"Ah ... Dokter ini benar-benar diktator ya," Elsa menyusut air matanya, menghela nafas panjang lalu menoleh dan menatap Ken dengan seksama.
"Hey, suka-suka saya dong! Kamu lupa kalau kamu sedang dalam masa hukuman?" Ken mendengus kesal, apaan diktator katanya.
"Ah ... Dimana-mana pun keset rumah sakit memang nggak ada benarnya ya," Elsa kembali menyusut air matanya, apakah perlu menceritakan pada dokter residen itu perihal hubungan dia dengan pasien yang tadi mendapat tindakan sectio caesarea itu?
"Yuk ikut ke apartemen saya, ngepel sama bersihin kamar mandi apartemen saya!" Ken hendak bangkit ketika kemudian Elsa menarik tangan residen itu untuk kembali duduk di sisinya.
"Jangan dong, Dok! Saya kan kesini mau jadi dokter, kenapa hukumannya ngepel sama ngosek kamar mandi sih?" Protes Elsa sambil memanyunkan bibirnya.
"Makanya cerita dong, kenapa coba sampai nangis kayak gini? Baru juga sekali asistensi. Ntar di stase bedah tiap hari kamu masuk ke OK, asistensi dokter bedah umum, bedah ortopedi, bedah syaraf, bedah plastik dan sejawat bedah yang lain."
Elsa menghela nafas panjang, "Nggak masalah sih keluar masuk OK, cuma kalau pasiennya yang tadi, jangan kan ikut ke OK, baru ketemu di loby aja saya kabur duluan, Dok."
"Kenapa? Kamu punya hutang apa sama dia?" Ken tampak terkejut, ia menatap Elsa dengan seksama.
Elsa mendengus kesal, rasanya ia ingin menipuk kepala residen satu itu dengan batu, biar gantian dia yang di dorong ke OK buat dibedah kepalanya.
"Tampang saya tampang orang banyak hutang ya, Dok?" Elsa benar-benar gemas dengan sosok itu, seenak jidat betul kalau ngomong.
"Bukan, biasanya kan kalau malas ketemu sama orang itu urusan utang piutang," jawab Ken santai.
Elsa memijit keningnya dengan gemas, dihirupnya udara dalam-dalam, dihembuskan perlahan-lahan, terus seperti itu sampai berulang kali. Rasanya Elsa harus punya banyak stok sabar menghadapi hukuman dan sosok pemberi hukuman ini.
"Dia itu isteri mantan pacar saya, Dok! Dan tadi nih, yang dokter Hendratmo sama Dokter bantu keluarin bayi dari dalam perut, itu anak mantan saya!"
Ken tersentak, ia menoleh dan menatap Koas-nya itu, Elsa masih menitikkan air mata, membuat Ken mendengus kesal.
"Ngapain sih nangisin mantan?" Ken mengusap wajahnya dengan kasar.
"Bukan nangisin orangnya, Dok. Nangisin kebodohan dan keluguan saya, kok bisa sampai suka sama orang macam begitu."
"Ngakuin juga kalau bodoh?"
Elsa tersentak, rasanya ia benar-benar ingin menipuk kepala dokter itu. Lihat orang nangis mbok ya di hibur kek, atau di semangati, malah dikata-katain. Elsa menghela nafas panjang, mencoba sabar berbicara dengan sosok itu.
"Ah terserah lah, Dok! Saya mau balik saja!" Elsa bergegas berdiri hendak pergi dan melangkah pulang.
"Eh! Siapa suruh kamu pulang? Nggak sopan banget sih!" Ken menarik tangan Elsa, tubuhnya terhuyung, hendak jatuh ketika kemudian Ken bangkit dan menahan tubuh Elsa yang hendak jatuh itu.
Elsa menahan nafas ketika mata mereka bertemu. Sorot mata itu begitu hangat, tenang dan membius Elsa dengan luar biasa. Mereka untuk beberapa saat terdiam dengan posisi Ken menahan tubuh Elsa dalam dekapannya, hingga kemudian Elsa tersadar dan melepaskan diri perlahan-lahan dari dekapan dan genggaman tangan Ken.
"Kau ini, hati-hati dong!" Salak Ken galak, ia tampak gugup, beberapa bulir keringat menempel di dahinya.
"Lho, siapa yang salah sih, Dok? Dokter yang narik saya!" Elsa melotot gemas, ini dokter kandungan psikologisnya sedang terganggu apa?
"Heh, koas itu tempat salah, paham?" Ken menegaskan posisinya, diusapnya ujung hidung dengan jumawa, lalu menatap mata Elsa dalam-dalam.
Elsa tidak bisa menjawab apa-apa lagi, ia hanya menghela nafas lalu berbalik dan hendak menekan knop pintu untuk pergi dari depan residen soplak itu.
"Heh, kabur aja sih! Sini dulu!" Ken mengejar langkah Elsa, mereka kembali bertatap mata di depan pintu tangga darurat.
"Apaan lagi sih, Dokter? Apaan lagi?" Elsa benar-benar gemas, kenapa sih orang satu ini menyebalkan sekali?
"Saya belum selesai ngomong, Elsa!" Ken menghela nafas panjang, "Yuk ikut saya dulu, kamu masih ada urusan sama saya!" Ken menarik tangan Elsa membawa Elsa menuju ke parkiran.
"Dok, mau kemana sih?" Elsa mencoba melepaskan genggaman tangan Ken, namun Ken tidak melepaskan genggaman itu begitu saja.
"Ikut, hukuman yang saya beri ke kamu apa memang? Jangan lupa kamu masih punya tanggung jawab ke saya!" Ken menyeret gadis itu, lalu membuka pintu mobilnya dan memaksa Elsa masuk ke dalam.
Elsa melongo, jadi dia beneran mau disuruh ngepel sama ngosek WC apartemen milik residen itu? Gila aja! Ken masuk ke dalam mobil, memakai seat belt-nya lalu menghidupkan mesin mobilnya.
"Dok, mau kemana?" Elsa ikut memakai seat belt, masih begitu penasaran dengan tujuan residen itu membawanya.
"Bawel, diem aja lah!" Ken tidak menjawab, ia membawa mobil membelah jalanan. Matanya fokus menatap jalanan yang ada di depan matanya. Sedangkan Elsa bersandar di jok sambil memejamkan matanya.
Terserah lah mau dibawa kemana, asal tidak diapa-apakan saja. Elsa hanya duduk dan diam, memejamkan mata dan mencoba menghilangkan dongkol yang mendera hatinya dengan bertubi-tubi.
Pertama kesialannya yang menyebabkan dia harus jadi personal asisten residen soplak dan songgong itu selama sepuluh Minggu dia koas di stase obsgyn.
Yang kedua, pertama kali ikut asistensi sectio caesarea dan ternyata pasiennya adalah Tiara, selingkuhan Dory yang sudah lebih dulu hamil sebelum mereka menikah. Ternyata mereka sudah menjalin hubungan sejak Dory masih jadi pacar Elsa ternyata, benar-benar kurang ajar! Dan bodohnya Elsa baru tahu dan sadar ketika kehamilan Tiara masuk usia dua belas Minggu.
Yang ketiga residen soplak ini benar-benar menyebalkan sekali! Mana omongannya asal njeplak lagi. Rasanya kalau dia tidak telanjur bikin masalah sama ini residen, dia pilih pergi jauh-jauh dan tidak mau dekat sama makhluk satu itu.
Elsa benar-benar tidak mengerti, apa karena bapak-ibunya bukan seorang dokter jadi perjalanannya untuk mendapatkan gelar dokternya berkali-kali lipat lebih terjal dibanding mereka yang keturunan darah dokter murni? Elsa memijit keningnya perlahan, rasanya ia pusing. Sangat pusing.
"Heh, sudah lah jangan terlalu kau pikirkan itu mantan sama isterinya yang tadi lahiran," Ken kembali bersuara setelah cukup lama Elsa terdiam sejak mereka keluar dari rumah sakit tadi.
"Siapa juga yang mikirin mereka, Dok! Kurang kerjaan amat sih?" Elsa mendengus kesal, padahal Elsa sedang memikirkan masih dan kesialannya harus bertemu dengan mahluk macam Ken.
"Elah ... Tadi aja sampai nangis kayak.habis digebukin orang!" Cibir Ken sambil melirik Elsa sekilas.
"Kalau Dokter di posisi saya pasti nangis juga!"
"Nggak, ngapain nangis, orang busuk buat apa ditangisi?" Jawab Ken santai.
"Dokter nggak ngalamin, jadi mana paham?" Elsa memaki dalam hati, coba dia yang diposisi Elsa, nangis juga pasti!
"Siapa bilang saya nggak ngalamin? Kalau nggak tahu jangan asal ngomong."
Elsa tersentak, ditatapnya residen itu dengan seksama, apa maksudnya? Pacaran ya selingkuh juga? Sampai hamil? Atau bagaimana?
"Ma-maksud Dokter?"
"Ma-maksud Dokter?" Ken menghela nafas panjang, ia masih begitu serius menatap jalanan yang ada di depannya itu. Wajahnya berubah sendu, membuat Elsa terpaku diam di tempatnya duduk, tidak berani banyak berkata-kata lagi. Hingga kemudian, Ken kembali buka suara. "Saya juga ngalami kok, Sa. Ditinggal selingkuh sampai hamil," Ken tersenyum getir, tatapannya masih lurus ke depan, sementara Elsa tercekat luar biasa. Ken masuk kategori laki-laki tampan dengan postur tinggi tegap dan kulit putih bersih macam artis Korea. Kalau dia pas pakai snelli-nya ia mirip pemain The Hospital Playlist yang sering Elsa tonton, hanya saja sikapnya cenderung angkuh, menyebalkan dan rese. Tapi jika berhadapan dengan orang yang dia cintai, tentu dia tidak akan seperti ini bukan? Pasti dia berubah manis dan romantis. Lalu kenapa dia sampai diselingkuhin pacarnya? Sampai hamil dengan laki-laki lain lagi, gila! "Nggak mungkin, Dok!" Elsa menggelengkan kepalanya tidak p
"Loh kok berhenti di sini, Dok?" Elsa terkejut ketika Ken membawanya pergi ke sebuah butik kenamaan."Saya ada tugas buat kamu, dan kamu perlu kostum buat menyelesaikan tugas saya besok malam," guman Ken santai sambil memarkirkan mobilnya di depan butik itu.Tugas?Besok malam?Kostum?Elsa bertanya-tanya, ia menatap Ken yang sudah melepas seat belt-nya itu sambil mengerutkan keningnya. Apa yang hendak Ken perintahkan kepadanya? Kenapa pakai beli kostum segala? Memang kostum apa yang harus Elsa pakai? Astaga, pikiran Elsa traveling sampai kemana-mana, jangan bilang kalau ...."Hei, kamu kenapa pucat begitu sih? Ayo turun!" Ken mengibaskan tangannya di depan wajah Elsa yang tampak tertegun itu, kenapa sih gadis satu ini? Kok aneh begitu?"Dok ... Saya memangnya mau disuruh ngapain Dok?" tanya Elsa dengan wajah memucat, di pikirannya, bayangan tidak senonoh itu sudah menari-nari di dalam otak Elsa.Ken menghela nafas panjang, ia menjewer
Elsa tertegun ketika Ken Jongkok di hadapannya sambil menyodorkan sepatu high heels lima belas centimeter itu. Ia masih memakai gaun warna peach model strapless dengan bawah mekar yang Ken sendiri juga yang memilih."Sa, mana kakimu, ini dicoba dulu!" Ken langsung mencubit betis Elsa dengan gemas, membuat Elsa tergagap dan tersentak dari lamunannya."Nggak usah pakai cubit kenapa sih, Dok? Main tangan aja dari tadi, heran saya!" gerutu Elsa yang langsung mengusap-usap betisnya yang memerah akibat cubitan Ken itu."Kamu sih, melamun apa memang? Sini kaki kamu, cobain dulu sepatunya!" Ken menarik kaki kiri Elsa, memasangkan sepatu itu di kaki Elsa, membuat Elsa tertegun. Residen soplak itu jongkok di hadapannya dan memakaikan sepatu itu di kaki Elsa? Bukan main!"Kan saya bis-""Kamu kelamaan tahu nggak!" potong Ken cepat, membuat Elsa langsung manyun.Tanpa banyak berkata-kata lagi, Ken memasangkan sepatu satunya di kaki Elsa, lalu bangkit da
"Sampai saya dapat pacar betulan."Kalimat itu masih terngiang-ngiang di telinga Elsa. Sampai kemudian Ken dapat pacar betulan? Gila! Berapa lama itu nanti? Yang benar saja! Bukankah dia bilang tadi dia trauma pacaran, trauma menjalin hubungan semanjak diselingi? Lantas kapan residen itu bakal dapat pacar kalau dia sendiri bilang sudah trauma? Edan benar!"Dok, boleh tanya?" Elsa menoleh, menatap Ken yang sudah serius di balik kemudinya itu."Tanyalah, mau tanya apa lagi sih?" Ken menoleh, menatap Elsa yang tampak begitu penasaran itu."Dokter lagi dekat sama cewek?""Oh, itu? Tentulah, saya memang lagi deket sama cewek," jawab Ken yang sontak membuat Elsa lega.Eh ... Tapi tunggu!Kalau sekarang posisi Ken sedang dekat dengan cewek, kenapa malah meminta Elsa jadi pacar sewaan Ken? Kenapa tidak membawa cewek itu saja ke ulang tahun anak mantannya itu? Kenapa malah Elsa yang dia bawa?"Kalau boleh tau siapa, Dok?" tanya Elsa takut-takut
“Heh ... mau kemana?” Ken menarik kerah snelly Elsa ketika gadis itu hendak kabur bersama teman-temannya selepas Dokter Glondong selesai visiting.“Mau ke ruang koas lah, Dok. Ada apa lagi sih?” Elsa menepis tangan Ken, sebuah tindakan berani yang sampai membuat Renita melongo menatap Elsa dengan tatapan tidak berkedip. Berani sekali keset rumah sakit satu ini melawan sendal rumah sakit?“Ikut saya dulu, bantuin follow up ibu-ibu di VK!” Ken kembali menarik Elsa, membuat Elsa hampir terjungkal karena langkah Ken lebih cepat dari langkah Elsa sendiri.“Pelan-pelan dong, Dok! Heran deh ... dari kemarin kasar banget sih!” semprot Elsa kesal.Dio dan Samuel, yang juga residen obsgyn itu saling pandang, mereka kemudian menatap Renita yang masih melongo melihat apa yang tadi terjadi antara Elsa dan residen paling ganteng se-poli obsgyn itu.“Dek, temenmu itu ada hubungan apa sih sama Ken? Kok kayaknya
"Dok saya belum mandi," sepulang koas Elsa sudah di seret-seret Ken menuju parkiran, acara ulang tahun itu diadakan selepas magrib dan Ken hendak membawa Elsa bersiap-siap."Mandi di apartemen saya, sudah bawa ganti dalaman kan? Apa perlu saya belikan juga?" Ken melirik Elsa yang tampak manyun itu, sungguh sosok itu jadi makin menggemaskan."Sudah, tidak perlu repot-repot!" jawab Elsa ketus, tentulah Elsa bawa, Ken sudah ribut menelepon terus tadi subuh memperingatkan Elsa supaya membawa ganti pakaian dalam yang bersih."Bagus!" Ken membuka pintu mobilnya, lalu mendorong Elsa masuk ke dalam."Astaga, kasar amat sih jadi orang!" Gerutu Elsa kesal, pantas pacarnya lari, selingkuh sama sepupunya, orangnya kasar begini! Heran Elsa.Ken tidak menggubris, ia bergegas masuk ke dalam mobil. Ia melirik Elsa yang tampak manyun itu. Elsa hanya balas melirik, kenapa diam? Kenapa tidak langsung pergi? Elsa bertanya-tanya, namun ia memilih diam saja, hingga kemudian
Ken menatap bayangan dirinya di cermin, ia sudah begitu gagah dengan setelan jas dan dasi warna peach yang ia senadakan dengan dress yang akan dikenakan Elsa malam ini. Rambutnya sudah ia sisir begitu rapi dengan Pomade, parfum seharga tiga setengah juta itu sudah mengharumkan penampilan Ken. Ia lebih terlihat seperti seorang eksekutif muda daripada calon dokter kandungan!Ken dengan gagah melangkah ke luar dari kamarnya. Tampak Elsa masih duduk di kursi membelakangi dirinya, sedangkan Vonny tengah menata rambut Elsa yang dicatok Curly bagian bawahnya itu."Sudah selesai belum, Cik?" Tanya Ken sambil merapikan jasnya."Sudah!" jawab Vonny dengan wajah berbinar.Ken menatap Elsa yang masih duduk di kursi itu, sejenak Elsa kemudian bangkit dan membalikkan badan membuat Ken terkesiap luar biasa. Itu beneran Elsa kan? Koas-nya yang kurang ajar memaki dirinya karena mereka tidak sengaja bertubrukan di depan pintu masuk rumah sakit?Elsa tersenyum begitu mani
Ken tersenyum penuh kemenangan ketika melihat raut wajah Jessica tampak tidak senang dengan keberadaan Ken dan Elsa. Ia tahu betul apa arti ekspresi dan sorot mata itu, Jessica merasa kalah saing dengan Elsa bukan? Ahh ... Ada untungnya juga dulu Ken sempat ribut-ribut dengan Elsa, jadi dia bisa memanfaatkan gadis itu untuk membalas dendam pada Jessica."Mantan kamu cantik juga, Ko," bisik Elsa lirih ketika keluarga itu berfoto selepas acara tiup lilin.Ken dan Elsa memilih duduk di meja lain, tidak jadi satu dengan orang tua Ken dan orang tua Gilbert."Cantik kalau tukang selingkuh buat apa sih? Lagian masih cantikan kamu kok," Ken berbisik tepat di telinga Elsa, nafas Ken menyapu tengkuk Elsa, membuat Elsa meremang seketika.Ini Ken sedang main peran atau bagaimana sih? Kenapa rasanya pujian itu begitu nyata? Elsa menoleh dan menatap Ken yang masih tersenyum sambil menatapnya itu, wajahnya sontak memerah, membuat Ken makin gemas akan sosok itu.