Sunrise membeku di tengah dapur saat suara pelan Summer menyebut judul dokumen itu. Butuh waktu beberapa detik baginya untuk berbalik, namun saat ia melakukannya, wajahnya sudah berubah dingin seperti baja.“Summer.” Suaranya tenang, tapi tegas dan nyaris mematikan.Summer menatapnya dengan wajah pucat, tangannya masih menggenggam laptop yang sekarang terlihat seperti barang terlarang.“Kau... menikah dengan Khairen Crown? Pernikahan Kontrak?” Summer mendekat, kebingungan dan keterkejutan memenuhi matanya. “Kak, ini… ini bukan main-main, kan?”Sunrise melangkah cepat dan mengambil laptop itu dari tangan adiknya. Ia menutupnya dengan satu gerakan tajam, lalu memeluknya ke dadanya seolah itu perisai terakhirnya.“Apa kau membaca semuanya?” tanyanya pelan.Summer menggeleng, gugup. “Tidak semuanya.”Sunrise menutup matanya sebentar, menenangkan napasnya yang mulai berat. “Kau tidak seharusnya membuka barang orang lain tanpa izin.”Summer mengecil. “Aku t
Langkah Sunrise terdengar cepat dan mantap di lorong marmer. Namun, getar amarah dan kekecewaan di matanya belum sempat mereda. Ia masuk ke dalam lift dengan napas kesal.Pintu lift terbuka dan di sanalah Khairen dan asistennya berdiri. Tubuh tegap keduanya menutup sebagian jalan. Mata mereka saling bertemu.Sunrise tak berkata apa-apa. Ia hanya menatap benci pada Khairen. Sejak kehadiran lelaki di depannya ini, seluruh hidupnya yang nyaris sempurna menjadi berantakan.Ia melangkah keluar, menunduk hormat sedikit, dan berjalan melewatinya tanpa sepatah kata pun.Khairen mengernyit heran, alisnya bertaut tajam saat melihat ekspresi wajah Sunrise. Ia menoleh, matanya mengikuti sosok Sunrise yang menghilang di balik tikungan lorong. Wajahnya berubah. Ada kecurigaan."Sepertinya, ayahku lebih dulu bertindak." Khairen khawatir.Nick mengangguk setuju. "Di luar prediksi. Liem bertindak lebih cepat."Tanpa berpikir panjang, mereka masuk ke lift yang sama. Jari telunjuk Nick menekan lantai p
"Sepertinya kau butuh gaun yang cantik. Jangan khawatir Sunrise, aku akan membantumu. Serahkan padaku!" ucap Carmen menenangkan kegelisahan di mata sahabatnya. Ia berpikir jika Sunrise khawatir dengan penampilannya di gala dinner nanti.Di pusat kota, butik eksklusif dengan jendela kaca besar memantulkan cahaya senja. Carmen menyeret Sunrise masuk, mengabaikan protes halus temannya yang masih belum sepenuhnya berdamai dengan takdir gala dinner di Venice.Carmen terlihat sangat antusias. "Kau butuh gaun yang bisa membuat semua mata tertuju padamu."Sunrise hanya bisa mendesah. "Ini gala teknologi, bukan fashion show.""Justru karena itu. Orang-orang seperti kita, para wanita di dunia penuh jas abu-abu dan dasi ketat, harus tahu cara mencuri panggung. Dengan berkelas." Carmen menjentikkan jari, lalu dengan sigap memanggil asisten butik.Berjam-jam mereka habiskan menelusuri rak-rak elegan, mencoba berbagai gaun, dari warna gelap klasik hingga netral modern. Tapi, s
"Tiga tahun, itu bukan waktu yang singkat." Sunrise menarik napasnya panjang.Di sudut rest area kecil yang menjadi tempat pelarian dari kepenatan kantor pusat, Sunrise White duduk dengan tangan menggenggam cangkir berisi kopi yang sudah dingin. Di hadapannya, berkas kontrak laknat tergelak di atas meja.Dibacanya lagi dengan hati-hati, bahkan untuk ketiga kalinya. Bukan karena tidak mengerti isi syaratnya, tapi karena tidak percaya Khairen benar-benar menyodorkannya begitu saja.Sebuah pernikahan kontrak. Berdurasi tiga tahun. Dengan jaminan kebebasan penuh setelahnya. Dan sejumlah fasilitas yang jujur saja, bisa membuat siapa pun berpikir dua kali. Namun, bukan itu pertimbangan besarnya, melainkan bisa menyelamatkan keluarganya.Ia memandangi bayangan dirinya sendiri di kaca jendela. Ia melihat gadis yang berani meninggalkan zona nyaman keluarga hanya untuk membuktikan dirinya sendiri.Gadis yang pernah menghajar pria asing yang ternyata CEO perusahaan tempat ia bekerja. Gadis yang
Di lantai teratas Tower CNC, Magnus Crown berdiri membelakangi ruangannya, matanya menatap tajam ke arah hamparan gedung pencakar langit yang menyusun lanskap kota. Jari-jarinya saling mengait di belakang punggung, bahunya tegang. Cahaya matahari pagi menembus kaca, menyoroti siluetnya yang kaku dan penuh pertimbangan.Ia bukan pria yang mudah terkesan. Tapi sejak nama Sunrise White mulai melekat dalam lingkaran kehidupan putranya, Khairen Crown, Magnus tahu ada sesuatu yang berbeda. Tidak biasa. Tidak dapat diabaikan."Aku tak boleh gegabah dan salah langkah," gumamnya pada pantulan dirinya sendiri di kaca. "Ini semua tentang masa depan CNC."Menyatukan dua garis keturunan bukan perkara ringan, apalagi jika itu menyangkut reputasi Crown dan arah korporasi. Ia telah menghabiskan separuh hidupnya menjaga nama baik dan kejayaan perusahaan ini.Pintu ruangannya terbuka pelan. Liem, asistennya yang selalu sigap, masuk dengan tablet di tangan. Tatapannya serius namun tenang, ciiri khas pri
Lucas pergi meninggalkan kamar dengan langkah pelan. Tatapannya yang dalam memantulkan sesuatu yang lebih dari sekadar kasih seorang kakak. Ia menyimpan rencana, kekhawatiran, dan juga rahasia.Ia berjalan ke ruang kerja pribadinya yang tersembunyi di balik perpustakaan. Di sana, layar holografik sudah menyala, menampilkan beberapa artikel terbaru tentang CNC.1. "Kemunculan Perdana! Khairen Crown, Pewaris Tunggal CNC, Hadiri Acara Seremonial Bergengsi"2. "Resmi Tampil di Publik: Khairen Crown, Pewaris CNC, Cetak Sejarah di Acara Seremonial"3. "Sorotan Tajam Tertuju pada Khairen Crown: Pewaris CNC Muncul untuk Pertama Kalinya di Acara Seremonial"4. "Khairen Crown Buka Lembaran Baru: Penampilan Perdananya sebagai Pewaris CNC Hebohkan Acara Seremonial"“Sunrise...” gumamnya sambil menyentuh layar. “Kau sudah terlalu dekat dengan sarang naga.”Ia mengetik cepat, mengakses sistem informasi yang hanya dimiliki oleh jaringan AndersonNet.Ia membuka folder bernama ‘Koneksi Magnus'.“Magnu