

Renata membuka softlens yang masih melekat di matanya, menyimpannya di atas meja. Dia mulai merebahkan tubuhnya, yang pegal karena seharian belum beristirahat. Tak menunggu lama matanya mulai terpejam dan terlelap dalam mimpi.

Demitrio mendekati Renata yang telah tertidur pulas, tangannya membenarkan rambut-rambut yang menghalangi wajah cantik Renata.

"Semoga tidurmu lelap malam ini, mimpi indah, Re." Tangannya sesaat membelai pipi Renata dengan lembut.

Tanpa sadar Renata menarik tangan Demitrio, memeluknya seperti guling.

"Jangan tinggalkan aku, Bu. Rena, rindu senyum ibu." Matanya mulai mengeluarkan bulir-bulir bening mengalir melewati pipi mulusnya.

Demitrio mengangkat tangannya, tapi Renata makin mengeratkan pelukannya. Alhasil Demitrio mengambil inisiatif, untuk tidur di samping Renata.

Demitrio memandang lekat wajah polos Renata, beberapa saat dan akhirnya kedua insan ini tertidur pulas terbawa mimpi.

***

Alghara masih belum bisa memejamkan mata, tangannya masih menggenggam gelas wine. Kamar mewah tidak menjadikannya nyaman, pada malam ini. Bayangan Renata masih menari indah di benaknya.

Alghara memiliki saham terbesar disalah satu perusahaan Demitrio, dia memiliki peran penting dalam keberlangsungan maju mundur di Agashi Groups.

Dia adalah sepupu Demitrio, yang mewarisi kekayaan keluarga. Setelah kematian ayahnya, maka Alghara yang ditunjuk untuk melanjutkan tahta kuasa keluarga Fredicson. Dengan segala kuasa, lawan bisnis selalu tunduk pada perintahnya.

Karena terdidik mewah sejak kecil, maka segala sesuatu yang Alghara inginkan harus dimilikinya. Bahkan dia tidak segan mengeluarkan dan menghamburkan hartanya hanya untuk membeli satu jam tangan dengan nilai fantastis.

"Tunggu aku, gadisku. Walaupun aku belum tahu nama kamu, kamu sudah menggodaku dengan sikap kasarmu!" seru Alghara, tangannya melempar sembarang gelas yang ada di tangannya.

"Tak ada kata lemah dan menyerah dalam kamus Alghara Fredicson." Matanya memicing dan seringai senyum licik tercipta di bibir merahnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
S Rohmah
Kira² siapa ya yang akan memiliki Renata. Uuhh jadi greget. 🤭🤭🤭
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status