/ Thriller / The Deepest Emotions / Chapter I - Penculikan

공유

Chapter I - Penculikan

작가: D. Maulana
last update 최신 업데이트: 2022-02-24 08:40:53

Noah merasakan dirinya sedang diikuti segerombolan orang. Dan benar saja, sekelompok pria berjas yang mengenakan topeng putih tanpa mimik wajah terlihat sedang menuju ke arah Noah.

“Apa – apaan orang itu! Apakah mereka sedang ikut lomba Cosplay dan kalah? Lalu kenapa aku yang mereka kejar?”

Noah sempat menggerutu sembari menjauh dari gerombolan pria tersebut. Namun, tiba-tiba percobaan melarikan diri Noah terhenti karena dia kini didekap oleh pria bertopeng lain yang mengejar dari arah lain.

“Hei. Kenapa kalian melakukan ini? Apalagi salahku, sialan?”

Kemudian, Noah dilempar masuk ke dalam bagasi belakang mobil dengan keadaan tangan serta kaki diikat erat, dan dibawa entah kemana. Setelah sejam lamanya berada di dalam mobil, Noah mencoba melihat keadaan sekitar. Sekilas Noah melihat sebuah papan nama toko yang bertuliskan Papratno, sebuah Desa yang masih terletak di Kota Madya Kakanj. Noah masih merasa kebingungan sekaligus sedikit lega mengetahui Dia tidak dibawa terlalu jauh.

“Hei. Kau pikir anak ini akan mampu menahan obat dari profesor? Bukankah beliau menyuruh kita untuk mencari tikus percobaan yang lebih baik kali ini?”

Dua orang pria berjas sedang berbincang-bincang mengenai hal yang tidak lazim seperti obat dan tikus percobaan. Noah semakin bingung dengan perbincangan tersebut dan lebih memilih untuk menyimak lebih jauh.

“Tenanglah, anak ini sudah diincar oleh bos pengawas. Jadi tidak mungkin kita salah memilih, apa kau meragukan bos kita hah?”

“Bukan begitu bangsat. Aku hanya tidak ingin kita dihajar lagi oleh bos. Kau pikir sudah berapa kali kita gagal mencari tikus percobaan profesor selama ini?”

Tidak lama berselang, perdebatan mereka berhenti serentak berkurangnya kecepatan mobil yang mereka kendarai. Akhirnya mereka berhenti di sebuah pabrik kumuh antah berantah.

Noah pun diangkut oleh salah satu dari mereka dan dibawa ke dalam pabrik tersebut. Tikus berlarian kesana kemari seolah mewaspadai kedatangan gerombolan pria bertopeng bersama dengan Noah. Air menetes keluar dari pipa yang sudah usang dan berlumut. Suara yang paling nyaring terdengar di telinga Noah hanyalah suara derap langkah pria bertopeng yang serentak berirama dan tidak berantakan bagaikan pasukan baris berbaris.

Mereka pun tiba di sebuah ruangan seperti laboratorium yang tidak layak pakai namun masih berfungsi, dengan nyala lampu yang hampir padam seolah mereka sedang berada di pesta topeng remang-remang. Kedatangan mereka disambut oleh seorang pria tua bungkuk yang mengenakan jas laboratorium yang sama usangnya dengan laboratorium itu.

“Sepertinya tidak perlu berjam-jam untuk membawa anak ini. Apa yang kalian lakukan?”

“Maaf atas kelalaian kami Profesor.”

Suara mereka bergema di seluruh penjuru ruangan. Hanya Noah yang masih terdiam kaku dan ketakutan di pundak salah seorang pria bertopeng tersebut. Pria tua yang disebut Profesor itupun langsung menghampiri Noah dan tersenyum.

“Akhirnya kita menemukannya. Tidak sia-sia aku meminta Tuan Chris untuk mengurus hal ini.”

Pria berjas yang membawa Noah tadi langsung meletakkan Noah diatas sebuah ranjang dan melepas ikatan di tangan, kaki, dan mulutnya.

“Apa yang mau kalian lakukan padaku? Apa salahku? Kenapa tidak pernah sama sekali hariku berjalan tanpa masalah?”

Air mata mengalir di pelupuk matanya sambil meracau dan memohon kepada profesor itu agar segera dilepaskan. Dia hanya berpikir ingin hidup dan hidupnya berjalan dengan tenang. Beberapa detik kemudian, profesor itu langsung mengelus rambut Noah dan memberikan senyuman kecil yang tampak tulus.

“Aku akan membebaskanmu dari penderitaan ini, Noah. Aku telah berjanji kepada seseorang dan janji itu akan kutepati saat ini juga karena kupikir waktuku sudah tidak akan lama lagi. Jadi kumohon tenanglah untuk sesaat.”

TSSIP!

Seketika pandangan Noah mulai kabur dan tenaganya seakan lenyap. Dia sempat melihat sekilas seorang pria bertopeng memberikan suntikan penenang di leher Noah. Kalau dihitung sudah dua kali Noah dibuat tidak sadarkan diri hari ini.

***

Noah terbaring di sebuah padang rumput yang sangat luas dan datar seolah tidak memiliki gunung dan lembah. Sambil menatap langit, Noah dikagetkan dengan suara pria yang sangat familiar di telinganya.

“Hei. Apa kau tidak rindu padaku, Nak?”

“Ayah?”

Air mata Noah mengalir, tak kuasa menahan rindu yang selama 9 tahun Dia rasakan sejak kepergian Ayahnya. Sejenak suasana menjadi haru walaupun saat itu hanya mereka berdua yang berada disana. Noah yang selama 9 tahun kehilangan senyuman di bibirnya, kini menampakkan cengiran lebar kepada Ayahnya. Dia sadar bahwa ini tidak nyata, namun siapapun takkan melewatkan kesempatan sebahagia ini dalam hidupnya.

“Kau tahu Ayah, apakah seperti ini rasanya mengalami lucid dream?”

“Siapa yang tahu. Karena itu pengalaman masing-masing orang. Hanya kaulah yang dapat menilai itu.”

Perbincangan mereka semakin terasa ramah dan akrab. Noah mencoba sebisa mungkin memanfaatkan waktu yang tidak nyata ini. Dia sadar kalau efek obat itu tidak akan lama. Kalaupun lama, itu berarti dirinya memang sudah mati. Apa boleh buat.

Di padang rumput itu mereka berjalan berdua, mencoba menanyakan mempertanyakan keadaan masing-masing. Sesekali mereka tertawa dengan beberapa cerita yang mereka anggap lucu, karena memang ayah dan anak ini memiliki selera humor yang sama.

“Ayah. Apa nanti Ayah akan meninggalkanku lagi? Apakah aku bisa disini lebih lama lagi?”

“Tidak, nak. Ayah akan selalu bersamamu selamanya. Dimana? Di sini. Kuharap kau selalu kuat dan tegar karena hidup memang penuh dengan tantangan. Tapi ingatlah, Ayah disini akan selalu menemanimu sampai kapanpun.”

Seketika, suasana akrab tadi kembali menjadi haru. Air mata kini mulai membasahi pipi Noah yang melihat jari telunjuk ayahnya yang menyentuh dada kirinya. Saat itu pula, cuaca padang rumput yang semula cerah sekejap berubah menjadi gelap gulita. Begitu Noah berkedip, ayahnya sudah tidak ada di hadapannya lagi.

Terdengar suara petir yang menggelegar di dalam Lucid Dream milik Noah dan disusul dengan suara berdenging yang memekakkan telinga. Noah mulai membuka matanya dan setelah sadar, dia malah dibuat kaget lagi oleh sesuatu yang tidak dapat dijelaskan.

“Apa yang terjadi di sini? Ada apa dengan orang – orang ini?”

Noah dibuat kaget karena mendapati orang-orang disekitarnya tergeletak tidak bernyawa dan bermandikan darah. Pria bertopeng barusan yang bahkan tampak akan selalu bergeming walaupun dihantam oleh sepeda motor, kini terbaring tidak bernyawa dengan luka tusukan parah di bagian perut.

Noah hanya terdiam dan menggigil ketakutan, seolah tertusuk oleh dingin malam dan kejadian luar biasa yang dialaminya. Noah pun memberanikan diri untuk bergerak dan berjalan keluar pabrik sesegera mungkin.

Namun, tidak lama kemudian terdengar suara rintihan di sudut ruangan dekat dengan sebuah meja kerja. Ternyata itu adalah profesor yang sedang bersimbah darah dan merintih. Noah berhenti karena namanya disebut. Profesor itu menyampaikan sesuatu yang singkat, padat, namun tidak jelas kepada Noah.

“Noah, ingatlah. Kini kau telah dikaruniai sebuah kekuatan. Tapi kekuatan itu belum sepenuhnya sempurna. Jadi, jagalah emosimu yang....“

Pada akhirnya profesor itu menghembuskan nafas terakhirnya saat itu. Noah semakin bingung dan takut. Dia akhirnya mengucap belasungkawa dan secepat mungkin melarikan diri dari tempat aneh tersebut.

Malam itu menunjukkan pukul sepuluh, dan Noah telah sampai dirumah dengan selamat. Bukannya mengkhawatirkan dirinya sendiri, dia justru takut ibunya mengkhawatirkan dirinya.

Namun kekhawatiran itu sirna setelah melihat ibunya kini tertidur lelap di kamar. Noah segera membersihkan diri dan mencoba merahasiakan hal yang menimpanya dari ibunya. Malam hari ini walaupun pelan tapi pasti telah berganti menjadi fajar keesokan harinya. Noah berusaha bersikap biasa saja tanpa menimbulkan kecurigaan bagi ibunya.

“Ibu. Aku berangkat ke kampus dulu.”

“Hei, Noah. Jangan pulang terlalu lama! Ibu akan masak enak nanti.”

“Baiklah.”

Noah berjalan dengan cepat menuju kampus. Baru 5 menit perjalanan, dia sudah dihampiri oleh wanita yang kemarin menolongnya. Noah teringat dia sempat memperkenalkan diri, namun dia tidak kenal siapa wanita itu.

“Hai. Kita bertemu lagi ya. Sepertinya ini takdir yang kurang menguntungkan untukmu.”

Wanita itu tertawa kecil melihat Noah yang hanya memandang ke depan.

“Namamu....“

Wanita itu sedikit kebingungan dengan perkataan Noah yang kurang jelas.

“Siapa namamu? Kemarin aku sudah memperkenalkan diriku, padahal kau kenal aku. Tapi kau sendiri tidak memperkenalkan dirimu.”

Noah sedikit meninggikan suaranya karena kesal. Wanita itupun tersenyum.

“Vilma. Namaku Vilma Hondress.”

Ah. Noah seketika lemas dan mengernyitkan dahi. Di mulai merasakan De Javu kemarin seperti akan terjadi hari ini juga. Vilma adalah wanita yang dinyatakan perasaannya oleh Besim, dan kini wanita itu ada di dekat Noah. Sepertinya kesialan ini akan dialami oleh Noah hingga hari kematiannya.

“Hei, bangs*t!”

Noah menghela nafas dan, perlahan berbalik arah ke sumber suara.

***

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • The Deepest Emotions   Chapter XL - Pengkhianatan (2)

    Perawat mengambil beberapa botol kosong di atas meja pasien yang semuanya merupakan prajurit perang atau pengintaian, kecuali Noah. Dilihatnya botol kaca berwarna cokelat itu tampak seperti botol minuman keras yang dijual di toko swalayan.“Kelompok yang membuatmu koma waktu itu ... datang ke tempat ini,” bisik Noah.“Yaa ... aku sudah tahu itu. Jangan kau bicarakan lagi di depanku, lukamu saja masih belum sepenuhnya sembuh karena obat itu.”Noah berdehem, dia tidak akan menyangka kalau perkataan Mr. A itu benar. Ternyata doktrin yang dibuatnya di Reddit saat itu tidak asal-asalan. Namun jujur saja, orang itu memang menyebalkan jika ditemui secara langsung.Borris dan Morrey dengan langkah lantang di ruangan itu menghampiri Noah. Wajah keduanya tampak serius—dan tidak ada keraguan sama sekali—kemudian disusul oleh Mr. A yang Noah lihat dari postur dadanya pasti sedang serius. Tidak, dengan suasana seperti itu tidak mungkin Mr. A akan bercanda.“Kami berniat untuk melakukan investigasi

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIX - Pengkhianatan

    “Dialah alasan kita untuk menjadi kadet berpengalaman di organisasi militer federasi.”“Crvena Kapa?” tanya Andi tertegun melihat wajah serius Noah. Bercak darah Noah di lengannya telah mengering, begitu juga dengan bibirnya akibat angin dingin malam itu. Tepat ketika bulan menampakkan wujudnya di balik awan gelap yang sempat menjadi penghambat Andi saat ingin membersihkan luka Noah yang kotor oleh tanah.“Orang itu sudah hilang entah ke mana. Bahkan jejak darahnya sudah tidak ada lagi. seperti itukah pembunuh profesional menghilangkan jejaknya?”Noah terdiam mendengar Andi yang mengoceh sendirian. Dilihatnya luka sabetan belati dan senjata api di lengan dan kakinya. Andi berdiri di depan mayat kadet berkacamata itu, kemudian menunduk sesaat. “Cepat kita bawa ke markas. Lebih baik sembunyi-sembunyi,” ucap Andi pelan dan hampir tidak bisa didengar Noah.Mayat yang sudah terbujur kaku itu diangkat dengan sembarang oleh mereka berdua, kemudian mengambil jalan terjauh untuk menghindari te

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVIII - Pertarungan Sengit

    Ketika itu, malam sudah tidak lagi sunyi. Suara berisik semak dan dedaunan yang terinjak-injak—bukan, suara ringisan dua manusia yang sedang bertarung itu mengisi kesunyian malam, walaupun tidak sampai terdengar di tenda tim cokelat.Noah melancarkan serangan bertubi-tubi, selagi lawannya terdesak karena bertahan sambil memegang pistol. Lebih baik seperti itu, daripada membiarkan pria itu menodongkan pistol sekali lagi ke wajahnya.Semakin lama dia melayangkan tinju, tapi seolah Noah yang semakin terpojok. Semula dirinya mengejar pria itu dan menyerangnya, bahkan sekarang hormatnya sudah hilang karena mereka seenaknya menginjak jasad kadet berkacamata itu dengan terpaksa.“Lumayan. Tidak kusangka federasi bakal menciptakan generasi yang hebat sepertimu,” tuturnya santai sambil menangkis tinjuan Noah yang tidak sedikit pun mengenai badan pria misterius itu.Noah menggigit bibir, kemudian meningkatkan kecepatan serangannya. Kini seperti ada pertandingan tinju dunia, bahkan jika diperton

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVII - Pria Tidak Dikenal (2)

    Pemuda itu melihat sepasang mata yang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Bola matanya memantulkan cahaya api seolah-olah ada dua kloningan api. Dia sadar sudah salah bicara, tapi ketika mendengar sesuatu yang sepertinya familiar, otaknya langsung berfungsi dengan baik.“Di mana kau melihatnya?” tanya Noah masih dalam posisi setengah duduk. Dinginnya angin tidak bisa membuat dirinya diam beberapa saat—sangat menusuk tulang. “Sebelah barat, tidak terlalu jauh dari tenda kita, karena aku dan Elliot juga hanya mengumpulkan kayu bakar di sekitar tempat itu dan kembali,” jelas Davud.Ia mengungkapkan kalau pria itu juga muncul di tempat yang sama ketika Noah melihatnya, entah kenapa dia hanya berkeliaran di sana. “Aku akan pergi sebentar,” tegas Noah langsung bergerak dari posisinya. Tidak sampai lima detik dia sudah berada di luar gua, meninggalkan Davud yang masih setengah sadar. Dilihatnya rembulan masih tepat di atas kepala, putih bersih seolah kabut pun tak ingin menutup keindaha

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVI - Pria Tidak Dikenal

    Tali biru yang melingkari tangan Davud tampak begitu mengering karena berada dekat dengan api. Sekelompok kadet yang duduk dan yang sebagian lagi bersimpuh menghadap ke arah Noah yang berdiri kaku di dekat dinding gua.“Tim oranye sudah bergerak. Kita harus bertindak dan tetap waspada dengan sergapan mereka.”“Kau sudah mengatakan itu berulang kali sejak dari luar tenda,” gerutu Davud yang mengernyit heran ke arahnya. Kanvas tenda di luar sana kejatuhan oleh tetesan air dari pepohonan tinggi tepat di sebelahnya. Matthew sengaja berdiri di dekat tenda—mengawasi setiap pergerakan di sekitar.“Saat ini tim biru sudah disergap oleh tim oranye. Mereka juga tahu kalau tim biru membuat markas di atas pohon.”Noah kemudian terdiam di depan belasan pasang mata yang memperhatikannya berdiri. Hanya terdapat sedikit fakta dari kejadian tadi sore. Saat ini belum terbesit strategi apa-apa di kepalanya, hanya ada lelah yang menyerangnya sekarang.“Apa ada bagusnya jika kita tidak terlalu fokus menye

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXV - Sergapan Tiba-Tiba

    Noah menahan napasnya yang sempat tidak teratur setelah memanjat pohon besar itu seorang diri. tangannya ia usap dengan pakaian di tubuhnya dan tetap menatap kedua kadet di depannya. Tim biru yang barusan menggugurkan Vior dan dua orang lainnya itu ternyata tinggal di atas pohon. Berarti ada sekitar lima pohon lain yang mereka tempati tersebar di hutan seluas ini. “Jangan bergerak sedikit pun. Kita biarkan mereka bergerak sampai sejauh mana. Pantau dari jauh.” Davud melangkah lebih jauh, mendahului rekan-rekannya yang bertahan di balik semak besar. Selang beberapa menit saja, kedua kadet tim biru itu didatangi rekan mereka yang lain: jumlahnya tiga orang. Mereka membawa seutas tali baru yang dipikul salah satu kadet berkacamata. “Tinggalkan saja! Pindah ke pohon yang satu lagi,” tegur kadet berkacamata itu sambil menunjuk sebatang pohon lain di sebelah barat. “Tapi—“ “Kau tidak lihat sisa tali di atas itu? Bekas potongan seperti itu pasti ulah seseorang, dasar bodoh!” bentaknya se

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status