Share

Ch. 5 Curhat Dadakan (2)

"Ma-maksud Dokter?"

Ken menghela nafas panjang, ia masih begitu serius menatap jalanan yang ada di depannya itu. Wajahnya berubah sendu, membuat Elsa terpaku diam di tempatnya duduk, tidak berani banyak berkata-kata lagi. Hingga kemudian, Ken kembali buka suara.

"Saya juga ngalami kok, Sa. Ditinggal selingkuh sampai hamil," Ken tersenyum getir, tatapannya masih lurus ke depan, sementara Elsa tercekat luar biasa.

Ken masuk kategori laki-laki tampan dengan postur tinggi tegap dan kulit putih bersih macam artis Korea. Kalau dia pas pakai snelli-nya ia mirip pemain The Hospital Playlist yang sering Elsa tonton, hanya saja sikapnya cenderung angkuh, menyebalkan dan rese. Tapi jika berhadapan dengan orang yang dia cintai, tentu dia tidak akan seperti ini bukan? Pasti dia berubah manis dan romantis. Lalu kenapa dia sampai diselingkuhin pacarnya? Sampai hamil dengan laki-laki lain lagi, gila!

"Nggak mungkin, Dok!" Elsa menggelengkan kepalanya tidak percaya.

"Lho ... saya yang ngalamin kok kamu yang ngeyel?" Ken mendengus kesal, ia menoleh dan menatap tajam Elsa yang tampak begitu penasaran itu.

"Masa laki-laki seganteng Dokter diselingkuhin?" tanya Elsa to the point.

"Ahh ... mengakui juga kamu kalau saya ganteng!" Ken sontak nyengir lebar, membuat Elsa mendadak salah tingkah, ah ... jadi besar kepala kan residen soplak itu?

"Ya ganteng sih, cuma ...."

"Cuma apa? Diktator? Nyebelin? Iya?" potong Ken tidak sabar.

"Dokter sendiri ya yang bilang, bukan saya! Jadi jangan bilang kalau saya ngatain Dokter," Elsa mengulum senyum, rasanya ia ingin tertawa terbahak-bahak, namun ia takut hukumannya ditambah, jadi dia memilih mati-matian menahan tawanya.

"Tau ah!" Ken mencibir, dasar menyebalkan!

Elsa terkikik, untuk pertama kalinya ia merasa menang melawan sosok angkuh itu. Ia menghela nafas panjang, dengan masih bersandar di jok, Elsa menikmati jalanan yang ada di depannya itu.

"Hei, saya masih pengen cerita, kamu malah acuh kayak gitu?" protes Ken kesal, ia pengen curhat juga, kenapa malah diacuhkan?

"Lho ya sudah Dokter lanjut cerita dong, kalau saya yang maksa nanti kesannya saya nggak sopan, kepo sama urusan senior. Kenapa jadi saya yang disalahkan lagi sih? Memang koas itu tampat salah dan dosa!" gerutu Elsa kesal, kenapa sih laki-laki satu ini menyebakan sekali?

"Memang koas kan tempat salah, namanya juga keset rumah sakit!" gerutu Ken sambil memanyunkan bibirnya.

Elsa mendengus, terus saja begitu. Memang koas diibaratkan keset rumah sakit, tapi Ken lupa kalau dokter residen itu diibaratkan sendal rumah sakit? Sama-sama sedang belajar dan tidak dibayar dan hanya beda strata saja bukan?

"Jadi kita pacaran sudah lama, Sa ...."

"Kita? Dokter aja kali sama mantannya, kenapa nyebutnya jadi 'kita'?" potong Elsa cepat yang langung membuat Ken menoleh dan menatap tajam ke arah Elsa.

"Dengerin aja kenapa sih? Suka banget motong pembicaraan orang!" Ken benar-benar tidak mengerti, tampangnya saja kalem, eh ternyata sosok satu ini benar-bener soplak setengah mati! Kayak gini dulu lolos seleksi masuk kedokteran? Yang bener aja!

"Iya deh, lanjut kalau begitu!" Elsa memanyunkan bibirnya, menunggu Ken kembali melanjutkan ceritanya.

"Oke jadi saya pacaran sama dia sudah lama banget, dari kelas tiga SMA sampai saya lulus UKMPPD. Ya kalau dihitung-hitung sudah enam tahun hampir tujuh tahun jalan sama mantan yang kemarin itu."

Elsa melonggo, pacaran bisa selama itu? Itu pacaran apa kredit motor? Kredit motor aja paling lama tiga tahun! Buat kredit motor bisa dapat dua itu! Namun Elsa hanya diam, ia menyimak dengan seksama residen soplak itu bercerita, daripada kena semprot lagi ya, kan? Lebih baik dia diam sampai kemudian Ken meminta pendapat darinya.

"Kita masuk fakultas yang sama, kampus yang sama. Berjuang dari pre-klinik sampai koas, eh begitu dia koas malah kecantol dokter residen, Sa." guman Ken lirih.

Elsa mengangguk-anggukan kepalanya. Oh ... jadi kecantol dokter residen? Ya pantaslah, dibanding koas tentu menang dokter residennya kan? Masa depan sudah terjamin cerah, dokter koas? Masih abu-abu masa depannya.

"Dan parahnya lagi, dokter residen itu sepupu saya sendiri, Sa. Anak om saya!"

"APA?" penuturan Ken kali ini membuat Elsa tidak bisa mengerem mulutnya untuk berteriak, ia melotot tidak percaya dengan apa yang tadi Ken katakan.

Jadi dokter residen itu sepupu dokter Ken? Wah sepertinya dokter satu ini masuk kategori full blood kalau dilihat dari ceritanya. Jangan-jangan emak-bapak dokter Ken juga dokter? Atau bagaimana?

"Kaget kan? Sudah ditikung, dihamili dulu juga! Rasanya tuh nyesek banget, Sa!" Ken tersenyum kecut, "Tapi ada untungnya juga sih."

Elsa kembali bertanya-tanya, ada untunya? Untungnya apa?

"Untung? Pacar kena tikung kok untung sih, Dok?" tanya Elsa tidak mengerti.

"Bukan itu yang saya maksud untung, Sa. Ya untung saja sudah pernah saya cicipin, jadi sepupu saja itu ibarat dapat bekas saya, orang perawannya saya yang ambil," jelas Ken dengan begitu santai.

Kembali Elsa melonggo, seperti itu dibanggakan? Astaga! Sudah terlalu jauh juga dokter satu ini dengan pacarnya. Eh tapi ... kalau dokter ini juga sering tidur sama pacarnya, dari mana dia tahu kalau sepupunya yang ngehamilin pacarnya?

"Dok, mohon maaf nih kalau salah ngomong dan terkesan kepo, tapi saya penasaran nih. Kan Dokter sama pacarnya sudah sering itu apa namanya ...."

"Nge-sex?" potong Ken cepat, kenapa sih pakai sungkan segala, heran deh!

"Ya itu! Tapi bagaimana Dokter tahu kalau yang ngehamilin pacar Dokter itu sepupunya Dokter? Siapa tahu kan itu anak Dokter gitu," Elsa tampak takut-takut, takut Ken tersinggung atau marah dengan pertanyaannya yang benar-benar penasaran akan hal itu.

Ken menghela nafas panjang, ia masih fokus pada setir dan jalanan di hadapannya. Ia terdiam sesaat, membuat Elsa takut bahwa dia sudah salah bicara dan membuat sosok itu makin marah.

"Mereka ngaku, Sa! Dia posisi hamil sudah enam minggu dan saya waktu itu harus koas beda rumah sakit dengan dia. Kita kuliah di Jogja kan? Dulu stase kejiwaan, dia empat minggu di Solo, di Kentingan. Dan kita sama sekali nggak ketemu, cuma komunikasi lewat telepon. Dia balik Jogja, eh gantian saya yang harus ke Solo, empat minggu juga. Kebetulan sepupu residen penyakit jiwa, dan dia pendidikan di sini, di rumah sakit yang kita pakai koas."

Elsa mengangguk-angguk mengerti, jadi seperti itu?

"Di total kita LDR, ya walaupun cuma Jogja-Solo, itu delapan minggu. Saking sibuk koas, ujian, presentasi kasus dan lain-lain kita sama sekali nggak ketemu. Jangankan mau ena-ena, ketemu tatap muka saja dulu sama sekali nggak sempet, terus datang-datang bilang hamil enam minggu, mana mungkin itu anak saya? Kapan saya transfer sperma ke dia sampai dia kemudian bisa hamil?" suara Ken bergetar, ia tampak masih marah dan kecewa dengan kejadian itu, Elsa bisa merasakannya.

"Saya tanya dong ya, dia hamil sama siapa, saya pengen ketemu orangnya, eh yang datang anak om saya, El! Gimana nggak hancur coba?" mata Ken memerah, rasa sakit itu kembali menjalar di dalam relung hatinya, sungguh sialan sekali bukan?

Elsa menghela nafas panjang, ia jadi trenyuh pada sosok itu. Rupanya ia juga mengalami hal tidak mengenakkan itu dalam hidupnya.

"Kata temen-temen saya kemarin, suruh ikhlas Dok. Untung ketahuan belangnya sebelum menikah, coba kalau sudah menikah dan punya anak, pasti lebih sakit. Dokter nggak sendirian kok, yang ngalamin kayak gitu banyak, contohnya saya juga."

"Ya tapikan bukan sepupu kamu yang jadi selingkuhan sampai ngehamilin pacar kamu, Sa."

Elsa tersenyum getir, memang bukan sih. Dan kalau ketemu orangnya saja Elsa keki, benci dan kesal setengah mati. Bagaimana dengan Ken yang masih harus bertemu mereka karena masih jadi satu keluarga? Ahh ... ternyata di baling sikap angkuh dan menyebalkan, residen itu punya kisah kelam juga.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nury
Tim somplak ya......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status