Setelah kembali dari kediaman Tuan Minra, Azhara hendak memasuki paviliunnya. Namun, ia melihat ada asap melayang dari halaman belakang. Segera ia bergegas masuk ke dalam dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Di sana, Carmina tengah sibuk membakar sesuatu. Azhara melebarkan matanya saat melihat wanita itu hendak membakar layangan putihnya."Lancang!" serunya membuat Carmina terkejut."Yang Mulia, Anda sudah kembali?" Wanita muda itu diterpa ketakutan yang luar biasa. Itu terlihat jelas dari caranya mundur begitu Azhara mendekatinya."Siapa yang mengizinkanmu membakar benda-benda itu?" tanya Azhara seraya mengulurkan tangannya ke kobaran api. Detik itu juga, api itu padam menyisakan asap tipis yang mengganggu."Sa-saya ... saya hanya menuruti perintah. Setelah peristiwa kemarin, Yang Mulia Raja memberikan perintah untuk memusnahkan semuanya yang berhubungan dengan Lailla. Saya tidak bisa mengabaikan permintaan beliau," jawab Carmina menjatuhkan pandangan jelaganya ke rerumputan.Set
Sudah beberapa hari sejak Zhura dan teman-temannya kabur dari istana. Tidak adanya prajurit yang mengejar mereka adalah tanda kalau pelarian ini sukses. Kini mereka bertiga sedang beristirahat di pinggir sungai, dan akan melanjutkan perjalanan di esok hari. Setelah memberikan makanan pada kuda-kudanya, Valea duduk di sisi Zhura yang terlihat lesu. Tubuhnya bersandar pada pohon besar, sementara garis matanya dipenuhi lingkaran hitam."Sudah beberapa hari terakhir kau tidak beristirahat. Malam ini tidurlah dengan baik, kau akan mati jika terus-menerus begadang."Zhura menarik sudut bibirnya, "Kenapa kau jadi sangat perhatian? Apakah kau benar-benar Valea jahat yang dulu?"Gadis merah itu mengibaskan tangannya, tersenyum angkuh. "Kalau kau mati, siapa lagi yang bisa kuajak berkelahi?"Zhura menggelengkan kepala, tak habis pikir. Ia memilih mengalihkan pandangan pada sungai yang mengalir deras di hadapannya. Airnya sangat jeram, cahaya bulan jadi tidak bisa terpantul di sana. Seluruh tubu
"Hei, kenapa kau baru mengatakannya sekarang?""Baik, aku tahu ini salah. Aku memang sengaja menyembunyikannya, tapi aku melakukannya untuk melindungimu." Valea menggelengkan kepalanya, tampak serba salah. "Aku minta maaf."Zhura mengangguk kaku, tapi bibirnya kelu.Inara yang sama terkejutnya dengan Zhura, berjalan mendekat. "Apa yang akan kau lakukan setelah ini?"Dinginnya malam membuat raut mukanya yang pucat semakin mendingin. Zhura tak menyangka bahwa situasinya akan berubah secepat ini. Sebelumnya ia kukuh berjalan ke depan, mengabaikan segala hal di belakang untuk melupakan Azhara. Tapi, tiba-tiba fakta lain datang menamparnya hingga tak berkutik. Sekarang ia jadi tidak heran kenapa hatinya terus menyimpan perasaannya, jarum itu ternyata sudah dikeluarkan dari jantungnya.'Tidakkah kau terpikirkan bahwa Azhara bisa saja menyembunyikan sesuatu? Dia mungkin memutuskan kau menjadi tersangka penyerangan itu untuk mencegahmu mendapatkan hukuman lain yang lebih menyakitkan.'Jadi, p
Zhura mengendap-endap mendekati tempat perawatan para gadis. Di sana, ia mulai mencari sosok tua itu dari satu ruangan ke ruangan lain. Tepat seperti yang ia kira, sosok bermata abu-abu itu ada di salah satu ruangan, sedang merawat seorang gadis suci yang terluka. Cukup lama Zhura menunggu, mungkin hampir setengah jam berlalu hingga akhirnya wanita itu keluar."Tabib Ma!"Dia melebarkan matanya menatap Zhura, ia lalu mengajak gadis itu ke tempat yang lebih tersembunyi. "Zhura, kau ada di sini? Ke mana saja kau?""Ceritanya panjang, akan kuceritakan lain kali. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi kemarin, Tabib Ma?"Tabib Ma mengerutkan keningnya, ia tampak berat hati mengingat kejadian kemarin. "Kejadiannya sangat cepat. Saat itu tengah malam, orang-orang bertudung datang dalam jumlah banyak. Istana mengerahkan prajurit untuk mengalahkan mereka, tapi target mereka sebenarnya adalah teratai bulan. Saat pertarungan pecah, beberapa dari mereka diam-diam meracuni bunga itu.""Apa m
Azhara membuka mata saat sensasi hangat mengusap sisi wajahnya yang mendingin. Dengan letih, ia bangkit dari pembaringan. Terduduk ia menatap arah di mana seseorang baru saja pergi keluar. Bahkan meskipun matanya tak bisa lagi melihat atau pun telinganya yang tidak setajam dulu, pemuda itu tetap bisa menyadari bahwa Zhura datang. Saat mendengar suara langkah kaki itu, debaran jantung Azhara meningkat. Namun, rasa sakit datang mengingatkannya kalau mereka tidak lagi bisa berjalan beriringan.Pemuda itu bangkit dan berjalan menuju dinding tak kasat mata yang mengelilinginya. Diusapnya sekat itu seakan meraba kehangatan yang tersisa. Air matanya mengalir ketika ia melihat bayangan masa lalu. Jika saja ia tidak lengah, ia tidak akan menjadi selemah ini dan membuat roh jahat di tubuhnya bangkit. Jika saja ia tidak menyimpan perasaan ini, sekarang orang-orang mungkin masih hidup tenang.Tapi, semua sudah terjadi, ia tak bisa menarik apapun kembali. Satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah m
Langit masih gelap, ufuk timur terlihat bersemu kejinggaan dikarenakan matahari yang baru terbit. Burung-burung terdengar berkicau memulai hari, bersama kudanya Zhura membelah pagi. Tubuh gadis itu terbungkus jubah hitam dari ujung kepala sampai kaki. Itu tampak cukup untuk mengusir dingin. Ketika sinar mentari mulai meninggi, ia menghentikan kudanya dan bersandar di sisi tebing untuk melihat peta."Sanguina?" ujarnya membaca nama di petanya. Jadi, orang yang bisa membuat penawar racunnya adalah Sanguina. Wanita itu adalah seorang biarawati penyembuh yang sangat terkenal. Tabib Ma begitu yakin jika Sanguina bisa membantu mereka mendapatkan penawar itu. Tak adanya harapan lain, membuat Zhura harus menguatkan tekadnya lebih keras agar rencana ini sukses."Sepertinya aku harus melewati jalur barat agar lebih aman. Jika bergegas, mungkin sebelum matahari tenggelam aku bisa sampai di perbatasan Desa Kabut, lalu aku bisa kembali ke sini saat fajar." Zhura mengangguk, memahami sendiri perkat
Zhura dirundung kepanikan, kepalanya berdenyut dilanda pusing yang teramat. Ia kelimpungan mengendalikan kudanya saat ada warga yang kebetulan melintas dengan raut kebingungan. Untuk menghindari perhatian, gadis bermata hijau itu segera berpacu ke dalam tikungan. Dengan sebelah tangan yang setia mencengkram tali kendali, Zhura merogoh tas kecil di pinggangnya. Ia meraih satu benda bulat dari sana, lalu dilemparkannya pada pengejarnya di belakang.Whussh!Asap hitam menguar menutupi jalan. Orang-orang Shar itu pontang-panting, mereka mengibaskan tangannya menghalau asap dari jalur mereka. Zhura memanfaatkan kesempatan untuk melesat ke luar perdesaan dan lari dari jangkauan. Memang membuat heboh, tapi cara itu berhasil membuat orang-orang Shar kehilangan jejak atas keberadaannya.Zhura tersenyum bangga, "Jangan harap bisa menangkapku dengan mudah!"Gadis itu kembali mengikuti jalur petanya, kini ia berkuda di padang rumput luas. Waktu berjalan lambat, ia menikmati kesendiriannya bersama
"Lepaskan!"Sepuluh orang bertudung mengelilinginya dengan sorot tajam. Zhura mengeratkan genggaman tangan pada petanya saat salah satu dari mereka berusaha merebutnya."Kubilang lepaskan itu!" seru Zhura mempertahankan petanya dengan kedua tangan.Suara melengking tiba-tiba terdengar begitu keras menggema di hutan. Dengan suhu udara yang turun puluhan derajat celcius, angin seketika bertiup luar biasa kencang hampir mengelupaskan kulit. Zhura yang sudah diambang batas kesadaran, terkesiap melihat cahaya putih berpendar dari arah belakang. Dari balik cakrawala senja, terbang seekor burung raksasa putih dengan bulu yang menguarkan cahaya kebiruan dari ekornya."Azhara?" gumam Zhura tak bisa mengalihkan pandangan.Suara lengkingan makhluk itu terdengar lagi dan kali ini disertai dengan semburan api biru yang membinasakan apapun yang dikenainya. Orang-orang bertudung sontak saja menggencarkan serangan ke arah burung raksasa itu. Ada beberapa dari mereka yang kabur, tapi sisanya teguh mel