“Diam! Dengarkan ucapanku baik-baik. Kecelakaan yang menimpa Ayahmu itu di sengaja dan itu bukan murni kecelakaan.” Bisiknya lirih di telinga Kayla.
“Lalu, siapa yang tega mencelakainya? Apa aku harus percayaimu? Aku tidak menge--,” Suara Kayla tercekat.“Kau harus percaya dan carilah bukti di kota xt!” Pria itu meninggalkan secarik kertas di pangkuan Kayla.
Segera Kayla menoleh sekelilingnya berharap bisa melihat pria yang memberitahu tentang tragedi yang menimpa ayahnya. Namun pandangan mata Kayla kabur akibat dekapan tangan pria misterius tersebut.
Kayla mengusap-ngusap kedua matanya berharap bisa melihat jelas sosok pria itu. Namun sepasang matanya tidak menangkap siapa pun selain orang gila yang berdiri tak jauh darinya, secepat kilat Kayla berlari mengejar jejak pria misterius tersebut.
“Sialan! Cepat sekali pria itu menghilang.” Kayla melihat ke kiri dan ke kanan berharap menemukannya. “Jangan-jangan orang gila itu....” Kayla berlari lagi ke tengah makam ayahnya, dengan sekuat tenaga dia berlari mengelilingi makam yang begitu luas mencari keberadaan orang yang ia tak kenal. “Andai tadi aku melihat wajah orang gila itu,” katanya dengan napas yang tersengal-sengal.Kayla pulang dengan ke putus-asaan yang bercampur dengan kecemasan, sesampainya Kayla di rumah di berencana memberitahu ibunya tentang rencananya yang ingin pergi ke kota xt. “Ibu sudah pulang belum, Bik?” Kayla berdiri di pintu dapur. “Dari tadi pagi Nyonya di rumah, Non!” Tangan Bik Inah sibuk memotong sayuran. Kayla berlalu pergi meninggalkan dapur mencari ibunya yang lagi duduk santai di pinggir taman belakang rumah, ibunya sedang asyik menikmati keindahan taman bunga yang selama ini di rawat sendiri olehnya.“Rupanya Ibu sedang santai!” Kayla memeluk ibu dari belakang.
“Iya Sayang, Ibu mengambil cuti tiga hari untuk beristirahat.” Erlina mengelus kepala Kayla.
“Boleh tidak minggu depan Kayla keluar kota, Bu?” Kayla duduk di sebelah Erlina.
“Keluar kota? Mau Ngapain dan dengan siapa kamu mau pergi?" Erlina menelisik penasaran anak gadisnya tersebut.
“Sendiri, Kayla mau menghilangkan kepenatan yang selama ini menyiksa Kayla.” Ucapnya terkekeh.“No... Ibu tidak setuju dengan rencanamu!” tolaknya dengan mata yang menyipit.Kayla mengedipkan matanya seraya merayu ibunya “Kayla pergi hanya sebentar, Bu....”
“Sekali tidak ya tidak!”“Ayolah Bu, Kayla janji tidak bakalan lama di sana...,” Kayla kembali merengek manja, namun Renata masih kukuh dengan keputusannya tersebut.Kayla tak tinggal diam dia terus-menerus merayu dan membuntut di belakang ibunya.
“Ok, kamu boleh pergi. Tapi ingat! Jangan membuat tindakan yang akan membahayakan diri sendiri ok....” tutur Renata kepada anak gadisnya.“Makasih Bu, Kayla janji tidak akan membuat Ibu khawatir.” Katanya penuh penegasan.Terpancar kebahagiaan di raut wajah gadis itu, ia tak henti-hentinya mengecup pipi ibunya dan memeluk erat tubuh wanita parubaya itu.***
“Aku tak bisa mengantar kalian, aku ada janji!” Najwa melambaikan tangannya sembari terus melangkah.
“Hmmm, kamu pergi aja kita bisa naik taksi kok!'' Jawab Aini dan Kayla serempak dengan di selingi tawa kecil.Mereka berpisah dan mengambil jalan masing-masing, Kayla dan Aini terus berbincang tentang masalah pribadi mereka dengan suara berbisik agar sopir taksi tak mendengar percakapan mereka sedang asyik bergosip, terdengar suara dering handphone Aini, tampak nama Najwa di layar handphone-nya.
“Ada apa?” Tanya Aini lembut.“A-aku b-baru saja menabrak...,” Jawabnya terbata-bata di ujung telepon.
“Kamu tenang dulu, Coba cerita pelan-pelan.” Titah Aini.
“A-aku....” Isak tangis Najwa kembali terdengar.“Tenang W*! Sekarang kamu ada di?” timpal Aini sembari melirik Kayla.Panggilan itu pun berakhir begitu saja tanpa ada kata lagi yang terucap.
“Ada apa dengan Najwa?'' Kayla menatap Aini.“Najwa kecelakaan. Pak tolong putar balik menuju jalan Mawar!” perintah Aini kepada sopir taksi..“Baik Mbak!” saut sopir taksi seraya mengangguk.
Mobil taksi pun melaju cepat dan kini mereka telah sampai di jalan mawar tersebut, Kayla dan Aini mendekati Najwa yang sedang menangis ketakutan.
“Di mana orang yang kamu tabrak?” Tanya Aini lirih.
“A-aku tidak tahu... s-sewaktu aku menelefon kalian, dia ada di sebelah mobilku!” Sahut Najwa terkekeh.“Kamu yakin dia ada di dekat mobilmu?” Kayla melirik Najwa.“Aku sangat yakin! Kepalanya juga berdarah Kay dan lumayan serius lukanya!” Najwa terus celingukan mencari keberadaan orang tersebut.Kayla dan Aini memeluk sahabatnya itu dan tangan Kayla mengelus kepala Najwa berharap sahabatnya itu bisa tenang tidak panik lagi.“Besok kita lapor polisi untuk mencari keberadaannya, sekarang kita pulang dulu,” bujuk Kayla lembut.Aini menuntun Najwa masuk ke dalam mobil, di sepanjang perjalanan Najwa masih menangis tiada hentinya dia terus membicarakan kondisi pria yang ia tabrak tadi dan menjelaskan kronologi kecelakaan yang ia alami.
“Sudah, Jangan terlalu di pikirkan! Mungkin dia baik-baik saja.” Kayla Kembali membujuk Najwa agar tenang.“Kamu bisa bicara seperti itu karena Kamu enggak lihat keadaannya Kay!” tukas Najwa.“Kalau dia terluka parah mana mungkin dia bisa hilang dari situ!” Bentak Aini.“Sudah cukup! Anggap saja dia telah pergi ke rumah sakit,” Pekik Kayla kepada dua sahabatnya itu.“Tetap saja Aku enggak bisa melupakan kejadian itu...,” suara Najwa tercekat.“Astaga, Sifat keras kepalamu makin lama makin berkembang dan bertambah saja.” Protes Kayla dengan suara yang melengking.Aini dan Kayla sedikit jengkel menghadapi sikap Najwa yang begitu berlebihan mengkhawatirkan kondisi orang yang ia tabrak tadi, sedangkan orang itu pergi begitu saja tanpa paksaan, Aini menatap Kayla dan Najwa dari spion tengah wajah Kayla tampak cemberut dan suara isak tangis Najwa masih terdengar walau tak begitu keras.“Cukup W*, jangan menangis lagi Aku mohon!” Kayla menakupkan tangannya di hadapan Najwa.
“A-aku sudah mencobanya, T-tapi bibirku tidak mau mingkem.” Seru Najwa dengan suara terbata-bata.
“Ya Tuhanku! Ampunilah dosa Sahabatku ini, Hahaa” Teriak Aini sembari tertawa.
“Kalian berdua memang jahat!!”
Kayla dan Aini keluar mengantar Najwa masuk ke dalam rumah. Rumah megah bak istana hanya tinggali Najwa dan mbok Asih (pengasuh Najwa sejak bayi).
Begitu selesai menenangkan sahabatnya, Aini dan Kayla meninggalkan kediaman Najwa dengan sejuta penasaran pasalnya pria yang di tabrak oleh sahabatnya tersebut pergi tanpa mengucapkan apa pun.
“Kenapa dia pergi begitu saja ya, Ai...?” Tanya Kayla yang kini menyandarkan kepalanya di cendala mobil.“Hmmm, sangat mencurigakan!” tukas Aini degan suara datar, “Apa jangan-jangan pria itu seorang pencuri?!” Ucap Kayla yang kini mendekatkan wajahnya ke hadapan sahabatnya tersebut.“Bisa jadi,”Kayla kembali menyandarkan kepalanya di jendela pikirannya melanglang buana mencari jawaban atas peristiwa yang menimpa sahabat karibnya tersebut.
Tanpa di ketahui mereka orang yang mereka bicarakan adalah sopir taksi yang mereka tumpangi saat ini.“Terima kasih untuk tetap hidup. Saat itu dadaku terasa sesak dan akan meledak melihatmu tak sadarkan diri,” Rey mengungkapkan semua yang ia rasakan di kala Kayla tertembak. “Kenapa kau melakukan itu semua? Apa kau memiliki sembilan nyawa!?” Rey menimpali perkataannya. “A-aku....” ucapan Kayla tertahan dan jarinya tak berhenti memainkan cincin yang ia kenakan. Rey mendekatkan tubuhnya dan memeluk Kayla dengan sangat erat. “Tetaplah hidup sehat dan berdiri tegak bersamaku di sini. Aku ingin menikahimu dan memiliki anak kembar yang mirip sepertimu! Dan aku mau melihatmu dengan rambut keabuan,” Rey menatap Kayla dengan tatapan mata yang sayu. Mendengar ucapan Rey, air mata Kayla menetes dan gadis itu memeluk erat pria yang ada di hadapannya itu, tangisan Kayla semakin menjadi-jadi membuat Rey khawatir. “Apa yang kau rasakan? Apa lukanya masih sangat sakit? Kay jawab pertanyaanku ini, jangan di
Telepon genggam Rey berdering terlihat jelas nama Tasya di layar, Rey menghela nafas panjang dan mengangkat panggilan tersebut.“Ada apa Sya?”“Benarkah? Aku segera ke sana,” Rey bergerak dengan sangat gelisah.“Apa yang terjadi Rey, kenapa kau terlihat gelisah seperti itu?” tanya Bram dengan mata menyipit.“Kayla sudah siuman.”“Kenapa lift ini bekerja dengan sangat lambat!!” imbuhnya sembari menendang pintu lift.“Sabar Rey,” ujar Bram.Rey berlari kecil sesaat pintu lift terbuka, ketika berada di depan pintu pemuda itu merapikan baju dan rambutnya. Padahal baju dan rambutnya masih tertata rapi. Perlahan ia membuka pintu dengan wajah yang semringah dia menghampiri Kayla yang masih terbaring lemah di ranjang.“Bagaimana keadaanmu? Bagian tubuh mana saja yang sakit? Apa ka
“Sebaiknya kalian pergi dari sini!” usir Rey dengan nada datar.Tasya melirik pemuda itu dengan lirikan mata yang sangat tajam, namun lirikan mata Tasya tak membuat Rey takut atau pun goyah. Bahkan pemuda itu kini semakin menekankan suaranya dan dia mengulang ucapannya lebih dari empat kali hanya untuk membuat sepasang sejoli tersebut segera meninggalkan kamar Kayla.Bram berdecap, “Rey... Rey... dari dulu kok enggak berubah-berubah.”“Oh, jadi kau mau lihat aku berubah. Baiklah aku akan berubah menjadi Spiderman agar kalian bahagia,” celetuk Rey.“Hahaa, enggak lucu, Bang!” ketus Tasya dengan mata yang melirik tajam kearah Rey.Rey melangkahkan kakinya menuju pintu dan tangannya meraih gagang pintu, membuka lebar pintu tersebut seraya mengangkat kedua alisnya dan menatap ketiga orang yang masih duduk santai di sofa.“Apa yang ka
“Pasien luka tembak di dada. Sudah mendapat infus,” jelas perawat yang masih mendorong bad yang Kayla tiduri.“Luka tembak? Bawa ke ruang operasi.” Ucap Dokter Yudo.“Sudah berapa lama?” tanya Dokter Yudo dengan sorot mata serius.“Sekitar 15 menit transportasinya, kami sudah Resusitasi.” Imbuh perawat wanita itu sambil memasang oksigen. (Resusitasi adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung ke fungsi optimal guna, mencegah kematian biologis.)“Cek organ vitalnya. Siapkan infus dan hitung darah lengkap!” pinta Dokter Yudo dengan tegas.Suasana di dalam ruangan UGD sangat tegang dan beberapa dokter dan perawat sibuk mempersiapkan alat untuk pengecekan kondisi Kayla lebih lanjut.“Tekanan darahnya 60 per 40. Saturasi darah 80.” Ungkap asisten dokter yang bertugas mem
mobil berwarna silver dari arah lain mengerem mendadak membuatnya hilang kendali dan mobil tersebut mendekat ke arah Kayla. Mata Kayla mendelik mendapati mobil itu melayang ke arahnya, untungnya gadis itu bisa segera menghindar dan berlindung di bawah mobil yang terparkir di sisi bahu jalan.Baru saja keluar dari kolong mobil Kayla suda di sambut tendangan dari bodyguard Indra, yang membuatnya tersungkur dan hidungnya mengeluarkan dara. Kayla mengusap hidungnya kasar dan dengan beringasnya Kayla melayangkan pukulan dan tendangan ke arah pria yang telah menendangnya barusan, wajah bodyguard tersebut di sodok degan sikunya hingga bercucuran darah. Tak cukup di situ Kayla kini membabi buta menyerang semua bodyguard Indra sampai dia nekat memecahkan kaca jendela mobil dan meraih serpihan kaca tersebut dan di lemparkannya ke arah lawannya.“Kay, cepat masuk!” pekik Rey di sisi jalan.Ketika Kayla hendak melangkahkan kakinya, Indra melesi
Hendra sudah tak bisa menahan emosinya, sehingga dia langsung melayangkan tendangan ke arah Indra dan semua anak buah Indra menodongkan pistol ke arah mereka semua. Rencana cadangan Rey pun gagal karna tindakan Hendra yang gegabah dan kini mereka harus berjuang dengan kemampuan yang ada dan saat ini mereka hanya memiliki beberapa anggota saja yang tersisa. “Kenapa kau melakukan ini?!” bentak Bram dengan mata melotot. “Iblis itu harus mati, Bang!!” sarkasnya penuh kebencian. Suara tembakan menggema di ruangan beberapa warga mengintip dari rumah mereka masing-masing dan salah satu tetangga Kayla melaporkan hal tersebut ke polisi. Semua kaca hancur berhamburan karna tembakkan dan jasad tergeletak di mana-mana, tak ada yang menjamin hidup atau pun keselamatan mereka. Kehancuran yang sesungguhnya kini telah di mulai. “Hai....” Pekik Indra seraya melepaskan tembakkan ke udara. “Buang semua senjata kalian ata
Terdengar suara tawa yang sangat familier di telinga mereka, beberapa pasang mata menatap serius seseorang yang mengenakan topeng yang saat ini sedang duduk santai di sofa. Tiba-tiba tawanya terhenti dan tatapan dinginnya membuatnya semakin terlihat sangat kejam.“Apa yang kau pikirkan Rey?” tanya Kayla yang kini tersenyum masam di hadapan Rey.Rey masih menatap serius pria tersebut, perlahan dia melangkahkan kakinya mendekat lemari kaca yang di penuhi darah.“Apa kau masih tidak mengenali si bangsat, itu?” tanya Kayla geram.Dengan ragu Rey menjawab pertanyaan Kayla. “I-indra...,"Setelah mendengar ucapan Rey, Kayla menyelinap masuk ke sebuah kamar dan pergerakan Kayla di ikuti oleh Rey yang berjalan di belakangnya.“Kenapa kau mengikutiku?” tanya Kayla dengan mata mendelik.“Aku perlu mendengar penjelasanmu,” kata Rey lirih.
“Pekerjaan kita belum selesai Kawan! Biang kerok di balik masalah ini belum diketahui!!” tegas Kayla sembari tangannya meraih alat bor di dinding.“Apa maksudmu, Kay?” tanya Bram dengan tatapan penuh.Kayla berjalan di hadapan semua orang, dia mengelus-elus alat bor yang ia bawa dengan tersenyum jahat, semua orang yang berada dalam ruangan sangat tak nyaman dengan sikap Kayla yang terbilang sangat aneh.“Kau mau tahu? Siapa mata-mata baru yang melaporkan pergerakan kita terakhir kali? Sehingga membuat kedua orang tuaku meninggal dan mendesak Ibu menjadi kambing hitam dari segala kekacauan ini dan hal itu untuk mengalihkan niatku dari awal!” pungkas Kayla dengan amarah yang sangat berkobar-kobar.“Kakak lagi bicara apa? Tasya enggak mengerti maksud ucapan Kakak...,” ujar Tasya dengan mata yang berkaca-kaca.“Kau sekarang harus lebih kuat Sya! Dan pahami keadaan saat
Tasya melirik Bram yang masih bengong dan gadis itu mengguncang tubuh Pria yang duduk di sebelahnya dan melontarkan pertanyaan.“Apa yang kau pikirkan, Bram? Apa kau mendengar perkataanku tadi?” kata Tasya pelan.“Aku mendengarnya dengan cukup jelas!” sahut Bram.“Lalu kenapa kau tak segera menjawabnya?” Tasya beranjak dari tempat duduknya.“Ini semua sudah menjadi jalan takdir kalian berdua, berusahalah menjadi gadis yang tangguh! Sedikit mengertilah dengan situasi ini, tak semua yang kau lihat itu benar,” Bram memaparkan segalanya dengan suara yang lembut nan mendayu.“Apa mungkin aku bisa? Hatiku sakit tanpa alasan Bram.” Tasya mengelus dadanya dan air mata perlahan menetes.“Yakinlah pada dirimu sendiri! Jangan mengekang hati dan pikiranmu,” Bram menyekat air mata Tasya.Pemuda manis tersebut memeluk Tasya dan tanganny