Share

6. Pagi Menggebu

Renata terbangun dari tidur lelapnya dan terkejut dengan pemandangan punggung Demitrio, tanpa sehelai kain menutupinya. Dan yang lebih membuat Renata terkejut lagi, Demitrio tertidur di sampingnya. 

"Bapak bangun!" teriak Renata. Tak ada pergerakan berarti dari Demitrio yang masih tetap tertidur pulas.

Mata Renata langsung mengarah pada tubuhnya, jangan-jangan malam hari bosnya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, batin Renata bergumam.

Tapi Renata sedikit lega, karena baju tidurnya masih terpasang rapi. Dia beranjak dari ranjang untuk membersihkan diri.

"Ehm...." Tangan Demitrio memeluk tubuh Renata.

Renata terbelalak dengan kelakuan atasannya ini, dia langsung membawa guling untuk dijadikan senjata.

"Ciaaattt terima ini!" Renata berteriak dan memukuli Demitrio yang masih tertidur.

"Aduh ... Apa sih?" tanya Demitrio kesal dan terbangun karena ulah Renata.

Tapi apa yang dilakukan Renata setelah Demitrio terbangun, dia terus memukuli Demitrio tanpa henti. 

"Renata, hentikan!" teriak Demitrio.

Demitrio hanya bisa menahan pukulan Renata dengan lengannya. Tak ada kesempatan untuk membalas pukulan bertubi-tubi dari Renata selain menggerakkan badannya dan menindih Renata. Tangannya mengunci tangan kanan Renata sedangkan tangan yang lainnya membekap mulut Renata.

"Emmm." Renata berusaha memberontak.

"Diam! Jangan berteriak! Apa kamu ingin semua datang dan menyangka, aku memperkosa kamu? Hah!" bentak Demitrio.

Setelah mendengar perkataan Demitrio, akhirnya Renata menurut padanya. Setelah Renata terdiam, Demitrio melepaskan tangan dari mulut Renata, tapi matanya masih melotot pada Renata.

Dalam hati Renata hanya bisa mengutuk dirinya sendiri, kenapa dia harus memukul bosnya? Yang ada, kini Renata merasa menjadi tawanan dalam dekapan Demitrio.

"Pak, berat," lirih Renata, yang tidak berani bergerak.

"Kita lanjutkan saja, mau?" tanya Demitrio dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Tidaaak ma...," ucap Renata terhenti dengan lumatan bibir  kenyal Demitrio. Mata Renata hanya bisa melotot, melihat kelakuan bosnya. Semakin lama, Demitrio semakin memperdalam ciumannya. 

Renata terus berontak, tapi hatinya berkata lain. "Sudah berapa kali aku kecolongan dan Ya Tuhan, aku mulai menyukainya," batin Renata berkata.

"Kamu menyukainya, Re?" tanya Demitrio, suaranya makin serak.

"...." Renata tak menjawab apapun. 

Hanya makian dan cercaan dalam hati Renata pada saat ini. Selama bekerja dengan Demitrio, dia tidak pernah tertarik pada Demitrio.

Tapi semuanya pupus dalam benak Renata, dia terjatuh pasrah dipelukan Demitrio.

Demitrio mulai menyasar setiap inci dari tubuh ramping Renata. Bibirnya terus mencari area sensitif Renata.

"Jangan lakukan, Pak," lirih Renata.

"Sekali saja, Re," jawab Demitrio dengan suara lembut.

"Sekali buat, Bapak. Tapi penyesalan tak berujung untuk saya," lirih Renata, air matanya tak berhenti mengalir.

Walaupun hawa panas telah menguasai mereka, tapi Renata masih ingat akan perkataan ibunya.

Demitrio mengelus wajah Renata dengan lembut, menghapus bulir-bulir bening yang ada di atas pipi Renata.

"Aku tidak akan pernah menyentuhmu, sampai ada takdir menyatukan kita. Walaupun aku tahu, aku bukan pria yang baik untuk kamu, Renata Prameswari," bisik Demitrio tepat di telinga Renata, meninggalkan jejak gigitan yang tidak menyakitkan.

***

Renata dan Demitrio keluar dari kamar hotel, menuju meja makanan untuk sarapan.

Mereka duduk di dekat kolam ikan buatan, air mancur kecil menghiasinya. Tampak indah dilihat dengan gemericik air yang menyejukkan hati.

Menyejukkan hati Renata yang tak menentu, bibirnya tak berhenti melapalkan doa-doa.

"Kenapa terus nunduk, Re?" tanya Demitrio yang sibuk memotong croissant.

Renata tak menjawab apapun, hatinya terasa teriris melihat wajah Demitrio yang santai seperti tidak terjadi apa-apa.

Renata memainkan roti isi, yang tersaji di depannya. Tidak ada selera makan, yang ada hanya rasa mual, apabila mengingat kedekatan dia dengan Demitrio.

Apakah kedekatan ini akan selamanya mengikat dalam ikatan suci atau hanya sebatas penyalur nafsu? Seperti wanita-wanita yang dekat dengan Demitrio, batin Renata terus meracau.

"Ah ... andai Demitrio tidak bajingan seperti yang aku kenal, mungkin aku akan menerimanya dengan senang hati," gumam Renata.

Sebenarnya Demitrio mendengar samar, apa yang dikatakan oleh Renata.  Tapi untuk saat ini, dia tidak bisa menyakinkan Renata untuk percaya padanya.

Karena dia juga tidak tahu apakah kedekatan dengan Renata adalah cinta atau sebatas ketertarikan setelah melihat Renata yang telah dipoles make up belaka? Batin Demitrio seakan menjawab, rasa gundah yang ada pada hati Renata.

"Re, nanti setelah meeting jadwalkan saya untuk pergi menemui Nyonya Velope," 

Duaar seakan boom atom jatuh dari langit menimpa hati Renata, mendengar  Demitrio ingin menemui Nyonya Velope, hati Renata terasa sakit.

Dia berpikir pasti Demitrio akan melakukan hal yang aneh-aneh bersama Nyonya Velope, tapi Renata segera tersadar kalau dia tidak pantas untuk cemburu.

"Ya Pak, nanti saya kosongkan waktu ...  setelah meeting," ucap Renata dengan suara pelan, mulutnya berhenti mengunyah makanan yang makin terasa hambar di indera pengecapnya.

"Kenapa Renata Prameswari?"

Renata hanya menggelengkan kepala, menjawab pertanyaan dari Demitrio.

Demitrio paham dengan apa yang dirasakan oleh Renata, tapi Demitrio harus menutupi segala rasa yang dia rasakan pada Renata. Entah cinta atau sekedarnya, semua masih terbalut dalam kegamangan.

"Jangan terlalu berharap, pada seorang Demitrio yang penuh dosa ini, Re," ucap Demitrio menyudahi sarapan paginya.

***

Setelah menyelesaikan urusan di meja resepsionis, Demitrio dan Renata menunggu mobil terparkir di depan pintu hotel.

"Ekhm ... boleh aku bawa sekertaris cantik mu ini, Dem?" tanya Alghara mengejutkan Renata dan Demitrio.

Mereka menoleh bersamaan ke arah suara, dengan malas Demitrio membalikkan badannya kembali.

Satu langkah pasti, Alghara mendekati Renata. Dia menarik tangan Renata dan memasukannya ke dalam saku jas.

Kelakuan Alghara memancing amarah Renata, dengan gerak refleks dia menampar keras pipinya, tapi Alghara tidak bergeming sedikitpun. Dia hanya mengusap pipinya yang memerah.

"Ini yang aku mau, gadis garangku." Sebelah matanya mengedip.

"Oh Tuhan, cobaan apalagi ini," batin Renata memelas.

Melihat tingkah Alghara yang mencurigakan, Demitrio menarik tubuh Renata menjauh darinya.

Setelah beberapa saat menunggu, kini mobil Demitrio berhenti tepat di sampingnya. Demitrio langsung membawa Renata masuk kedalam mobil, tanpa ucapan pamit pada Alghara.

Alghara hanya tersenyum sinis melihat kepergian Renata dan Demitrio.

"Dengan kuasaku, kamu pasti akan jatuh dipelukanku. Tunggu aku, gadis garangku!" tegas Alghara dengan seringai liciknya. Tangan Alghara, mengeluarkan benda mengkilat karena cahaya.

"Dan teruntuk sepupuku, Demitrio Agashi, kelak benda ini yang akan melukaimu." Tangannya memainkan sebuah pisau lipat yang terlihat tajam.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
S Rohmah
Bau² permusuhan udah tercium. Udah degdegan kalo udah ada adegan berbahaya seperti ini.. 😬😬😬
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status