Detik berikutnya, Adam serta-merta berubah menjadi sosok yang berbeda. Segalanya langsung terjadi dalam sekejap. Dia membuka ikatan gesper yang sempat membelenggu Angelina, lantas membopong tubuh polos itu ke atas ranjang dengan ayunan langkah panjangnya.
Gerakan Adam lembut dan penuh perlindungan, seolah-olah Angelina merupakan figur yang akan rapuh oleh satu sentuhan. Dia menurunkan punggung kecil itu dengan hati-hati, kemudian mengecup singkat keningnya yang setengah basah sebab rambutnya—dari sisa keramas—masih belum kering sempurna.
“Berbaringlah sebentar. Aku akan mengambil alat pengering rambut untukmu,” ucap Adam yang menjaga emosi di wajahnya tetap datar seperti semula.
Adam beranjak ke arah nakas yang berukuran lebih pendek di dekat jendela, lantas memeriksa isi lacinya dengan sikap tenang. Setelah menemukan benda yang dicari, dia pun berbalik dan menyalakan alat yang mengeluarkan suara dengung itu untuk Angelina. Adam tersenyum
“Mengapa Mom pergi tanpa pamit, Dad? Apa dia sedang membeli kue pai untuk kita?” tanya Arthur yang baru saja memeriksa kamar Rupert di flat.“Entah, Arthur. Kita akan mengetahuinya nanti. Ponselnya masih tidak dapat tersambung sekarang.”“Well, aku agak sedikit lapar.”“Lapar? Baiklah, Kawan. Kita akan lihat ada bahan makanan atau tidak di dapur.”Mereka beranjak ke lorong yang langsung mengantar langkah kecil Arthur menuju dapur. Bocah itu melongok ke atas meja berbentuk persegi panjang yang kosong dan mengedarkan pandang ke samping—mencoba mencari tahu di area lain—sambil menyimpan harap akan menemukan sebatang cokelat atau apa saja.“Apa Mom sudah menghabiskan semuanya? Mengapa dia tidak menyisakan satu permen untukku?”Kening Saga seketika mengernyit menyaksikan pemandangan ganjil di depannya. Tiada tanda-tanda bahwa Angelina pernah menggunakan kompor atau pun melaku
Tubuh Angelina terbaring tanpa kuasa di bawah dekapan Adam. Ciuman penuh hasrat dari pria itu memberondong bibirnya secara bertubi-tubi. Sukses membuat tarikan napasnya melenguh seperti amukan badai.Akal sehat Angelina pun mendadak menguap dan berhenti bekerja, lantas membujuk dirinya untuk larut dalam permainan yang Adam tawarkan. Sisi Adam Ford yang liar itu menciptakan sejenis keputusasaan tersendiri di dalam hatinya. Matanya terpejam menahan gejolak yang sang CEO itu berikan tanpa jeda.Membuat Angelina mengerang dan mencapai klimaks di bawah pacuan tubuhnya merupakan ambisi yang ingin Adam capai kala itu. Dia meraup rahang Angelina—menempatkannya di hadapan wajah—melancarkan aksi pertukaran saliva yang kelewat menggebu-gebu itu dengan cepat.Raungan tertahan dari mulut Angelina sontak mengudara sesaat setelah jemari Adam menyusup masuk ke balik pakaian berpotongan longgar yang sedang dia kenakan. Bulu kuduknya seketika meremang merasakan sensas
“Ke mana kita akan pergi, Dad?”Saga menoleh sekilas pada Arthur yang merasa heran dan membalas, “Menjemput Mom.”“Mom?”“Ya, Nak. Kita akan bertemu Mom sebentar lagi. Kemasi barang-barangmu dan pastikan kau tidak meninggalkannya, hm?”“Baiklah, Dad. Berikan aku waktu lima menit untuk mengecek semuanya.”Saga mengangguk pada Arthur yang kemudian beranjak dari dapur setelah kenyang dan selesai menghabiskan empat potong piza berukuran besar. Bocah itu setengah berlari demi mempercepat langkah. Dia kembali mendatangi Saga sekitar tiga menit selepasnya.“Segalanya beres!” seru Arthur yang kelewat bersemangat untuk berjumpa kembali dengan sang ibu.“Sempurna. Kita akan berangkat sekarang.”Dengan mengendarai taksi, mereka pun bergegas menuju ke satu tempat yang asing. Kawasan paling timur yang megah. Area prestise yang akan membuat orang-orang mendad
“Pengantin apa?” raung Saga yang suaranya kembali menggelegar seperti gemuruh.“Apa kau ingin memberi ucapan selamat pada kami?”“Dasar bajingan!” umpat Saga yang kemudian melayangkan tinjunya tepat ke rahang kiri Adam.Adam sontak terhempas ke belakang. Punggungnya menabrak anak tangga hingga terjengkang dan membuatnya meringis menahan nyeri. Pria itu pun bangkit dengan segera.Adam memberi serangan balasan pada Saga—menendang dada dan mendaratkan satu tinju lain di hidungnya—menciptakan suasana panik yang merebak kental di antara mereka. Darah langsung mengucur deras dari sana. Saga otomatis mundur dengan terhuyung akibat kerasnya hantaman.“Cukup, Adam! Hentikan sekarang juga!” pekik Angelina yang spontan menjadi histeris setelah melihat kondisi Saga.“Apa hanya itu yang kau punya?” tantang Adam yang memilih untuk mengabaikan peringatan.Detik berikutnya, Saga
“Tidak ada yang harus kujelaskan,” sanggah Angelina yang masih bersikukuh dengan pendiriannya untuk menyembunyikan identitas Arthur.“Orang buta sekali pun akan tahu bahwa dia lebih mirip denganku. Bukan dengan pria itu. Aku tahu kau sedang menyembunyikan sesuatu,” sahut Adam yang nadanya seketika berubah menjadi parau.“Aku tidak ingin berdebat denganmu la—”“Kau bukan tidak ingin, tetapi takut!” sela Adam yang langsung menyambar kesempatan itu untuk menekan Angelina.“Takut? Denganmu?”“Kau takut rahasia yang telah kau simpan selama bertahun-tahun akan terbongkar sekarang.”“Itu sama sekali tidak benar, Adam. Kau membuat asumsi yang—”“Aku ingin tes DNA. Se-ka-rang,” tegas Adam yang mengunci tatapan pada wajah Angelina.“Tes DNA? Kau sangat lucu.”“Lucu katamu? Aku ingin kau bersumpah demi dirin
Kesiap ngeri dari orang-orang yang ada di sana serentak mengudara. Angelina mendadak syok pada pemandangan yang dia lihat sekarang. Dia melirik ke arah Arthur yang raut wajahnya juga sama takutnya dengan mereka semua—terlalu pias malah, sampai-sampai sorot mata kecilnya membelalak lebar.‘Sejauh mana Arthur mampu memahami kejadian yang sedang berlangsung di depannya?’ batin Angelina. Adam pun melonggarkan cengkeramannya dan berbalik menghadapi Saga dengan sikap tenang. Namun, perilakunya yang kelewat biasa-biasa saja justru membuat wanita itu sangat khawatir.“Kubilang, lepaskan Angelina.”“Sa-Saga? Sejak kapan kau punya pistol? Aku tidak pernah melihatmu memegang benda seperti itu,” bisik Angelina sambil berharap Saga akan menyimpannya lagi di tempat yang aman.Ekor mata Saga kemudian berpindah pada wajah cantik Angelina yang berubah kalut dan dia membalas, “Apa itu akan membuat perbedaan?”&ld
“Caramu salah. Itu tidak akan menghentikan pendarahannya. Minggirlah, biar aku yang melakukannya,” ucap Saga setelah dia tersadar dari syok yang sempat menggulung dirinya.“Diam di sana atau aku akan melemparmu ke dalam penjara sekarang juga!”“Tidak ada waktu untuk bertengkar. Nyawa Angelina dalam bahaya.”“Kaulah yang melukainya!” teriak Adam dengan sorot mata penuh dendam.“Ber-berhentilah berkelahi, kumohon. A-aku tidak apa-apa. Ha-hanya se-sedikit sesak,” ungkap Angelina selepas menyaksikan ketegangan yang lagi-lagi menggantung di antara mereka.“Posisikan tubuhnya lebih tinggi lagi. Dia harus tetap terjaga sampai tim medis datang. Ajaklah dia bicara tentang apa saja,” pinta Saga sambil meraba tekanan detak nadi di salah satu pergelangan tangan Angelina.Adam menurut—memosisikan tubuh Angelina sesuai dengan instruksi, lantas mengecup lembut kening Angelina yan
“Apa Mom akan baik-baik saja?” tanya Arthur sambil memandangi pintu bangsal ICU yang baru saja ditutup.Adam seketika melayangkan tatapan muram pada Arthur. Dia juga berharap Angelina akan baik-baik saja seperti yang mereka inginkan. Namun, satu-satunya hal yang dapat mereka lakukan hanya menunggu para tim medis selesai bekerja dan membiarkan sedikit keajaiban datang.“Angelina wanita yang kuat. Satu luka tembak tidak akan membuatnya menyerah.”Arthur spontan menoleh dan balas menatap pada Adam. Dua pasang iris dengan warna persis itu saling beradu dalam rasa cemas yang menggantung kental di benak mereka masing-masing. Adam kemudian memalingkan wajahnya sambil mendengus canggung.“Jadi, kau adalah Ayahku?”“Kau boleh memanggilku Dad atau sebutan apa saja yang kau suka.”“Apa yang terjadi pada kalian? Mengapa Ayah Saga sangat marah dan ingin menembakmu?” selidik Arthur yang penasaran