"Loh kok berhenti di sini, Dok?" Elsa terkejut ketika Ken membawanya pergi ke sebuah butik kenamaan.
"Saya ada tugas buat kamu, dan kamu perlu kostum buat menyelesaikan tugas saya besok malam," guman Ken santai sambil memarkirkan mobilnya di depan butik itu.
Tugas?
Besok malam?
Kostum?
Elsa bertanya-tanya, ia menatap Ken yang sudah melepas seat belt-nya itu sambil mengerutkan keningnya. Apa yang hendak Ken perintahkan kepadanya? Kenapa pakai beli kostum segala? Memang kostum apa yang harus Elsa pakai? Astaga, pikiran Elsa traveling sampai kemana-mana, jangan bilang kalau ....
"Hei, kamu kenapa pucat begitu sih? Ayo turun!" Ken mengibaskan tangannya di depan wajah Elsa yang tampak tertegun itu, kenapa sih gadis satu ini? Kok aneh begitu?
"Dok ... Saya memangnya mau disuruh ngapain Dok?" tanya Elsa dengan wajah memucat, di pikirannya, bayangan tidak senonoh itu sudah menari-nari di dalam otak Elsa.
Ken menghela nafas panjang, ia menjewer telinga Elsa kuat-kuat sampai gadis itu memekik dan berteriak kesakitan.
"Aduh ... Aduh, lepasin Dok! Sakit!" protes Elsa sambil berusaha melepaskan jeweran itu dari telinganya.
Ken melepaskan jeweran tangannya, ia melotot gemas kepada gadis yang langsung mengusap telinganya yang memerah itu.
"Bisa jelaskan kepada saya apa yang ada di dalam pikiranmu itu?" Ken menonyor kepala Elsa, ia benar-benar gemas pada sosok yang duduk di sebelahnya itu.
"Dokter tidak meminta saya untuk ...."
"Apa? Meminta apa? Meminta kamu untuk saya tiduri? Memang kamu mau? Kalau mau ayo lah saya booking kan hotel, pilih sendiri mau hotel yang mana!" tukas Ken gemas, ini anak pikirannya kenapa sampai ke sana sih?
"Ogah lah! Enak aja! Emang Dokter mau tanggung jawab kalau saya kenapa-kenapa? Sampai hamil misalnya?" Semprot Elsa keras, enak aja mau diajak ena-ena, Ken yang untung Elsa yang buntung.
"Kau lupa saya residen apa? Kalau cuma main tanpa bikin kamu hamil itu keahlian saya, El!" Ken menyeringai lebar, diliriknya Elsa dengan tatapan jahil.
"Elah ogah! Nggak mau! Saya mau turun, dasar mesum!" teriak Elsa hendak membuka pintu ketika Ken menahan Elsa dengan menarik tangannya.
"Astaga, kamu itu kenapa pikirannya negatif gitu sih? Duduk sini dulu biar saja jelaskan kenapa kamu saya bawa kesini!" gerutu Ken kesal.
Elsa melirik Ken dengan seksama, lalu melepaskan tangan Ken yang mencengkram tangan Elsa itu. Ia kembali duduk di joknya, matanya menatap Ken dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Memang saya dapat tugas apa, Dok?" tanya Elsa takut-takut.
"Besok, mantan saya yang sekarang jadi sepupu ipar saya, ngundang saya ke acara ulang tahun anak kedua mereka yang ke empat tahun. Nah saya mau minta tolong ke kamu, temenin saya ke pesta itu dan please jadi pacar sewaan saya ya, mau kan?" mohon Ken dengan tatapan serius.
Mulut Elsa ternganga, apa Ken bilang? Jadi pacar sewaan? Memang dia gadis apaan? Ini diajak ke pesta, nanti tau-tau Elsa harus ....
"Sa-"
"Nggak ada wikwik swadikkap, serius!" Potong Ken cepat, "Saya nggak akan ngapa-ngapa kamu! Cuma saya ajak ke pesta ulang tahun, saya kenalkan sebagai pacar saya, sudah itu saja."
"Kenapa harus bawa pacar sewaan sih, Dok? Pacar Dokter kemana?" tanya Elsa tidak mengerti.
"Elsa, please! Saya jomblo, nggak aja pacar dan malas pacaran semenjak mantan saya itu nikah sama sepupu saya. Trauma tahu nggak!" jawab Ken sambil bersunggut-sunggut.
"Ta-tapi sa-"
"Ah sudah!" Ken bergegas turun dari mobil, ia melangkah ke sisi lain mobil dan membuka pintu mobil, menarik Elsa keluar dari mobil.
"Kalau kamu mau aman selama Stase obsgyn, ikuti perintah saya, atau saya akan bikin Stase obsgyn kamu mengerikan, paham?"
"Dokter ngancam saya?" Elsa hendak menjerit, apa-apaan ini? Dia cuma dokter residen, bukan dokter spesialis atau konsulen Elsa!
"Iya? Mau tahu siapa wakil direktur rumah sakit tempat kamu koas?" Ken menoleh menatap Elsa dengan tatapan tajam.
"Siapa memang?" Tantang Elsa dengan sisa-sisa keberaniannya.
"Dia papa saya!"
***
Elsa menatap bayangan dirinya di cermin. Sekarang gaun model singlet panjang semata kaki, dengan belahan tinggi sepinggul itu membungkus tubuhnya. Belahan yang tinggi itu memperlihatkan kaki Elsa dan rok span warna merah yang berfungsi sebagai dalaman guna menutupi tubuh bagian bawah Elsa yang terekspos karena tingginya belahan gaun. Punggungnya terbuka, ini gaun sebenarnya bahannya nggak kurang-kurang amat, tapi kenapa belakang bolong macam ini? Mana belahan begitu tinggi! Fungsi dibuat panjang sampai mata kaki terus apa kalau belahan setinggi ini dan dalamnya masih harus pakai rok span?Elsa menghela nafas panjang, ia tidak mengerti dengan motivasi si perancang busana membuat gaun ini. Yang jelas jujur ia terlihat begitu cantik dengan gaun absurb ini. Kulit putih bersihnya begitu kontras dengan warna gaun yang merah menyala itu. Elsa berputar di depan cermin, lalu melangkah keluar dari kamar pas.
"Kayak gini saya pakai, Dok!" lapor Elsa pada Ken yang tampak begitu serius dengan ponselnya.
Ken mengangkat wajahnya, menatap Elsa yang berdiri di hadapannya itu. Matanya terbelalak, ia tampak tertegun dan tidak berkedip menatap Elsa yang begitu gugup di tatap seperti itu.
"Dok ... Dokter baik-baik saja?" tegur Elsa ketika Ken tidak langsung bersuara mengomentari gaun yang ia kenakan itu.
"Eh-oh, nggak ... Saya nggak apa-apa!" Ken tampak menghela nafas panjang, "Coba pakai yang ini!"
Elsa menghela nafas panjang, ia mengambil gaun warna biru tua itu dari tangan Ken, lalu kembali masuk ke kamar pas.
Sementara Ken menggelengkan kepalanya perlahan, ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Keringat tampak membasahi dahi Ken, membuat ia menghela nafas panjang.
"Jangan Ken! Jangan!" desisnya lirih, "Tahan, kamu harus tahan!"
Elsa dengan bersunggut-sunggut melepas gaun merah absurb itu dari tubuhnya, lalu memakai gaun biru tua itu dengan sedikit susah payah.
Gaun itu model strapless, begitu pas di dada Elsa yang tidak terlalu kecil tapi juga tidak besar-besar banget itu. Modelnya ruffles bertumpuk di dada sampai perut dengan rok span yang begitu pas melekat memperlihatkan lekuk tubuh bagian bawah Elsa dengan begitu indah. Ah ini mah bukan gaun, bawahnya nggak mekar, Elsa sendiri bingung mendeskripsikan ini masuk kategori gaun atau baju atau entah apa lagi.
"Wow!" Elsa benar-benar takjub, ia baru sadar bahwa b*kong dan tubuhnya seindah ini.
Elsa menatap sekali lagi penampilannya, kenapa jadi macam pemandu karaoke begini sih? Dia mau dibawa Ken kemana memangnya? Elsa tidak banyak bertanya-tanya lagi, ia bergegas melangkah keluar dari kamar pas.
"Dok, kayak gini kalau dipakai," lapor Elsa lagi, Ken tampak sedang memijit pelipisnya, sontak mengangkat wajahnya dan kembali melongo menatap Elsa dalam balutan busana yang tadi ia pilihkan itu.
'Damn! Kenapa dia seindah itu?'
Elsa tertegun ketika Ken Jongkok di hadapannya sambil menyodorkan sepatu high heels lima belas centimeter itu. Ia masih memakai gaun warna peach model strapless dengan bawah mekar yang Ken sendiri juga yang memilih."Sa, mana kakimu, ini dicoba dulu!" Ken langsung mencubit betis Elsa dengan gemas, membuat Elsa tergagap dan tersentak dari lamunannya."Nggak usah pakai cubit kenapa sih, Dok? Main tangan aja dari tadi, heran saya!" gerutu Elsa yang langsung mengusap-usap betisnya yang memerah akibat cubitan Ken itu."Kamu sih, melamun apa memang? Sini kaki kamu, cobain dulu sepatunya!" Ken menarik kaki kiri Elsa, memasangkan sepatu itu di kaki Elsa, membuat Elsa tertegun. Residen soplak itu jongkok di hadapannya dan memakaikan sepatu itu di kaki Elsa? Bukan main!"Kan saya bis-""Kamu kelamaan tahu nggak!" potong Ken cepat, membuat Elsa langsung manyun.Tanpa banyak berkata-kata lagi, Ken memasangkan sepatu satunya di kaki Elsa, lalu bangkit da
"Sampai saya dapat pacar betulan."Kalimat itu masih terngiang-ngiang di telinga Elsa. Sampai kemudian Ken dapat pacar betulan? Gila! Berapa lama itu nanti? Yang benar saja! Bukankah dia bilang tadi dia trauma pacaran, trauma menjalin hubungan semanjak diselingi? Lantas kapan residen itu bakal dapat pacar kalau dia sendiri bilang sudah trauma? Edan benar!"Dok, boleh tanya?" Elsa menoleh, menatap Ken yang sudah serius di balik kemudinya itu."Tanyalah, mau tanya apa lagi sih?" Ken menoleh, menatap Elsa yang tampak begitu penasaran itu."Dokter lagi dekat sama cewek?""Oh, itu? Tentulah, saya memang lagi deket sama cewek," jawab Ken yang sontak membuat Elsa lega.Eh ... Tapi tunggu!Kalau sekarang posisi Ken sedang dekat dengan cewek, kenapa malah meminta Elsa jadi pacar sewaan Ken? Kenapa tidak membawa cewek itu saja ke ulang tahun anak mantannya itu? Kenapa malah Elsa yang dia bawa?"Kalau boleh tau siapa, Dok?" tanya Elsa takut-takut
“Heh ... mau kemana?” Ken menarik kerah snelly Elsa ketika gadis itu hendak kabur bersama teman-temannya selepas Dokter Glondong selesai visiting.“Mau ke ruang koas lah, Dok. Ada apa lagi sih?” Elsa menepis tangan Ken, sebuah tindakan berani yang sampai membuat Renita melongo menatap Elsa dengan tatapan tidak berkedip. Berani sekali keset rumah sakit satu ini melawan sendal rumah sakit?“Ikut saya dulu, bantuin follow up ibu-ibu di VK!” Ken kembali menarik Elsa, membuat Elsa hampir terjungkal karena langkah Ken lebih cepat dari langkah Elsa sendiri.“Pelan-pelan dong, Dok! Heran deh ... dari kemarin kasar banget sih!” semprot Elsa kesal.Dio dan Samuel, yang juga residen obsgyn itu saling pandang, mereka kemudian menatap Renita yang masih melongo melihat apa yang tadi terjadi antara Elsa dan residen paling ganteng se-poli obsgyn itu.“Dek, temenmu itu ada hubungan apa sih sama Ken? Kok kayaknya
"Dok saya belum mandi," sepulang koas Elsa sudah di seret-seret Ken menuju parkiran, acara ulang tahun itu diadakan selepas magrib dan Ken hendak membawa Elsa bersiap-siap."Mandi di apartemen saya, sudah bawa ganti dalaman kan? Apa perlu saya belikan juga?" Ken melirik Elsa yang tampak manyun itu, sungguh sosok itu jadi makin menggemaskan."Sudah, tidak perlu repot-repot!" jawab Elsa ketus, tentulah Elsa bawa, Ken sudah ribut menelepon terus tadi subuh memperingatkan Elsa supaya membawa ganti pakaian dalam yang bersih."Bagus!" Ken membuka pintu mobilnya, lalu mendorong Elsa masuk ke dalam."Astaga, kasar amat sih jadi orang!" Gerutu Elsa kesal, pantas pacarnya lari, selingkuh sama sepupunya, orangnya kasar begini! Heran Elsa.Ken tidak menggubris, ia bergegas masuk ke dalam mobil. Ia melirik Elsa yang tampak manyun itu. Elsa hanya balas melirik, kenapa diam? Kenapa tidak langsung pergi? Elsa bertanya-tanya, namun ia memilih diam saja, hingga kemudian
Ken menatap bayangan dirinya di cermin, ia sudah begitu gagah dengan setelan jas dan dasi warna peach yang ia senadakan dengan dress yang akan dikenakan Elsa malam ini. Rambutnya sudah ia sisir begitu rapi dengan Pomade, parfum seharga tiga setengah juta itu sudah mengharumkan penampilan Ken. Ia lebih terlihat seperti seorang eksekutif muda daripada calon dokter kandungan!Ken dengan gagah melangkah ke luar dari kamarnya. Tampak Elsa masih duduk di kursi membelakangi dirinya, sedangkan Vonny tengah menata rambut Elsa yang dicatok Curly bagian bawahnya itu."Sudah selesai belum, Cik?" Tanya Ken sambil merapikan jasnya."Sudah!" jawab Vonny dengan wajah berbinar.Ken menatap Elsa yang masih duduk di kursi itu, sejenak Elsa kemudian bangkit dan membalikkan badan membuat Ken terkesiap luar biasa. Itu beneran Elsa kan? Koas-nya yang kurang ajar memaki dirinya karena mereka tidak sengaja bertubrukan di depan pintu masuk rumah sakit?Elsa tersenyum begitu mani
Ken tersenyum penuh kemenangan ketika melihat raut wajah Jessica tampak tidak senang dengan keberadaan Ken dan Elsa. Ia tahu betul apa arti ekspresi dan sorot mata itu, Jessica merasa kalah saing dengan Elsa bukan? Ahh ... Ada untungnya juga dulu Ken sempat ribut-ribut dengan Elsa, jadi dia bisa memanfaatkan gadis itu untuk membalas dendam pada Jessica."Mantan kamu cantik juga, Ko," bisik Elsa lirih ketika keluarga itu berfoto selepas acara tiup lilin.Ken dan Elsa memilih duduk di meja lain, tidak jadi satu dengan orang tua Ken dan orang tua Gilbert."Cantik kalau tukang selingkuh buat apa sih? Lagian masih cantikan kamu kok," Ken berbisik tepat di telinga Elsa, nafas Ken menyapu tengkuk Elsa, membuat Elsa meremang seketika.Ini Ken sedang main peran atau bagaimana sih? Kenapa rasanya pujian itu begitu nyata? Elsa menoleh dan menatap Ken yang masih tersenyum sambil menatapnya itu, wajahnya sontak memerah, membuat Ken makin gemas akan sosok itu.
"Terima kasih banyak sudah membantuku, Sa." Guman Ken lirih.Elsa menoleh, tampak Ken hanya meliriknya sekilas sambil tersenyum, membuat Elsa sontak juga tersenyum. Sungguh wajah sosok itu begitu enak di pandang kalau sedang tersenyum macam ini."Sama-sama, Dokter. Saya juga terima kasih sudah didandani begitu cantik malam ini, diajak makan di hotel berbintang.""Santai lah. Oh ya kamu serius mau saya antar ke rumah sakit? Nggak langsung kerumah saja?" Kenapa Elsa jadi kembali formal begitu sih?Elsa menggeleng sambil tersenyum, "Motor saya masih di rumah sakit, Dok. Jadi setelah ganti baju dan bersih-bersih, kalau tidak merepotkan saya minta diantar ke rumah sakit saja.""Tentu tidak, jangankan ke rumah sakit, ke rumah kamu sekarang saja akan saya antar, gimana?" Ken menoleh, jujur ia nyaman dengan obrolan santainya tadi dengan Elsa. Saling 'aku-kamu', bukan seperti ini. Ah ... Ada apa dengannya?"Ja-jangan, antar ke rumah sakit saja, Dok."
"Kok koasnya cuma empat? Bukannya lima biasanya? Yang satu kemana?" Dokter Anas mengerutkan keningnya, menatap satu persatu residen dan koas yang berdiri di hadapannya itu. Semua sontak memucat, kalau obsgyn lain mungkin masih bisa ditolerir, tapi kalau yang satu ini? Jangan harap!Ken menggaruk-garuk kepalanya, ini si Elsa kemana sih? Tumben-tumbenan dia sampai telat. Ken melirik jam tangannya, baru telat dua menit sih, cuma kalau telatnya pas Dokter Anas mau visiting, itu sama saja cari masalah.Renita hendak membuka mulutnya ketika kemudian terdengar suara teriakan yang Renita hafal betul itu suara Elsa."Dokter, ma-maaf saya ter-terlambat," guman Elsa tengah nafas terengah-engah.Semua menoleh dan terkejut melihat kondisi Elsa yang nampak tengah menetralkan nafasnya."Elsa?" Ken hampir berteriak, lengan Elsa penuh parut, darahnya tampak masih basah dan memerah, begitu pula lututnya, tampak darah itu masih begitu segar."Maaf Dokter, tadi a-"