“Aaahhh!!”
Raeliana terbangun setelah mimpi buruk. Lagi-lagi mimpi buruk yang itu. Sebenarnya apa, sih? Kenapa ada mimpi seperti itu? Lagipula di mana mimpinya terjadi? Tempat dengan banyak lampu, gedung-gedung tinggi. Bocah 15 tahun yang terus saja memanggil namanya Sheriel bahkan setelah Raeliana merasa sudah dikuburkan dalam mimpi itu.
“Nona, Anda tidak apa-apa?”
Raeliana melihat ke pintu. Pelayan pribadinya Anne masuk tergesa-gesa dengan wajah cemas. Selalu saja begitu setiap kali ia terbangun sambil berteriak karena menghadapi mimpi buruk yang mengerikan.
Raeli menggeleng sambil memegang kepalanya. “Tidak. Aku hanya mimpi tertabrak sesuatu.”
Raeli tertabrak sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa itu.
“Aduh!”
Reali meringis karena ada sesuatu yang masuk ke kepalanya sampai membuat sakit. Rasanya mirip seperti disengat lebah saat ia pergi ke pelabuhan bersama papa pada umur 8 tahun.
“Nona!”
Tidak mungkin. Tubuh Raeli gemetar menyaksikan penglihatan itu. Kemudian langsung bangkit menuju kaca besar di sisi ruangan. Melihat pantulan dirinya di cermin. Seorang gadis 18 tahun yang sebentar lagi akan melangsungkan debut.
Raeli tercengang melihat dirinya sendiri. Rambut cokelat keemasan bergelombang yang terurai sampai nyaris melewati pinggangnya dan melebar. Alis dan bulu mata dengan warna yang sama seperti rambutnya. Lalu ... mata hijau.
Tidak. Dirinya … Raeliana De Servant. Anak bungsu keluarga Duke Servant.
“Aahhhhhhh!!”
***
3 hari sudah berlalu sejak Raeli terbangun dengan keadaan syok dan histeris. Ia menyaksikan dirinya menjadi salah satu tokoh di dalam novel yang pernah dibacanya, novel yang paling disukai oleh adik sepupunya Yuko.
Tidak. Bukan seperti itu ceritanya.
Raeli menyadari sesuatu. Dirinya yang sebelum ini bernama Sheriel. Gadis berusia 23 tahun yang sedang berjalan-jalan bersama sepupunya sampai akhirnya tidak sengaja tertabrak oleh truk dan meninggal.
Astaga, apakah setragis itu? Tetapi yang membuat syok parah adalah wujudnya saat ini. Ia yang awal mula adalah Sheriel, meninggal karena kecelakaan, entah bagaimana bisa hidup lagi sebagai Raeliana De Servant. Seorang putri bungsu dari Duke of Servant, teman baik kaisar. Seorang pemeran figuran dalam novel terkutuk bacaan Yuko.
Sheriel yang sekarang adalah Realiana, anak dari keluarga yang sangat terpandang. Kakak sulungnya adalah salah satu kesatria terbaik kerajaan. Lalu kakak keduanya adalah bagian dari pegawai istana yang dipercaya mengurusi keuangan dan semua administrasi kekaisaran.
Semuanya. Ingatannya tentang Sheriel dan Raeliana, bercampur menjadi satu.
Sudah beberapa hari sejak saat itu, 'kan? Raeli mencoba untuk menerima dirinya sebagai bagian dari keluarga Servant dan berusaha menjalani hari-harinya. Lagipula kehidupan sebagai Sheriel itu sudah berakhir. Tidak ada alasan untuknya menolak sebagai Raeliana jika itu bisa membuatnya hidup.
Bagian terberatnya, ia hanya pemeran figuran dalam novel. Ada hari di mana Raeli akan bertemu dengan peran utama protagonis. Entah itu pangeran atau si tokoh utama perempuan, pekerjanya di toko roti.
Ahh, Raeli bisa gila kalau begini. Sejak ia membaca novel menyebalkan milik sepupunya Yuko pada kehidupan lalu, Reali sudah tidak menyukai peran utama perempuan. Kenapa hidupnya kasihan sekali. Mau saja dianiaya.
Uhh, tetapi Raeli benci harus bilang kalau nasib gadis itu baik. Karena dia akan bertemu pangeran dan saling jatuh cinta.
Memangnya ada ya cerita yang se-instans itu?
“Nona akan pergi hari ini?”
Raeli berbalik pada Anne yang baru saja masuk ke kamarnya sambil membawa mantel. Ia harus pergi. Kalau begini terus bagaimana ia bisa melanjutkan hidup dalam dunia novel yang sempit dan semua sudah ditakdirkan ini?
Tidak ada yang bisa Raeli terima di dalam novel dengan cerita yang ngawur seperti ini. Yang harus Raeli lakukan adalah menguasai takdirnya sendiri. Dan juga ia tidak akan peduli pada apa yang akan terjadi dengan pangeran atau peran utama perempuan.
Raeli hanya akan melanjutkan hidup seperti seharusnya. Raeliana De Servant, seorang koki manisan yang baik hati. Ia akan mengubah sendiri jalan takdir novel ini. Ia tidak akan jatuh cinta atau sakit hati dengan pangeran yang cinta pada perempuan lain.
“Aku ingin jalan kaki hari ini.” Raeli mengenakkan mantel di bahunya. Kemudian menunggu Anne merapikannya.
“Ha? Nona ingin jalan kaki ke toko?”
“Kurasa tidak apa-apa sesekali melakukannya.”
Anne membuka pintu kamar untuk Raeli dan melangkah keluar rumah bersama.
“Tapi kereta sudah menunggu.”
Raeli berhenti di ambang pintu, melihat kereta kuda sudah berdiri di depan rumah menunggunya. “Bagaimana kalau kau saja yang naik? Tunggu aku di depan toko.”
“Jangan, Duke bisa marah jika tahu Anda pergi sendirian.”
“Aku akan baik-baik saja.” Raeli mengangkat bahunya. Mengembuskan napas. Percuma bertengkar dengan Anne. Ia sudah melakukannya sejak terbangun dari mimpi buruk yang ternyata kilasan hidupnya dan Raeli tidak pernah menang melawan Anne.
Sebenarnya di sini yang pelayan itu Anne atau Raeli?
“Papa akan marah jika keretanya tidak berangkat. Bawa mereka bersamamu, maka papa pikir aku sudah pergi.”
“Tapi, Nona—”
“Sampai bertemu di toko, Anne.”
Raeli berlari meninggalkan Anne yang masih berdiri di dekat kereta. Mengawasinya dengan wajah menderita. Saat ia melihat ke belakang, Raeli melambaikan tangan dan menjulurkan lidahnya. Ia tidak harus menjaga etika ketika sendirian.
Salah satu keberuntungan untuknya saat sampai ke tubuh Raeliana yang asli, ia tidak perlu repot belajar dari awal. Tubuh ini mengenali semua tata krama, jadi bisa bergerak sesuai kondisi secara otomatis. Raeli hanya harus mengendalikannya.
Raeli berjalan memasuki kawasan perkotaan dengan berbagai toko-toko. Melewati jembatan dengan sungai di bawahnya. Ia melihat ke bawah. Ikan-ikan berenang melawan arus, rasanya tidak buruk juga melihat mereka begitu. Karena itulah yang saat ini sedang Raeli lakukan. Bergerak melawan isi novel menyebalkan ini yang akan membuat hidupnya menderita.
“Nona!”
Raeli berbalik, melihat Anne melompat tidak sabaran dari kereta kuda untuk menghampirinya, kemudian melambai sekeras mungkin pada pelayan yang menunggangi kereta. Menyuruhnya pergi.
“Kenapa kau ke sini? Aku sudah bilang tunggu saja di depan toko.” Raeliana melipat kedua tangannya dengan wajah cemberut. “Anne, kau susah dibilangin.”
“Sama seperti Anda,” jawab Anne dengan wajah bangga.
“Ha-ah~”
Raeli akhirnya berdecak dan kembali melangkah diikuti Anne di sisinya. Mungkin inilah yang mereka katakan tentang buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Tentu saja itu sangat berlaku. Bagaimana sikap tuannya, begitu pula sikap pekerjannya. Anne ini contohnya.
“Tuan khawatir pada Anda setelah kecelakaan itu,” kata Anne. “Anda selalu mimpi buruk sejak saat itu.”
“Kecelakaan apa?”
Raeli tidak peduli kecelakaan apa yang dimaksud pelayannya itu. Sejauh ini yang ia tahu, kecelakaan mengerikan tertabrak truk yang dialami oleh dirinya yang dulu, Sheriel.
“Seminggu yang lalu Anda ditabrak kereta kuda. Anda ingat?”
“Siapa? Aku? Tertabrak kereta kuda?”
“Lebih tepatnya kuda.”
Oh, Tuhan.
Serius? Dirinya ditabrak kuda?
“Mereka meletakkan berita tentangku di koran?” Raeli melotot dan menyambar bahu Anne dengan cepat. Rasa malu mencengkeram dadanya.
Tidak.
Di era kekaisaran seperti ini, ditabrak kereta kuda bukanlah sesuatu yang membanggakan, itu justru sangat memalukan. Apalagi ditabrak oleh kuda. Bagaimana jika mereka menuliskannya di koran?
“Itu ....”
“Ahhh! Tidak, reputasiku!”
“Mereka tidak melakukannya.”
“Ha, syukurlah.”
Raeli bernapas lega. Jika mereka benar-benar menuliskannya di koran, maka Raeli tidak bisa memikirkan judul yang bagus untuk tajuk itu. Ya, semacam: “Putri Duke Servant tertabrak kuda dan pingsan” atau “Lady Raeliana De Servant dengan bodoh menabrakkan dirinya ke kuda”.
Tidak!
Raeli ingin mengubur dirinya sendiri secepat mungkin.
“Tuan Tristan mengurus mereka. Dia yang mengantarmu pulang, Nona.”
“Ha? Tristan?”
Raeli memegang dagunya. Mengingat-ingat. Adakah nama ini di dalam novel kesukaan Yuko itu? Raeli meringis dalam hati. Ia tidak terlalu mengingat nama-nama tokoh di dalam novel selain nama Raeliana. Ia bahkan lupa nama pangeran.
“Anda seharusnya mengirimkan ucapan terima kasih padanya, Nona.” Anne melanjutkan jalannya. “Cepat, kita tidak akan sampai kalau begini.”
Raeli mengelus dadanya. Ia harus sabar menghadapi bawahan seperti ini. Walau terlihat dan terdengar menyebalkan, tetapi Anne bagus dalam pekerjaannya. Mungkin itulah kenapa Raeliana yang sebelumnya sangat betah bersama Anne.
“Sebenarnya Anda tidak perlu lagi ke toko, Nona. Ada banyak pekerja kita di sana,” kata Anne setelah Raeli berhasil menyamai langkahnya.
“Kenapa tidak? Aku suka bekerja di sana.” Tempat itu mungkin saja bisa menjadi markas untuk bersembunyi dari kenyataan konyol tentang akhir dari kisah novel ini, yaitu mati. Dengan kata lain, di tempat itu Raeli bisa menghindari kontak langsung dengan para pemeran utama.
Anne terdiam dan Raeli melihat wanita itu menatapnya dengan tatapan aneh.
“Kenapa?”
Anne menggeleng. “Tidak. Meski Anda suka membuat kue, tapi yang saya tahu Anda sering bilang lelah. Anda itu mudah sakit, Nona. Jadi jangan berlebihan.”
Raeli cemberut. Tentang hal mudah sakit Raeli, itu tidak ada di dalam novel. Tentu saja, untuk apa keterangan yang begitu lengkap, ia hanya peran figuran. Lagi pula Raeli sendiri bisa merasakannya. Tubuh ini lemah sekali dan gampang lelah. Raeli berjalan dari kediaman Servant saja rasanya sudah lelah.
Setelah mereka berjalan dalam diam, toko roti akhirnya hanya tinggal beberapa toko lagi. Tetapi ada keramaian di depan toko roti milik Raeliana.
Raeli melotot. Tidak mungkin secepat ini. Adegan di depan sana terasa familier untuk Raeli pahami. Ia sudah membacanya berkali-kali untuk mencari tahu apakah adegan semacam ini tidak terlalu berlebihan.
“Kenapa ramai seperti itu?” komentar Anne.
Tanpa memedulikan komentar Anne, Raeli mengangkat sedikit gaunnya dan berlari menuju kerumunan itu. Dari celah di barisan bekalang ia bisa melihat seorang gadis berambut merah sedang berjongkok ketakutan sambil menutupi kepalanya.
Raeli menutup mulutnya.
Tidak mungkin.
Kenapa harus secepat ini!
Setidaknya biarkan Reali menyiapkan hatinya untuk bertemu si pemeran utama perempuan.
Beberapa bulan setelah Raeli bangun dan kembali menjalani hidupnya sebagai putri tunggal Servant dan putri mahkota, tiba-tiba saja istana jadi heboh. Beberapa orang datang silih berganti menemui Raeli dengan membawa berbagai macam gaun pengantin. Memangnya siapa yang mau menikah?Belum lagi para pelayan ditambah untuk mempersiapkan acara di istana terpisah yang biasanya dibuka untuk acara-acara besar saja. Beberapa kali Raeli dipanggil untuk mencicipi menu makanan. Lalu keamanan istana juga makin diperketat. Pasukan ditambah, baik dari keluarga Servant bahkan sampai keluarga Sharakiel yang diperintahkan langsung oleh Mareyya.Sebenernya ada apa, sih? Apa ada yang mau menikah di istana? Apa baginda kaisar mau menikah lagi?Sebenarnya sampai sekarang Raeli masih sulit memercayai bahwa Mareyya itu adalah anak kecil biasa. Anak itu terlihat seperti orang dewasa dengan naturalnya. Dia bahkan mengatur urusan rumah tangga Shara
“Ha ha ha!”Ein dan Xain menoleh pada Teja yang tiba-tiba saja tertawa keras setelah melihat apa yang terjadi pada Mareyya. Apa pria itu sebenarnya gila?“Lucu sekali, ya. Padahal ayahnya orang yang dikutuk dewa,” kata Teja dengan senyum lebar sambil mengawasi kotak tempat Raeliana dan Mareyya berada. “Sepertinya Reid sudah menentukan bayaran atas apa yang sudah si penyihir itu lakukan.”“Apa maksudmu?” tanya Xain.Teja menunjuk pada cahaya yang bersinar di bawah tangan Mareyya. “Kekuatannya mirip dengan pendeta agung pertama.”“Pendeta agung pertama?” ulang Ein.Kalau pendeta agung pertama itu berarti orang yang sudah membangun kekaisaran ini bersama kaisar pertama. Orang yang katanya bisa melihat kemakmuran pada Easter jika mereka membangun sebuah negara. Dengan kata lain, pendeta agung
Ein, Xain dan Teja melihat saja saat Mareyya bergerak mendekati kotak sihir di mana Raeliana terbaring di dalamnya. Anak itu hanya berdiri di sisi kotak sambil menatap Raeliana.Sulit dipercaya bahwa Mareyya cocok dengan sihir suci milik Xain. Ternyata anak itu memang anak normal. Hanya saja lebih cepat dewasa karena didikan ayahnya yang mendoktrin bahwa Mareyya harus bisa mengurus keluarga sejak dini. Itu berarti Mareyya sudah tahu bahwa ayahnya cepat atau lambat akan mati.Sebenarnya Ein tahu bahwa Xain tidak memercayai anak itu. Namun, Ein memintanya untuk mengizinkan Mareyya bertemu Raeliana. Anak kecil tidak akan bisa melakukan sesuatu yang aneh.Padahal baru saja Ein berpikir seperti itu, tiba-tiba saja Mareyya melirik dari balik bahunya pada mereka. Tersenyum kecil dan matanya terlihat bercahaya. Lalu sesaat kemudian anak itu melangkah lebar ke kotak di mana Raeliana melayang di dalamnya dan tertidur. 
Ein memberikan surat terakhir pada ajudan baginda kaisar. Sepertinya keributan yang terjadi di istana sampai menghancurkan kediaman pangeran cukup menggemparkan. Beberapa bangsawan yang memang setia pada keluarga kaisar dan negara tetangga pun mengirimkan surat untuk menanyai kabar atau apakah pangeran butuh bantuan.Namun, tidak Ein sangka bahwa pertarungan dengan Rict jadi sangat-sangat singkat. Bahkan seolah tidak pernah ada. Kabarnya juga Xain menggunakan sihir lama untuk menghapus kenangan tentang sebagian adu mulut Raeliana dan Kroma hari itu.“Yang Mulia?”Ein mengangkat kepala pada Charael dan Carry yang baru saja masuk ruangannya bersamaan.“Bagaimana keadaan di sana?” tanya Ein sambil berdiri dan mengitari meja. Bersandar pada bagian depan meja kerjanya, menatap dua kesatria itu.“Setelah melalui investigasi, tidak ada yang aneh di kediaman
“Bangunlah.”Raeli membuka mata yang sebelumnya berat karena mengantuk dan ia merasa lantai tempat dirinya berbaring sangatlah dingin. Setelah itu ia melihat seseorang tersenyum tipis padanya sambil berdiri.Raeli bangkit untuk duduk. “Apa kita sudah mati?” tanya Raeli pada orang itu.“Entahlah.”“Jadi … siapa aku harus memanggilmu? Thantiana atau Raeliana?”“Namaku Thantiana. Bukankah Raeliana itu dirimu?”Raeli mendengkus. Apa-apaan itu? Dirinya kan dipaksa masuk ke tubuh Raeliana karena perbuatan wanita itu juga yang sekarang mengaku sebagai Thantiana.“Aku bukan Raeliana,” sangkal Raeli dengan suara pelan.“Tapi ada orang yang ingin kau tetap hidup sebagai Raeliana yang dicintainya.”Ein.
“Antar aku ke sana, Ercher,” kata Raeli.Lingkaran sihir Ercher menyala lagi. Pada saat itulah Raeli bisa melihat di sisi lain bangunan ada para kesatria yang terluka. Rict menyerang mereka. Lalu dalam sekejap mata mereka berpindah ke kamar pangeran yang hancur. Raeli bisa melihat Charael dan Tristan yang langsung bersiaga di dekat Ein.“Raeliana?” panggil Ein. “Jika kau bangun, seharusnya kau tetap tinggal di sana. Kenapa kau—”Raeli melirik sekilas dari balik bahunya. Saat membuat kesepakatan dengan Raeliana, ia sudah memilih keputusan. Semua kemalangan ini disebabkan oleh Raeliana sendiri. Bukankah wanita ini sudah tidak boleh hidup dan bersanding dengan putra mahkota?Raeli tidak ingin goyah, maka dari itu ia membuang wajah dari Ein.“Ah, Tuan Putri akhirnya bangun juga,” sindir Teja sambil berdiri.Ra