“Tunggu, permisi. Biarkan aku lewat.”
Raeli agak berteriak sambil menyeruak masuk ke dalam kerumunan untuk mecapai sisi depan di mana gadis berambut merah itu meringkuk ketakutan. Setelah mencapainya, tanpa sadar Raeli memeluk gadis itu dan memberikan perlindungan.
Ah, sialan.
Raeli mengutuk tindakannya dalam hati. Kenapa ia harus ikut campur dengan ini? Seharusnya ia membiarkannya saja. Dengan begitu Reali tidak akan masuk ke dalam lingkaran cerita si penulis menyebalkan. Kalau begini, apa yang sudah Raeli lakukan benar-benar telah mencapai novel.
Di novel tersebut tertulis bahwa Raeliana menolong si tokoh utama dan membuat gadis itu jadi pekerja di toko rotinya untuk membalas budi, karena gadis itu tidak punya tempat tinggal.
Habis ini Raeli akan menyuruh gadis rambut merah ini pergi saja.
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Raeli pada kerumunan orang marah itu.
Jika ingatannya benar, maka sekarang orang-orang ini sedang marah karena gadis di pelukannya itu mencuri roti dari tokonya.
“Nona, dia mencuri roti kita.”
Raeli mengangkat kepala pada orang yang berbicara. Ah, pelayan tokonya. Ia ingat seragam itu melalui ingatan Raeliana, tetapi sungguh tidak ingat namanya.
Raeli kemudian melihat pada kerumunan sambil membuat senyum palsu. “Maaf mengacaukan pagi kalian. Aku akan mengurusnya.”
“Oh, Nona Raeliana ada di sini,” kata salah satu orang pemilik toko lain.
Raeli sudah mulai pusing karena tidak bisa mengenali siapa mereka. Tidakkah otak milik Raeliana yang lama ini bisa membantu? Sepertinya otak itu juga tidak mengingat hal-hal kecil seperti nama orang-orang tidak penting.
Raeli mengangguk. “Saya sangat berterima kasih kalau kalian mau meninggalkan kami sendirian.”
***
Toko sudah kembali ke rutinitasnya. Para pekerja Raeli ada yang menyusun roti-roti, ada yang menyusun keranjang piknik dan bersih-bersih lainnya. Sedangkan Anne menyiapkan beberapa roti yang bisa dimakan dan secangkir minuman.
Raeli sendiri sedang menatap gadis di depannya yang duduk tertunduk. Penampilannya lusuh dan kelaparan. Rambutnya merah menyala. Salah satu alasan kenapa selama hidup sebagai Sheriel, ia tidak menyukai tokoh yang satu ini.
Raeli bersandar di kursi, mengembuskan napas. Entah bagaimana semua semangatnya yang ia bawa jadi meluap hilang, tinggal rasa lelah yang mendadak datang seperti angin pagi.
Raeli tidak siap bertemu peran utama. Tidak bisakah mereka bertemu setelah debutante saja?
Tetapi, tunggu dulu. Debutante?
Raeli ingat sekarang. Pada pesta debut itu, pangeran mengajak gadis berambut merah ini pada dansa pertama kedewasaannya. Jadi, memang inilah waktu Raeli bertemu si peran utama.
“Siapa namamu?” tanya Raeli. Ia sungguh tidak tahu. Atau lebih tepatnya Raeli melupakan nama tokoh yang satu ini.
“Nama saya Rose.”
Ah, ya. Namanya Roseline. Di novel digambarkan sebagai gadis mawar yang baru mekar. Tidakkah penulis itu berlebihan mendiskripsikannya? Mendadak saja Raeli jadi mual.
“Kenapa kau mencuri di tokoku?”
Tentu saja karena gadis itu lapar, Raeli bicara pada dirinya sendiri. Ia sudah tahu, sih. Tetapi apa lagi yang harus dilakukannya kalau tidak menginterogasi. Bahkan di novel saja Rose ditanyai dengan benar dan bukannya langsung ditawari pekerjaan. Lagipula, rasanya Raeli ingin membawanya bekerja di tempat lain. Namun, ia ingat Yuko pernah bilang kalau gadis ini punya masa lalu menyedihkan seperti sepupunya itu sebelum ditemukan.
Astaga, Raeli ingin kabur sekarang juga.
Anne meletakkan sepiring sarapan dan segelas susu di meja.
“Makan saja. Kupikir kau kelaparan,” kata Raeli pada Rose. Setelah makan, cepatlah pergi.
“Tapi saya tidak bisa membayar.”
Raeli mendelik. Jika saja ibunya melihat, ia akan diceramahi panjang lebar tentang tata krama kebangsawanan. Percaya saja. Selama 3 hari ini ia selalu mendengar itu.
“Kalau kau bisa membayar, kau tidak akan mungkin mencuri di sini, bukan?”
Rose menatapnya dengan terkejut.
“Kenapa? Aku memang putri Duke Servant, tapi bukan berarti aku tidak bisa bicara sesuka hatiku 'kan?”
“Maafkan saya, Nona.”
“Setelah makan cepatlah pergi dari sini. Mereka bisa melakukan sesuatu padamu.”
Raeli merasa Anne menyikut punggungnya dengan pelan. Pengusirannya terdengar sangat terang-terangan, ya?
“Ha-ah. Kau juga tidak punya tempat tinggalkan?”
Rose mengangguk dan menunduk lagi.
Astaga, Raeli akan gila kalau begini. Bagaimana bisa pangeran suka pada gadis seperti ini? Terserahlah. Ia tidak akan peduli bagaimana hal itu terjadi. Ia hanya akan menjalani hidupnya jauh dari lingkaran novel yang ada pangeran di dalamnya.
“Begini saja. Apa kau mau tempat tinggal dan pekerjaan?” tanya Raeli.
“Ha?” Anne terkejut.
“Ya?” Rose langsung mengangkat kepala.
“Tunggu, Nona.” Anne berdiri di sisi meja menghadap Raeli, memaksanya untuk melihat pelayan itu. “Anda akan mencarikannya pekerjaan?”
Raeli mengangkat bahu. Hanya jika Rose mau. Tetapi kemungkinan gadis itu akan menolak adalah nol persen. Dengan kata lain Rose akan setuju dengan tawaran Raeli.
“Saya bisa bekerja?” Senyum muncul di wajah Rose.
Oh, itu terlihat manis. Raeli pikir itulah kenapa Pangeran menyukai gadis ini. Kelembutannya.
“Aku akan memberikanmu pekerjaan di toko ini dan kau boleh tinggal bersama yang lainnya di penginapan.”
“Nona,” Anne menyelah. “Bahkan itu butuh prosedur dari Tuan Carry.”
Ah, Carry. Kakak tertua Raeliana. Orang yang menghadiahkan tempat ini untuk Raeliana beberapa tahun lalu. Secara teknis pria itu masih punya hak untuk bagian pekerja yang keluar dan masuk dari tempat ini. Karena Carry tidak mau memasukkan seorang ‘pembunuh bayaran’ ke sarang adiknya. Carry yang sering kali pergi dalam ekspedisi perang tentu saja nyaris punya musuh di mana-mana sama seperti pangeran.
“Aku akan mengurus, Carry,” kata Raeli. “Lagipula, aku tidak mau ada masalah dengan toko ini. Beberapa kali lagi pencurian, maka tempat ini akan masuk koran.”
Lalu reputasi Realiana dipertaruhkan.
“Dan aku rasa masalahnya selesai. Rose. Selamat datang di Loving Bread. Mohon bantuannya.”
Rose tersenyum lebar. “Terima kasih, Nona.”
Raeli mengangguk. “Anne, bisa kau antarkan dia ke kamarnya di atas? Dia butuh istirahat. Siapkan juga beberapa seragamnya.”
Anne hanya bisa mengembuskan napas dan melakukan perintah Raeli.
Raeli rasa tugas pertama terhadap peran utama sudah dilakukannya dengan baik. Setelahnya biarkan semua berjalan sesuai isi novel tanpa melibatkan dirinya. Raeli ingin hidup tenang di kehidupannya yang baru.
Ada rasa penyesalan, sih. Tetapi ia bisa menganggap itu sebagai bagian dari tugas seorang bangsawan. Memberikan pekerjaan untuk yang membutuhkan.
“Ah, Nona?” panggil Anne dari pangkal tangga dapur. “Pikirkanlah bagaimana Anda akan berterima kasih pada Tuan Tristan.”
Ah, dalam masalah ini Raeli tidak bisa mengingat siapa Tristan yang dimaksud oleh Anne. Apakah wanita itu tidak akan memberikan petunjuk untuknya?
“Maaf,” kata Raeli pada semua pekerjanya yang ada saat itu. “Apa kalian tahu siapa Tuan Tristan?”
Tidak disangka orang-orang malah tercengang. Lalu kemudian ada yang tersenyum dengan maklum. Raeli tebak, pasti mereka mengira ia sedang gegar otak karena kecelakaan minggu lalu.
“Beliau Marquess Knightdale.”
Knightdale?
Pria itu. Raeli harus berurusan dengan orang itu? Anggap saja marquess itu orang baik hati yang tidak membuat kejadian tertabrak kudanya masuk koran. Raeli harus memikirkan bagaimana membalas kebaikan pria itu.
“Nah, ke mana kita akan mengirim ini?” tanya Raeli pada Anne yang menatap sekeranjang penuh pai buah dan pai daging buatannya. Juga beberapa roti lainnya.Raeli rasa sang marquess akan muntah jika makan sebanyak ini. Tetapi, Raeli rasa cukup untuk berterima kasih. Setelah itu ia tidak akan berurusan lagi dengan salah satu pria yang mungkin berasal dari cerita dalam novel ini. Ia akan hidup sebagai Raeliana pemilik toko roti. Raeli ingin hidup tenang sekali ini.Raeli juga menyelipkan selembar surat pendek untuk sang marquess sebagai ucapan terima kasih karena tidak membiarkan kejadian memalukan tertabrak kuda itu sampai ke koran.“Ke istana kaisar?” Anne kembali bertanya.Kening Raeli berkerut. Kenapa ke sana? Ia mengirimi pai itu untuk Marquess Knightdale dan bukannya baginda kaisar. Anne tidak membantu sama sekali, padahal ini idenya.“Tuan Tristan, Marquess Knightdale adalah tangan kanan Yang Mulia Ein.”“Ha?”Ein? Tangan kanan Yang Mulia Ein?Ahhhh!Sialan, Raeli tertipu. Astaga,
“Apa yang kau bawa Tristan?”Ein sudah berwajah masam sejak putri keluarga Servant itu meninggalkan istana. Berani sekali gadis itu menggunakan bahasa kasar padanya. Setelah lama tidak bertemu, ternyata putri Duke Servant tumbuh sedemikian menarik. Gadis itu punya senyuman yang bisa mengatakan apa isi kepalanya, seperti umpatan atau kutukan.Bukankah menarik?Lebih menarik lagi saat gadis itu terlihat tidak mau bertemu dengan Ein di saat dirinya menjadi perbincangan semua gadis di seluruh Easter.Raeliana De Servant.Ein pikir ketika beranjak dewasa, Raeliana akan tetap menjadi gadis pendiam yang suka membaca buku. Ternyata gadis itu perlahan punya hobi membuat kue, sampai-sampai Carry memberikan sebuah toko kue untuknya.Tetapi Ein rasa gadis itu belum berubah. Masih gadis yang lembek.Lalu kejadian Raeliana tertabrak kereta kuda itu menjadi pertemuan Ein setelah sekian lama. Benar-benar tidak menyangka Raeliana bisa merawat rambutnya jadi seperti helaian emas.“Menarik.”“Ya, Yang M
“Baik, Yang Mulia. Apa yang membuat Anda datang ke toko kecil seperti ini?”Raeli menyerang tepat pada inti kedatangan Pangeran Ein. Pasalnya, kedua pria yang menjadi tokoh utama dalam novel itu sama sekali tidak tertarik dengan Rose, sang pemeran utama perempuan.Semua cerita sudah jauh melenceng. Padahal tidak ada yang Raeli lakukan. Ia hanya menjalani hidupnya seperti biasa. Tidak terlibat dengan istana dan para peran utama. Hanya Rose yang memang bekerja padanya.“Tapi sebelum itu, Tuan Tristan?” panggil Raeli. “Anda menghabiskan kue buatan saya?”“Oh,” Marquess Knightdale tersenyum lebar dan melirik pada Pangeran Ein yang memberikan tatapan penuh ancaman dari ekor matanya.Terkutuklah pria itu jika terjadi sesuatu pada pai-pai buahnya tempo waktu itu. Apakah Pangeran Ein membuang kue-kue itu sebelum marquess memakannya?“Sungguh pai yang sangat enak,” jawab Tristan dan mata Pangeran Ein kembali menatap Raeli yang sudah memberikan pandangan ancaman.“Baguslah. Saya hanya berharap
Tiba juga hari di mana Raeli harus datang ke istana sendirian tanpa Anne. Ia datang dengan sekeranjang kue yang layak. Karena memang ini akan dimakan oleh Yang Mulia Permaisuri dan Tuan Putri Liliane.“Marquess Tristan?” panggil Raeli ketika melihat pria itu berdiri di pilar istana seperti sedang menunggu seseorang.“Ah, Nona Raeliana. Saya sedang menunggu Anda.”Pria itu tersenyum pada Raeli. “Saya akan mengantarkan Anda ke taman. Yang Mulia Permaisuri dan Putri Liliane sudah menunggu.”“Terima kasih.” Reali berjalan mengikuti Marquess Tristan.“Sepertinya Anda membawa kue yang enak, Nona.”“Oh, ya. Saya tidak mungkin memberikan seperti yang waktu itu.”Marquess Tristan tertawa. “Saya juga tidak menyangka bahwa akan sampai pada Baginda Kaisar.”“Tuan—”“Santai saja. Bisakah Anda memanggil saya Tristan saja?”“Sungguh?”Demi Dewa, Raeli senang sekali bisa menyudahi keformalitasan ini satu per satu. Cukup membosankan dengan panggilan yang sangat panjang. “Kalau begitu kau bisa memanggi
Akhirnya tiba juga pada hari debutante yang ditunggu oleh seluruh gadis kekaisaran Easter, kecuali Raeli.“Nona, saatnya bangun!” teriak Anne begitu memasuki kamar bersama beberapa langkah kaki lain.Astaga, Raeli ingin tidur saja seharian. Tidak bisakah mereka meninggalkannya? Tubuhnya benar-benar seperti remuk. Sudah beberapa hari sejak dari istana ia sibuk menyiapkan kue untuk jamuan debutante dan apa sekarang ia harus bangun?Raeli tidak mau datang untuk kedewasaan, ia ingin tidur saja sampai besok pagi.“Nona, bangunlah ini sudah tengah hari!”“Tinggalkan aku sendirian,” kata Raeli. Apa seseorang telah mencuri tulang miliknya? Kenapa rasanya sakit sekali jika bangun?“Nyonya akan datang jika Anda tidak bangun sekarang.”“Aku bangun.” Raeli segera bangun begitu nama ibunya di sebut.Sungguh, bukan apa. Ia tidak mau berurusan dengan Duchess Servant. Bisa jadi ada ceramah tentang apa yang boleh dan tidak boleh Raeli lakukan sebagai seorang gadis bangsawan. Apalagi itu keluarga yang
“Putra mahkota dan Tuan Putri Liliane memasuki ruang dansa!”Ein merasakan sikutan dari Liliane di perutnya. Gadis itu cemberut padanya.“Fokuslah, Kak. Mereka sudah mengumumkan kedatangan kita.”“Maafkan aku.”Bagaimana Ein bisa fokus jika dari atas sini ia bisa melihat Raeliana berdiri di dekat meja jamuan, sedang berbicara pada putri Count Rossent. Sepertinya gadis itu bisa mengatasi semua ucapan Vivian Rossent, hanya saja tidak berhasil mengendalikan amarahnya.Raeliana jadi seperti geram sendiri, menggapai-gapai udara, seakan tidak sabar ingin melakukan sesuatu pada Vivian Rossent. Apalagi kelucuan yang bisa Ein dapatkan diacara formal seperti ini? Bahkan Liliane saja berpikir kalau Raeliana jadi sangat menarik setelah lama tidak bertemu.Bagaimana ekpresi Realiana jika tahu orang tua mereka mengadakan pertemuan dan memutuskan pertunangannya dengan Ein? Awalnya Ein akan menolak ditunangkan dengan gadis itu. Ternyata setelah bertemu sendiri dengan Raeliana, gadis itu cukup menarik
“Nona, saatnya bangun!”Raeli mengusap matanya. Anne tidak pernah memberikan waktu tenang setiap pagi. Selalu saja berteriak. Jika tidak melakukan itu maka harinya akan sangat suram.“Tinggalkan aku sendiri, Anne.” Raeli menguap sabil memijat kepala. Kepalanya sakit sekali.Apa semalam ia mabuk karena kebanyakan minum jus?Coba, Reali ingin mengingat semua yang terjadi semalam di pesta debut. Karena sebal pada Pangeran Ein ia jadi memilih duduk saja sambil melihat semuanya menikmati pesta. Melihat kerumunan para gadis yang sibuk membicarakan sang pangeran. Bahkan Tristan tidak luput dari pembicaraan, padahal dia hanya berdiri di pangkal tangga untuk memastikan keamanan Putri Liliane.Semalam itu benar-benar buruk Raeli. Ia duduk sendirian, menerima berkali-kali tatapan Vivian Rossent yang mengancam seakan bilang: “Aku tidak akan melepas
Sejak 2 hari yang lalu setelah bertemu dengan Pangeran Ein, entah bagaimana Raeli selalu mikirkan tentang kalimat terakhir pria itu. Mungkin satu-satunya alasan kenapa isi novel yang pernah dibacanya ini tidak berjalan semestinya itu adalah karena salah Raeli.Raeli sudah membuat si pemeran utama tertarik padanya dan meninggalkan peran penting milik Rose. Tentu saja sudah terlambat untuk mengembalikannya seperti semula.Ein tertarik pada Raeli sepenuhnya.Arrgg!Kenapa malah jadi seperti ini?Raeli melirik Rose yang sedang berdiri di balik konter setelah pelanggan terakhir keluar. Gadis itu sedang membersihkan sisa-sisa nampan yang kuenya sudah habis.Haruskah ia mendorong Rose untuk kembali ke jalan yang seharusnya? Mendampingi pangeran Ein. Menjadi kesukaan kaisar dan menjadi rebutan untuk para kesatria di kekaisaran.Raeli harus melaku