Share

BAB 2

“Tunggu, permisi. Biarkan aku lewat.”

Raeli agak berteriak sambil menyeruak masuk ke dalam kerumunan untuk mecapai sisi depan di mana gadis berambut merah itu meringkuk ketakutan. Setelah mencapainya, tanpa sadar Raeli memeluk gadis itu dan memberikan perlindungan.

Ah, sialan.

Raeli mengutuk tindakannya dalam hati. Kenapa ia harus ikut campur dengan ini? Seharusnya ia membiarkannya saja. Dengan begitu Reali tidak akan masuk ke dalam lingkaran cerita si penulis menyebalkan. Kalau begini, apa yang sudah Raeli lakukan benar-benar telah mencapai novel.

Di novel tersebut tertulis bahwa Raeliana menolong si tokoh utama dan membuat gadis itu jadi pekerja di toko rotinya untuk membalas budi, karena gadis itu tidak punya tempat tinggal.

Habis ini Raeli akan menyuruh gadis rambut merah ini pergi saja.

“Apa yang kalian lakukan?” tanya Raeli pada kerumunan orang marah itu.

Jika ingatannya benar, maka sekarang orang-orang ini sedang marah karena gadis di pelukannya itu mencuri roti dari tokonya.

“Nona, dia mencuri roti kita.”

Raeli mengangkat kepala pada orang yang berbicara. Ah, pelayan tokonya. Ia ingat seragam itu melalui ingatan Raeliana, tetapi sungguh tidak ingat namanya.

Raeli kemudian melihat pada kerumunan sambil membuat senyum palsu. “Maaf mengacaukan pagi kalian. Aku akan mengurusnya.”

“Oh, Nona Raeliana ada di sini,” kata salah satu orang pemilik toko lain.

Raeli sudah mulai pusing karena tidak bisa mengenali siapa mereka. Tidakkah otak milik Raeliana yang lama ini bisa membantu? Sepertinya otak itu juga tidak mengingat hal-hal kecil seperti nama orang-orang tidak penting.

Raeli mengangguk. “Saya sangat berterima kasih kalau kalian mau meninggalkan kami sendirian.”

***

Toko sudah kembali ke rutinitasnya. Para pekerja Raeli ada yang menyusun roti-roti, ada yang menyusun keranjang piknik dan bersih-bersih lainnya. Sedangkan Anne menyiapkan beberapa roti yang bisa dimakan dan secangkir minuman.

Raeli sendiri sedang menatap gadis di depannya yang duduk tertunduk. Penampilannya lusuh dan kelaparan. Rambutnya merah menyala. Salah satu alasan kenapa selama hidup sebagai Sheriel, ia tidak menyukai tokoh yang satu ini.

Raeli bersandar di kursi, mengembuskan napas. Entah bagaimana semua semangatnya yang ia bawa jadi meluap hilang, tinggal rasa lelah yang mendadak datang seperti angin pagi.

Raeli tidak siap bertemu peran utama. Tidak bisakah mereka bertemu setelah debutante saja?

Tetapi, tunggu dulu. Debutante?

Raeli ingat sekarang. Pada pesta debut itu, pangeran mengajak gadis berambut merah ini pada dansa pertama kedewasaannya. Jadi, memang inilah waktu Raeli bertemu si peran utama.

“Siapa namamu?” tanya Raeli. Ia sungguh tidak tahu. Atau lebih tepatnya Raeli melupakan nama tokoh yang satu ini.

“Nama saya Rose.”

Ah, ya. Namanya Roseline. Di novel digambarkan sebagai gadis mawar yang baru mekar. Tidakkah penulis itu berlebihan mendiskripsikannya? Mendadak saja Raeli jadi mual.

“Kenapa kau mencuri di tokoku?”

Tentu saja karena gadis itu lapar, Raeli bicara pada dirinya sendiri. Ia sudah tahu, sih. Tetapi apa lagi yang harus dilakukannya kalau tidak menginterogasi. Bahkan di novel saja Rose ditanyai dengan benar dan bukannya langsung ditawari pekerjaan. Lagipula, rasanya Raeli ingin membawanya bekerja di tempat lain. Namun, ia ingat Yuko pernah bilang kalau gadis ini punya masa lalu menyedihkan seperti sepupunya itu sebelum ditemukan.

Astaga, Raeli ingin kabur sekarang juga.

Anne meletakkan sepiring sarapan dan segelas susu di meja.

“Makan saja. Kupikir kau kelaparan,” kata Raeli pada Rose. Setelah makan, cepatlah pergi.

“Tapi saya tidak bisa membayar.”

Raeli mendelik. Jika saja ibunya melihat, ia akan diceramahi panjang lebar tentang tata krama kebangsawanan. Percaya saja. Selama 3 hari ini ia selalu mendengar itu.

“Kalau kau bisa membayar, kau tidak akan mungkin mencuri di sini, bukan?”

Rose menatapnya dengan terkejut.

“Kenapa? Aku memang putri Duke Servant, tapi bukan berarti aku tidak bisa bicara sesuka hatiku 'kan?”

“Maafkan saya, Nona.”

“Setelah makan cepatlah pergi dari sini. Mereka bisa melakukan sesuatu padamu.”

Raeli merasa Anne menyikut punggungnya dengan pelan. Pengusirannya terdengar sangat terang-terangan, ya?

“Ha-ah. Kau juga tidak punya tempat tinggalkan?”

Rose mengangguk dan menunduk lagi.

Astaga, Raeli akan gila kalau begini. Bagaimana bisa pangeran suka pada gadis seperti ini? Terserahlah. Ia tidak akan peduli bagaimana hal itu terjadi. Ia hanya akan menjalani hidupnya jauh dari lingkaran novel yang ada pangeran di dalamnya.

“Begini saja. Apa kau mau tempat tinggal dan pekerjaan?” tanya Raeli.

“Ha?” Anne terkejut.

“Ya?” Rose langsung mengangkat kepala.

“Tunggu, Nona.” Anne berdiri di sisi meja menghadap Raeli, memaksanya untuk melihat pelayan itu. “Anda akan mencarikannya pekerjaan?”

Raeli mengangkat bahu. Hanya jika Rose mau. Tetapi kemungkinan gadis itu akan menolak adalah nol persen. Dengan kata lain Rose akan setuju dengan tawaran Raeli.

“Saya bisa bekerja?” Senyum muncul di wajah Rose.

Oh, itu terlihat manis. Raeli pikir itulah kenapa Pangeran menyukai gadis ini. Kelembutannya.

“Aku akan memberikanmu pekerjaan di toko ini dan kau boleh tinggal bersama yang lainnya di penginapan.”

“Nona,” Anne menyelah. “Bahkan itu butuh prosedur dari Tuan Carry.”

Ah, Carry. Kakak tertua Raeliana. Orang yang menghadiahkan tempat ini untuk Raeliana beberapa tahun lalu. Secara teknis pria itu masih punya hak untuk bagian pekerja yang keluar dan masuk dari tempat ini. Karena Carry tidak mau memasukkan seorang ‘pembunuh bayaran’ ke sarang adiknya. Carry yang sering kali pergi dalam ekspedisi perang tentu saja nyaris punya musuh di mana-mana sama seperti pangeran.

“Aku akan mengurus, Carry,” kata Raeli. “Lagipula, aku tidak mau ada masalah dengan toko ini. Beberapa kali lagi pencurian, maka tempat ini akan masuk koran.”

Lalu reputasi Realiana dipertaruhkan.

“Dan aku rasa masalahnya selesai. Rose. Selamat datang di Loving Bread. Mohon bantuannya.”

Rose tersenyum lebar. “Terima kasih, Nona.”

Raeli mengangguk. “Anne, bisa kau antarkan dia ke kamarnya di atas? Dia butuh istirahat. Siapkan juga beberapa seragamnya.”

Anne hanya bisa mengembuskan napas dan melakukan perintah Raeli.

Raeli rasa tugas pertama terhadap peran utama sudah dilakukannya dengan baik. Setelahnya biarkan semua berjalan sesuai isi novel tanpa melibatkan dirinya. Raeli ingin hidup tenang di kehidupannya yang baru.

Ada rasa penyesalan, sih. Tetapi ia bisa menganggap itu sebagai bagian dari tugas seorang bangsawan. Memberikan pekerjaan untuk yang membutuhkan.

“Ah, Nona?” panggil Anne dari pangkal tangga dapur. “Pikirkanlah bagaimana Anda akan berterima kasih pada Tuan Tristan.”

Ah, dalam masalah ini Raeli tidak bisa mengingat siapa Tristan yang dimaksud oleh Anne. Apakah wanita itu tidak akan memberikan petunjuk untuknya?

“Maaf,” kata Raeli pada semua pekerjanya yang ada saat itu. “Apa kalian tahu siapa Tuan Tristan?”

Tidak disangka orang-orang malah tercengang. Lalu kemudian ada yang tersenyum dengan maklum. Raeli tebak, pasti mereka mengira ia sedang gegar otak karena kecelakaan minggu lalu.

“Beliau Marquess Knightdale.”

Knightdale?

Pria itu. Raeli harus berurusan dengan orang itu? Anggap saja marquess itu orang baik hati yang tidak membuat kejadian tertabrak kudanya masuk koran. Raeli harus memikirkan bagaimana membalas kebaikan pria itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status