"Ma-maksud Dokter?"
Ken menghela nafas panjang, ia masih begitu serius menatap jalanan yang ada di depannya itu. Wajahnya berubah sendu, membuat Elsa terpaku diam di tempatnya duduk, tidak berani banyak berkata-kata lagi. Hingga kemudian, Ken kembali buka suara.
"Saya juga ngalami kok, Sa. Ditinggal selingkuh sampai hamil," Ken tersenyum getir, tatapannya masih lurus ke depan, sementara Elsa tercekat luar biasa.
Ken masuk kategori laki-laki tampan dengan postur tinggi tegap dan kulit putih bersih macam artis Korea. Kalau dia pas pakai snelli-nya ia mirip pemain The Hospital Playlist yang sering Elsa tonton, hanya saja sikapnya cenderung angkuh, menyebalkan dan rese. Tapi jika berhadapan dengan orang yang dia cintai, tentu dia tidak akan seperti ini bukan? Pasti dia berubah manis dan romantis. Lalu kenapa dia sampai diselingkuhin pacarnya? Sampai hamil dengan laki-laki lain lagi, gila!
"Nggak mungkin, Dok!" Elsa menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"Lho ... saya yang ngalamin kok kamu yang ngeyel?" Ken mendengus kesal, ia menoleh dan menatap tajam Elsa yang tampak begitu penasaran itu.
"Masa laki-laki seganteng Dokter diselingkuhin?" tanya Elsa to the point.
"Ahh ... mengakui juga kamu kalau saya ganteng!" Ken sontak nyengir lebar, membuat Elsa mendadak salah tingkah, ah ... jadi besar kepala kan residen soplak itu?
"Ya ganteng sih, cuma ...."
"Cuma apa? Diktator? Nyebelin? Iya?" potong Ken tidak sabar.
"Dokter sendiri ya yang bilang, bukan saya! Jadi jangan bilang kalau saya ngatain Dokter," Elsa mengulum senyum, rasanya ia ingin tertawa terbahak-bahak, namun ia takut hukumannya ditambah, jadi dia memilih mati-matian menahan tawanya.
"Tau ah!" Ken mencibir, dasar menyebalkan!
Elsa terkikik, untuk pertama kalinya ia merasa menang melawan sosok angkuh itu. Ia menghela nafas panjang, dengan masih bersandar di jok, Elsa menikmati jalanan yang ada di depannya itu.
"Hei, saya masih pengen cerita, kamu malah acuh kayak gitu?" protes Ken kesal, ia pengen curhat juga, kenapa malah diacuhkan?
"Lho ya sudah Dokter lanjut cerita dong, kalau saya yang maksa nanti kesannya saya nggak sopan, kepo sama urusan senior. Kenapa jadi saya yang disalahkan lagi sih? Memang koas itu tampat salah dan dosa!" gerutu Elsa kesal, kenapa sih laki-laki satu ini menyebakan sekali?
"Memang koas kan tempat salah, namanya juga keset rumah sakit!" gerutu Ken sambil memanyunkan bibirnya.
Elsa mendengus, terus saja begitu. Memang koas diibaratkan keset rumah sakit, tapi Ken lupa kalau dokter residen itu diibaratkan sendal rumah sakit? Sama-sama sedang belajar dan tidak dibayar dan hanya beda strata saja bukan?
"Jadi kita pacaran sudah lama, Sa ...."
"Kita? Dokter aja kali sama mantannya, kenapa nyebutnya jadi 'kita'?" potong Elsa cepat yang langung membuat Ken menoleh dan menatap tajam ke arah Elsa.
"Dengerin aja kenapa sih? Suka banget motong pembicaraan orang!" Ken benar-benar tidak mengerti, tampangnya saja kalem, eh ternyata sosok satu ini benar-bener soplak setengah mati! Kayak gini dulu lolos seleksi masuk kedokteran? Yang bener aja!
"Iya deh, lanjut kalau begitu!" Elsa memanyunkan bibirnya, menunggu Ken kembali melanjutkan ceritanya.
"Oke jadi saya pacaran sama dia sudah lama banget, dari kelas tiga SMA sampai saya lulus UKMPPD. Ya kalau dihitung-hitung sudah enam tahun hampir tujuh tahun jalan sama mantan yang kemarin itu."
Elsa melonggo, pacaran bisa selama itu? Itu pacaran apa kredit motor? Kredit motor aja paling lama tiga tahun! Buat kredit motor bisa dapat dua itu! Namun Elsa hanya diam, ia menyimak dengan seksama residen soplak itu bercerita, daripada kena semprot lagi ya, kan? Lebih baik dia diam sampai kemudian Ken meminta pendapat darinya.
"Kita masuk fakultas yang sama, kampus yang sama. Berjuang dari pre-klinik sampai koas, eh begitu dia koas malah kecantol dokter residen, Sa." guman Ken lirih.
Elsa mengangguk-anggukan kepalanya. Oh ... jadi kecantol dokter residen? Ya pantaslah, dibanding koas tentu menang dokter residennya kan? Masa depan sudah terjamin cerah, dokter koas? Masih abu-abu masa depannya.
"Dan parahnya lagi, dokter residen itu sepupu saya sendiri, Sa. Anak om saya!"
"APA?" penuturan Ken kali ini membuat Elsa tidak bisa mengerem mulutnya untuk berteriak, ia melotot tidak percaya dengan apa yang tadi Ken katakan.
Jadi dokter residen itu sepupu dokter Ken? Wah sepertinya dokter satu ini masuk kategori full blood kalau dilihat dari ceritanya. Jangan-jangan emak-bapak dokter Ken juga dokter? Atau bagaimana?
"Kaget kan? Sudah ditikung, dihamili dulu juga! Rasanya tuh nyesek banget, Sa!" Ken tersenyum kecut, "Tapi ada untungnya juga sih."
Elsa kembali bertanya-tanya, ada untunya? Untungnya apa?
"Untung? Pacar kena tikung kok untung sih, Dok?" tanya Elsa tidak mengerti.
"Bukan itu yang saya maksud untung, Sa. Ya untung saja sudah pernah saya cicipin, jadi sepupu saja itu ibarat dapat bekas saya, orang perawannya saya yang ambil," jelas Ken dengan begitu santai.
Kembali Elsa melonggo, seperti itu dibanggakan? Astaga! Sudah terlalu jauh juga dokter satu ini dengan pacarnya. Eh tapi ... kalau dokter ini juga sering tidur sama pacarnya, dari mana dia tahu kalau sepupunya yang ngehamilin pacarnya?
"Dok, mohon maaf nih kalau salah ngomong dan terkesan kepo, tapi saya penasaran nih. Kan Dokter sama pacarnya sudah sering itu apa namanya ...."
"Nge-sex?" potong Ken cepat, kenapa sih pakai sungkan segala, heran deh!
"Ya itu! Tapi bagaimana Dokter tahu kalau yang ngehamilin pacar Dokter itu sepupunya Dokter? Siapa tahu kan itu anak Dokter gitu," Elsa tampak takut-takut, takut Ken tersinggung atau marah dengan pertanyaannya yang benar-benar penasaran akan hal itu.
Ken menghela nafas panjang, ia masih fokus pada setir dan jalanan di hadapannya. Ia terdiam sesaat, membuat Elsa takut bahwa dia sudah salah bicara dan membuat sosok itu makin marah.
"Mereka ngaku, Sa! Dia posisi hamil sudah enam minggu dan saya waktu itu harus koas beda rumah sakit dengan dia. Kita kuliah di Jogja kan? Dulu stase kejiwaan, dia empat minggu di Solo, di Kentingan. Dan kita sama sekali nggak ketemu, cuma komunikasi lewat telepon. Dia balik Jogja, eh gantian saya yang harus ke Solo, empat minggu juga. Kebetulan sepupu residen penyakit jiwa, dan dia pendidikan di sini, di rumah sakit yang kita pakai koas."
Elsa mengangguk-angguk mengerti, jadi seperti itu?
"Di total kita LDR, ya walaupun cuma Jogja-Solo, itu delapan minggu. Saking sibuk koas, ujian, presentasi kasus dan lain-lain kita sama sekali nggak ketemu. Jangankan mau ena-ena, ketemu tatap muka saja dulu sama sekali nggak sempet, terus datang-datang bilang hamil enam minggu, mana mungkin itu anak saya? Kapan saya transfer sperma ke dia sampai dia kemudian bisa hamil?" suara Ken bergetar, ia tampak masih marah dan kecewa dengan kejadian itu, Elsa bisa merasakannya.
"Saya tanya dong ya, dia hamil sama siapa, saya pengen ketemu orangnya, eh yang datang anak om saya, El! Gimana nggak hancur coba?" mata Ken memerah, rasa sakit itu kembali menjalar di dalam relung hatinya, sungguh sialan sekali bukan?
Elsa menghela nafas panjang, ia jadi trenyuh pada sosok itu. Rupanya ia juga mengalami hal tidak mengenakkan itu dalam hidupnya.
"Kata temen-temen saya kemarin, suruh ikhlas Dok. Untung ketahuan belangnya sebelum menikah, coba kalau sudah menikah dan punya anak, pasti lebih sakit. Dokter nggak sendirian kok, yang ngalamin kayak gitu banyak, contohnya saya juga."
"Ya tapikan bukan sepupu kamu yang jadi selingkuhan sampai ngehamilin pacar kamu, Sa."
Elsa tersenyum getir, memang bukan sih. Dan kalau ketemu orangnya saja Elsa keki, benci dan kesal setengah mati. Bagaimana dengan Ken yang masih harus bertemu mereka karena masih jadi satu keluarga? Ahh ... ternyata di baling sikap angkuh dan menyebalkan, residen itu punya kisah kelam juga.
"Loh kok berhenti di sini, Dok?" Elsa terkejut ketika Ken membawanya pergi ke sebuah butik kenamaan."Saya ada tugas buat kamu, dan kamu perlu kostum buat menyelesaikan tugas saya besok malam," guman Ken santai sambil memarkirkan mobilnya di depan butik itu.Tugas?Besok malam?Kostum?Elsa bertanya-tanya, ia menatap Ken yang sudah melepas seat belt-nya itu sambil mengerutkan keningnya. Apa yang hendak Ken perintahkan kepadanya? Kenapa pakai beli kostum segala? Memang kostum apa yang harus Elsa pakai? Astaga, pikiran Elsa traveling sampai kemana-mana, jangan bilang kalau ...."Hei, kamu kenapa pucat begitu sih? Ayo turun!" Ken mengibaskan tangannya di depan wajah Elsa yang tampak tertegun itu, kenapa sih gadis satu ini? Kok aneh begitu?"Dok ... Saya memangnya mau disuruh ngapain Dok?" tanya Elsa dengan wajah memucat, di pikirannya, bayangan tidak senonoh itu sudah menari-nari di dalam otak Elsa.Ken menghela nafas panjang, ia menjewer
Elsa tertegun ketika Ken Jongkok di hadapannya sambil menyodorkan sepatu high heels lima belas centimeter itu. Ia masih memakai gaun warna peach model strapless dengan bawah mekar yang Ken sendiri juga yang memilih."Sa, mana kakimu, ini dicoba dulu!" Ken langsung mencubit betis Elsa dengan gemas, membuat Elsa tergagap dan tersentak dari lamunannya."Nggak usah pakai cubit kenapa sih, Dok? Main tangan aja dari tadi, heran saya!" gerutu Elsa yang langsung mengusap-usap betisnya yang memerah akibat cubitan Ken itu."Kamu sih, melamun apa memang? Sini kaki kamu, cobain dulu sepatunya!" Ken menarik kaki kiri Elsa, memasangkan sepatu itu di kaki Elsa, membuat Elsa tertegun. Residen soplak itu jongkok di hadapannya dan memakaikan sepatu itu di kaki Elsa? Bukan main!"Kan saya bis-""Kamu kelamaan tahu nggak!" potong Ken cepat, membuat Elsa langsung manyun.Tanpa banyak berkata-kata lagi, Ken memasangkan sepatu satunya di kaki Elsa, lalu bangkit da
"Sampai saya dapat pacar betulan."Kalimat itu masih terngiang-ngiang di telinga Elsa. Sampai kemudian Ken dapat pacar betulan? Gila! Berapa lama itu nanti? Yang benar saja! Bukankah dia bilang tadi dia trauma pacaran, trauma menjalin hubungan semanjak diselingi? Lantas kapan residen itu bakal dapat pacar kalau dia sendiri bilang sudah trauma? Edan benar!"Dok, boleh tanya?" Elsa menoleh, menatap Ken yang sudah serius di balik kemudinya itu."Tanyalah, mau tanya apa lagi sih?" Ken menoleh, menatap Elsa yang tampak begitu penasaran itu."Dokter lagi dekat sama cewek?""Oh, itu? Tentulah, saya memang lagi deket sama cewek," jawab Ken yang sontak membuat Elsa lega.Eh ... Tapi tunggu!Kalau sekarang posisi Ken sedang dekat dengan cewek, kenapa malah meminta Elsa jadi pacar sewaan Ken? Kenapa tidak membawa cewek itu saja ke ulang tahun anak mantannya itu? Kenapa malah Elsa yang dia bawa?"Kalau boleh tau siapa, Dok?" tanya Elsa takut-takut
“Heh ... mau kemana?” Ken menarik kerah snelly Elsa ketika gadis itu hendak kabur bersama teman-temannya selepas Dokter Glondong selesai visiting.“Mau ke ruang koas lah, Dok. Ada apa lagi sih?” Elsa menepis tangan Ken, sebuah tindakan berani yang sampai membuat Renita melongo menatap Elsa dengan tatapan tidak berkedip. Berani sekali keset rumah sakit satu ini melawan sendal rumah sakit?“Ikut saya dulu, bantuin follow up ibu-ibu di VK!” Ken kembali menarik Elsa, membuat Elsa hampir terjungkal karena langkah Ken lebih cepat dari langkah Elsa sendiri.“Pelan-pelan dong, Dok! Heran deh ... dari kemarin kasar banget sih!” semprot Elsa kesal.Dio dan Samuel, yang juga residen obsgyn itu saling pandang, mereka kemudian menatap Renita yang masih melongo melihat apa yang tadi terjadi antara Elsa dan residen paling ganteng se-poli obsgyn itu.“Dek, temenmu itu ada hubungan apa sih sama Ken? Kok kayaknya
"Dok saya belum mandi," sepulang koas Elsa sudah di seret-seret Ken menuju parkiran, acara ulang tahun itu diadakan selepas magrib dan Ken hendak membawa Elsa bersiap-siap."Mandi di apartemen saya, sudah bawa ganti dalaman kan? Apa perlu saya belikan juga?" Ken melirik Elsa yang tampak manyun itu, sungguh sosok itu jadi makin menggemaskan."Sudah, tidak perlu repot-repot!" jawab Elsa ketus, tentulah Elsa bawa, Ken sudah ribut menelepon terus tadi subuh memperingatkan Elsa supaya membawa ganti pakaian dalam yang bersih."Bagus!" Ken membuka pintu mobilnya, lalu mendorong Elsa masuk ke dalam."Astaga, kasar amat sih jadi orang!" Gerutu Elsa kesal, pantas pacarnya lari, selingkuh sama sepupunya, orangnya kasar begini! Heran Elsa.Ken tidak menggubris, ia bergegas masuk ke dalam mobil. Ia melirik Elsa yang tampak manyun itu. Elsa hanya balas melirik, kenapa diam? Kenapa tidak langsung pergi? Elsa bertanya-tanya, namun ia memilih diam saja, hingga kemudian
Ken menatap bayangan dirinya di cermin, ia sudah begitu gagah dengan setelan jas dan dasi warna peach yang ia senadakan dengan dress yang akan dikenakan Elsa malam ini. Rambutnya sudah ia sisir begitu rapi dengan Pomade, parfum seharga tiga setengah juta itu sudah mengharumkan penampilan Ken. Ia lebih terlihat seperti seorang eksekutif muda daripada calon dokter kandungan!Ken dengan gagah melangkah ke luar dari kamarnya. Tampak Elsa masih duduk di kursi membelakangi dirinya, sedangkan Vonny tengah menata rambut Elsa yang dicatok Curly bagian bawahnya itu."Sudah selesai belum, Cik?" Tanya Ken sambil merapikan jasnya."Sudah!" jawab Vonny dengan wajah berbinar.Ken menatap Elsa yang masih duduk di kursi itu, sejenak Elsa kemudian bangkit dan membalikkan badan membuat Ken terkesiap luar biasa. Itu beneran Elsa kan? Koas-nya yang kurang ajar memaki dirinya karena mereka tidak sengaja bertubrukan di depan pintu masuk rumah sakit?Elsa tersenyum begitu mani
Ken tersenyum penuh kemenangan ketika melihat raut wajah Jessica tampak tidak senang dengan keberadaan Ken dan Elsa. Ia tahu betul apa arti ekspresi dan sorot mata itu, Jessica merasa kalah saing dengan Elsa bukan? Ahh ... Ada untungnya juga dulu Ken sempat ribut-ribut dengan Elsa, jadi dia bisa memanfaatkan gadis itu untuk membalas dendam pada Jessica."Mantan kamu cantik juga, Ko," bisik Elsa lirih ketika keluarga itu berfoto selepas acara tiup lilin.Ken dan Elsa memilih duduk di meja lain, tidak jadi satu dengan orang tua Ken dan orang tua Gilbert."Cantik kalau tukang selingkuh buat apa sih? Lagian masih cantikan kamu kok," Ken berbisik tepat di telinga Elsa, nafas Ken menyapu tengkuk Elsa, membuat Elsa meremang seketika.Ini Ken sedang main peran atau bagaimana sih? Kenapa rasanya pujian itu begitu nyata? Elsa menoleh dan menatap Ken yang masih tersenyum sambil menatapnya itu, wajahnya sontak memerah, membuat Ken makin gemas akan sosok itu.
"Terima kasih banyak sudah membantuku, Sa." Guman Ken lirih.Elsa menoleh, tampak Ken hanya meliriknya sekilas sambil tersenyum, membuat Elsa sontak juga tersenyum. Sungguh wajah sosok itu begitu enak di pandang kalau sedang tersenyum macam ini."Sama-sama, Dokter. Saya juga terima kasih sudah didandani begitu cantik malam ini, diajak makan di hotel berbintang.""Santai lah. Oh ya kamu serius mau saya antar ke rumah sakit? Nggak langsung kerumah saja?" Kenapa Elsa jadi kembali formal begitu sih?Elsa menggeleng sambil tersenyum, "Motor saya masih di rumah sakit, Dok. Jadi setelah ganti baju dan bersih-bersih, kalau tidak merepotkan saya minta diantar ke rumah sakit saja.""Tentu tidak, jangankan ke rumah sakit, ke rumah kamu sekarang saja akan saya antar, gimana?" Ken menoleh, jujur ia nyaman dengan obrolan santainya tadi dengan Elsa. Saling 'aku-kamu', bukan seperti ini. Ah ... Ada apa dengannya?"Ja-jangan, antar ke rumah sakit saja, Dok."