Share

Ch. 9 Stase Obsgyn

“Heh ... mau kemana?” Ken menarik kerah snelly Elsa ketika gadis itu hendak kabur bersama teman-temannya selepas Dokter Glondong selesai visiting.

“Mau ke ruang koas lah, Dok. Ada apa lagi sih?” Elsa menepis tangan Ken, sebuah tindakan berani yang sampai membuat Renita melongo menatap Elsa dengan tatapan tidak berkedip. Berani sekali keset rumah sakit satu ini melawan sendal rumah sakit?

“Ikut saya dulu, bantuin follow up ibu-ibu di VK!” Ken kembali menarik Elsa, membuat Elsa hampir terjungkal karena langkah Ken lebih cepat dari langkah Elsa sendiri.

“Pelan-pelan dong, Dok! Heran deh ... dari kemarin kasar banget sih!” semprot Elsa kesal.

Dio dan Samuel, yang juga residen obsgyn itu saling pandang, mereka kemudian menatap Renita yang masih melongo melihat apa yang tadi terjadi antara Elsa dan residen paling ganteng se-poli obsgyn itu.

“Dek, temenmu itu ada hubungan apa sih sama Ken? Kok kayaknya akrab bener?” tanya Dio pada Renita yang masih melongo itu.

“Dia kan penganggung jawabnya Dokter Ken, Dok.” Jawab Renita seadanya, memang begitu kan faktanya? Untuk persoalan Elsa dan Ken yang harus menyebabkan Elsa jadi asisten alias pembantu residen itu, sepertinya tidak perlu Renita ceritakan bukan?

“Iya kalau itu saya tahu, Cuma kok kayaknya mereka dekat banget ya? Kalian baru dua hari lho koas di poli kandungan, dan mereka sudah seakrab itu? Rasanya bukan kebiasaan Ken deh,” Samuel itu menimpali, sebagai residen yang tahunnya sedikit lebih tua dari Ken, ia tahu betul Ken itu orangnya seperti apa, terlebih kepada lawan jenis.

“Nah kalau soal itu saya tidak tahu, Dok. Saya permisi dulu,” Renita menundukkan kepala sebagai wujud hormat, kemudian melangkah pergi dari hadapan dua residen itu. Ia sendiri tidak tahu apa-apa dan heran kenapa Elsa bisa sedekat itu dengan Dokter Ken. Mereka ada hubungan apa sih?

Kalau pacaran rasanya nggak mungkin, karena mereka baru kenal dua hari. Dan jangan lupa, pertemuan pertama mereka karena sebuah insiden yang menyebabkan Elsa harus jadi babu Dokter Ken selama koas di bagian obsgyn, jadi tidak mungkin kan kalau kemudian mereka pacaran? It`s impposible!

“Bodo ah, ntar mending nanya langsung sama Elsa,” Renita menggelengkan kepalanya, lalu buru-buru menyusuri koridor rumah sakit guna sampai ke poli obsgyn, ia harus sesegera mungkin sampai di ruang praktek Dokter Lidia sebelum obsgyn cantik itu memberinya hukuman karena terlambat datang untuk mengasisteni dia praktek pagi ini.

***

“Dok, ini gimana?” Elsa langsung pucat, teriakan ibu muda itu membuat ia panik dan bingung perihal apa yang harus dia lakukan. Handscoon itu sudah terpasang di kedua tangannya, namun ia masih belum mengerti apa yang harus dia lakukan.

Ken hanya mengela nafas panjang, ia bergegas menjewer telinga Elsa, membuat Elsa jadi bahan tertawaan para bidan magang dan perawat di VK.

“Sudah diajari VT belum? Cek bukaan?” Ken melepaskan jewerannya, menatap Elsa dengan tatapan gemas.

Jika tadi wajah Elsa memucat, kini wajahnya semerah telinga bekas jeweran Ken, ia malu diperlakukan macam anak SD di depan para bidan magang dan perawat VK itu. Dasar menyebalkan, pasti habis ini ia dikata-katain para bidan magang dan perawat itu, mana sejak Elsa masuk tadi sorot mata mereka sama sekali tidak ramah pada Elsa, hanya ramah pada Ken saja.

“Sudah, Dok!” Elsa menyimpan semua rasa dongkolnya, ia menundukkan kepala, malas sekali menatap wajah Ken yang sebenarnya masuk kategori ganteng maksimal itu.

“Ya sudah, cek bukaan secara berkala, catat dan laporkan ke saya, El!”

Elsa menghela nafas panjang, bukankah sebenarnya itu tugas para bidan magang itu juga? Ah tapi sudahlah, ia tidak boleh menolak bukan? Lagi pula di sini nanti ia akan belajar banyak bukan? Jika kemarin melihat secara langsung tindakan sectio caesarea, sekarang ia akan melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana para perempuan melahirkan anaknya secara normal.

Elsa bergegas mendekati bed paling ujung, dimana sejak tadi peremupuan muda itu terus berteriak kesakitan. Astaga, Elsa jadi ngeri, apakah besok ketika ia melahirkan juga akan seheboh itu? Elsa menelan salivanya dengan susah payah, ia sudah berdiri di depan pasien yang sedang tidur miring kek kiri, sebuah posisi yang dipercaya bisa menambah bukaan.

“Permisi, Bu, mohon maaf saya cek dulu sudah bukaan berapa ya,” guman Elsa sopan, tentu ia harus meminta izin dulu kepada si pasien bukan?

“Dok, sakit banget, Dok!” rintih wanita muda itu dengan keringat sebesar biji jagung.

Apa tadi dia bilang? Dia panggil Elsa dengan sebutan ‘Dokter’? Ah ... rasanya begitu membahagiakan dipanggil dengan sebutan itu, padahal Elsa belum benar-benar menjadi dokter bukan? Panggilan itu sontak melunturkan rasa takut dan gugup Elsa, rasa percaya dirinya tumbuh seketika, membuat Elsa melepas satu handscoonnya guna membantu si ibu memposisikan kakinya untuk ia periksa sudah masuk bukaan ke berapa.

“Nah, tahan sebentar ya, biar saya cek dulu!” Elsa bergegas menjulurkan jarinya, sesuai apa yang dulu ia pelajari, sebuah tindakan yang jika dilakukan oleh orang yang bukan perawat, bidan atau dokter spesialis kandungan maka akan dikatergorikan sebagai tindak pelecehan seksual.

Namun karena ini demi kepentingan pemeriksaan dan prosedur kesehatan, maka hal ini bukan hal tabu dan melanggar hukum. Elsa langsung menarik jarinya, melepas handscoon lalu mencatat tanggal dan jam dimana ia melakukan pengecekan.

“Sudah bukaan berapa, Dok?” tanya seorang wanita paruh baya yang Elsa yakin betul itu adalah ibu dari wanita muda itu, yang mana sekali lagi memanggil Elsa dengan sebutan 'Dokter'.

“Baru bukaan empat ya, Bu. Kalau masih kuat bisa dipakai jalan-jalan dulu untuk mempercepat bukaan, dan jangan mengejan sebelum dokter atau bidan yang memberi instruksi ya, Bu. “ Elsa tersenyum, itu saran yang tepat bukan?

“Baik, terima kasih, Dok.”

“Nanti kalau semisal ada air merembes, keluar darah atau lendir atau apapun lah, segera hubungi saya atau petugas medis lainnya di depan ya, Bu. Saya permisi dulu.”

Elsa tersenyum, kemudian melangkah pergi dari bed tersebut. Hatinya lega luar biasa, ia benar-benaer bahagia dengan sebuah hal kecil yang ia dapatkan barusan. Dipanggil ‘Dokter’! Astaga ... belum jadi dokter beneran dan dipanggil seperti itu saja rasanya benar-benar bahagia, apalagi nanti kalau dia sudah jadi dokter beneran? Rasanya ia tidak bisa membayangkan lagi bagaimana bahagianya.

“Kenapa senyam-senyum?” tegur Ken dengan sorot mata menyelidik.

“Lagi bahagia saja, Dok.” Jawab Elsa sambil tersenyum, ia menyodorkan kertas berisi catatan yang tadi Ken minta.

“Nggak ketemu isteri mantan pacar kamu lagi kan?” Ken menerima kertas itu dari tangan Elsa.

“Astaga!” Elsa melotot dengan gemas, “Mantan saya mau punya isteri berapa sih, Dok? Kok tiap hari lahiran!”

“Lho bisa jadi mantan pacar kamu yang lain, saya mana tahu?” guman Ken sambil tersenyum jahil.

“Mantan saya cuma satu, ya yang kurang ajar kemarin itu.” jawab Elsa apa adanya, memang sampai detik ini ia hanya punya satu mantan pacar.

“APA?” Ken berteriak, membuat Elsa sontak melonjak saking terkejutnya, “COBA ULANGI LAGI!”

Elsa mendelik, kenapa residen itu jadi berteriak sih?

“Mantan saya Cuma satu, Dok!” jelas Elsa menegaskan.

“NGGAK MUNGKIN, BULLSHIT!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nury
RS bisa heboh nih klu ber2 kumpul terus,Tom&Jerry kejar2 an ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status