Dengan kasarnya, orang itu menarik dan melempar tubuh Noah ke aspal. Orang itu adalah Besim yang sedang bersama 3 orang pengikut setianya.
“Halo bung. Tampaknya kau sedang senang hari ini.”
Nada meremehkan khas preman itu tidak digubris oleh Noah. Dia hanya diam dan segera bangun dari posisi duduknya.
“Kau mengabaikanku ya? Lihatlah kali ini kau akan kuhabisi. Cepat ikut!”
Besim kembali menarik kerah baju Noah dengan kasar dan membawa dia ke gang kosong di samping supermarket. Besim membuang kantung plastik yang digenggam oleh Noah dan kemudian membuka jaketnya.
“Lawan aku. Kita lakukan duel yang adil dan tenang saja soal anak buahku.”
Noah langsung mengetahui tujuan Besim mengajak duel adalah tidak ingin malu kalau dia sudah dilempar dengan enteng oleh dirinya kemarin. Besim tentu tidak akan memberikan perlawanan sepihak setelah terjadi hal memalukan yang menimpa dirinya.
Besim bersiap – siap melayangkan pukulan. Noah pun mencoba melindungi wajahnya menggunakan kedua tangannya. Tinjuan itu memang tampak mengarah ke wajah sesuai dengan prediksi Noah.
BUAAGH!!
Noah merasakan sakit luar biasa di bagian perutnya. Ternyata Besim melayangkan pukulan tipuan yang membuat Noah melindungi daerah wajahnya, kemudian dengan cepat kaki kanannya menendang ulu hati Noah dan membuat Noah terlempar ke belakang.
“Ha ha. Kau pikir aku sebodoh itu melayangkan tinjuan yang sangat mudah ditangkis hah? Cepatlah berdiri, akan kuhabisi kau sekarang juga.”
Noah masih terbaring kesakitan di atas aspal. Tubuhnya lecet karena berguling – guling di atas aspal yang sangat kasar.
Besim lalu menghapiri Noah yang terkapar, kemudian menarik bajunya sehingga posisi Noah kini setengah duduk. Dia pun meninju wajah Noah bertubi – tubi seraya mengoceh. Noah menahan tinjuan itu dengan kedua tangannya, namun percuma karena tangan lemah itu tidak bertahan lama.
“Ha ha. Ada apa dengamu Noah? Mana kekuatanmu waktu itu, apakah hanya kebetulan saja hah? Cepat pukul aku sekali saja.”
Noah semakin dibuat tidak berdaya oleh Besim dengan tinjuannya yang keras dan beruntun itu. Besim mengambil ancang – ancang, kemudian melayangkan pukulan yang amat sangat keras kearah wajah Noah hingga lebam dan berdarah.
“Mungkin waktu itu hanya kebetulan saja. Tidak mungkin anak lemah sepertimu bisa berkelahi. Kau hanya dididik oleh ibumu yang sama – sama lemah, dan ayahmu? Bahkan kau tidak ada ayah.”
Mata Noah sesaat tertutup kemudian terbuka kembali menatap Besim dengan sorotan yang tajam. Matanya memerah, seluruh tubuhnya menjadi panas sekali dan jantungnya berdegup dengan cepat. Besim sempat terkejut dengan tatapan mata Noah yang mengarah padanya. Urat di seluruh tubuhnya menonjol keluar.
Besim kembali menonjok wajah Noah, namun mata Noah tetap menyorot ke arah Besim. Sekitar belasan tonjokan yang dilayangkan oleh Besim, namun tidak membuat Noah berkedip sekalipun seolah dia tidak merasakan sakit sama sekali. Begitu melayangkan pukulan terakhir, sesaat suasana di gang sempit itu menjadi sunyi. Itu karena pukulan terakhir Besim berhasil ditahan oleh Noah yang sedang dalam puncak amarahnya.
“Hei sialan. Kenapa kau menatapku seperti itu? Cepat lepaskan tanganmu dariku, kita lakukan duel yang adil!”
“Adil katamu?”
Noah menarik tangan Besim dan melepas cengkeraman tangan Besim dari pakaiannya. Begitu wajah Besim dirasa berada dalam jangkauannya, Noah langsung melayangkan tinjuan keras tepat di hidung preman berbadan besar itu.
Besim yang tidak siap menerima pukulan itu langsung terpental ke belakang dan terjatuh di atas aspal yang keras. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa terdiam karena kaget. Besim lalu berdiri dan membersihkan hidungnya yang berdarah karena tonjokan keras itu.
Noah beranjak dari posisi duduknya sambil diam. Sorotan mata yang sebelumnya tajam, kini menjadi sayu dan dingin seolah sedang halusinasi.
“Sialaaan!! Kau berani memukulku dasar pecundang.”
Besim berlari ke arah Noah yang hanya berdiri diam. Selagi berlari, dia bersiap melayangkan pukulan kepada Noah yang dalam posisi tidak terlindungi. Namun, belum sampai pukulan itu mendarat ke wajah Noah, tiba – tiba langkahnya terhenti dan Besim memuntahkan air liurnya seraya meringis kesakitan. Ternyata Noah yang sedari tadi diam melakukan tendangan mengarah ke perut Besim.
Noah dengan wajah yang babak belur itu, mampu membalikkan keadaan. Ketiga anak buah Besim yang tidak terima dengan keadaan bosnya, melakukan serangan secara bersamaan.
Tinjuan dan tendangan bertubi – tubi mendarat di tubuh Noah. Namun Noah tetap diam tak berkutik, dia justru bergumam seraya menatap kembali seorang Besim yang sedang terduduk di depannya.
Puluhan tinju yang dilayangkan oleh anak buah Besim menyebabkan banyak luka lebam dan berdarah di seluruh tubuh Noah. Namun, Noah masih tetap bergeming sampai – sampai mereka kehabisan tenaga untuk terus memukuli Noah.
Setelah beberapa menit, pukulan mereka bertiga menjadi melemah karena sudah kelelahan. Noah dengan santainya, menarik rambut dua orang dari mereka kemudian menghantam wajah masing – masing dari mereka mengenai tembok yang ada di belakang dirinya.
Akhirnya dua orang itu terkapar tidak sadarkan dengan wajah berdarah dan tidak karuan karena hantaman keras itu, Besim dan satu orang anak buahnya sangat tidak menyangka Noah bisa sangat sekuat dan sekejam itu. Begitu anak buah terakhir itu mencoba menyerang balik Noah, Besim dengan sigap menahannya.
“Jangan lakukan kalau kau tidak ingin mati. Percuma saja memukulinya, dia tidak lagi bisa merasakan sakit. Dia sudah berubah menjadi monster.”
Noah pun berjalan menghampiri Besim yang bahkan ingin berdiri saja sangat sulit.
“Kau belum pernah merasakan kehilangan. Sesuatu yang sangat berharga, bahkan tidak ternilai, tanpa rasa bersalah sudah kau usik... Aku harap kita tidak bertemu lagi setelah ini.”
Kemudian Noah mengambil kantung belanja miliknya lalu pergi meninggalkan Besim dan anak buahnya. Dia pergi ke toilet untuk membersihkan diri dan bergegas pulang kerumah.
Di perjalanan pulang, terdapat kepulan asap yang cukup besar terlihat di arah rumah Noah. Tidak lama kemudian, terdengar suara sirine enam buah mobil pemadam kebakaran sedang menuju ke arah kepulan asap tersebut, dan disusul satu buah mobil ambulance. Karena penasaran, Noah berlari kecil menuju letak kepulan asap itu. Begitu mendekati sumber asap tersebut, Noah berdiri kaku dan tidak berkata – kata. Kantung belanja yang dipegangnya terlepas karena lemas. Enam mobil pemadam barusan sedang memadamkan api yang melahap habis rumah Noah.
Noah langsung bergegas pergi ke arah rumahnya yang kini sudah hitam dan tidak berbentuk lagi karena dilahap si jago merah. Tidak hanya sampai disitu, masalah lain terus berdatangan kepada Noah yang kini mentalnya sudah jatuh.
Ponsel yang berada di tangan Noah tiba – tiba berdering dan tampak ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Begitu Noah jawab panggilan tersebut, rupanya pihak rumah sakit menelepon Noah, memberi kabar bahwa ibunya sedang dalam perawatan intensif di rumah sakit. Noah yang sudah tidak kuat lagi menahan emosi, mulai menangis sesegukan sambil berlari menuju rumah sakit.
“SAMPAI KAPAN AKU AKAN TERUS SEPERTI INI? KENAPA AKU TERLAHIR SIAL?!!”
Noah berteriak, berusaha melapiaskan emosinya yang campur aduk akibat rentetan tragedi yang menimpanya dalam 3 hari ini. Begitu sampai di rumah sakit, dia langsung menuju ke ruang ICCU, dan melalui pembatas kaca dia melihat ibunya yang terbaring lemas di atas ranjang sembari dokter melakukan perawatan terhadap ibunya.
***
Malam pun tiba, kini Noah dan ibunya berada di suatu kamar di rumah sakit. Penanganan darurat ibunya berlangsung selama tiga jam dan sempat kritis sehingga harus dilakukan defibrilasi. Ibunya diketahui mengalami shock berat karena mengetahui informasi tentang kebakaran itu dan terkena serangan jantung sampai membuatnya koma. Sampai saat ini, ibunya yang terbaring di ranjang itu masih sedang dalam kondisi koma, dan masih belum diketahui kapan beliau akan sadarkan diri.
Noah tertunduk lesu di samping ibunya yang tidak sadarkan diri itu. Air mata terus mengalir di tulang pipinya, masih tidak terima dengan keadaannya ini, sampai harus melibatkan satu – satunya orang yang dia sayangi.
Malam itu menunjukkan pukul sebelas malam. Noah menerima panggilan dari seorang penyidik dari kepolisian yang ingin berbicara tentang peristiwa kebakaran sebelumnya. Penyidik itu mengatakan tidak ada tanda – tanda kebocoran gas ataupun konsletnya aliran listrik yang menyebabkan terjadinya kebakaran sebesar itu. Namun saat diselidiki lebih lanjut, terdapat sisa senyawa aseton yang diketahui berasal dari cairan pembersih kuku terdapat di seluruh bagian rumah yang sifatnya mudah terbakar seperti kayu yang lapuk, dan tirai jendela sehingga dapat disimpulkan, bahwa kasus kebakaran tersebut disebabkan oleh perlakuan seseorang atau komplotan atas dasar kesengajaan.
Noah sangat kaget begitu mendengar seseorang mencoba untuk membakar rumah mereka. Apakah ada seseorang yang memiliki dendam kepada ibunya di tempat kerja? Banyak hal yang tidak dia ketahui tentang keadaan ibunya saat bekerja di pabrik.
Namun beberapa saat kemudian, Noah teringat suatu hal. Itu adalah USB Drive yang dia ambil di dalam pabrik terbengkalai itu. Dia penasaran ketika ketahuan oleh dua pria misterius itu, kenapa justru membiarkan Noah dan Vilma melarikan diri?
Noah memandangi benda kecil itu sembari memikirkan penyebab kebakaran rumahnya. Namun, di sudut mata Noah, sekilas tampak seorang pria yang sedang berdiri memperhatikan dirinya dari ujung lorong rumah sakit. Pria itu berjalan perlahan ke arah Noah yang seraya menoleh ke arahnya.
“Benar, penyebab kebakaran yang terjadi di rumahmu adalah barang kecil yang sedang kau pegang itu.”
Pria yang hanya terlihat siluetnya saja itupun langsung muncul dari bayang – bayang yang menutupi wajahnya. Ternyata dia adalah pria kurus berjas dan bertopi yang berada di pabrik terbengkalai kemarin.
Pria itu dengan santai menghampiri Noah yang tampak sangat waspada dan melepaskan topi yang ada di kepalanya.
***
Perawat mengambil beberapa botol kosong di atas meja pasien yang semuanya merupakan prajurit perang atau pengintaian, kecuali Noah. Dilihatnya botol kaca berwarna cokelat itu tampak seperti botol minuman keras yang dijual di toko swalayan.“Kelompok yang membuatmu koma waktu itu ... datang ke tempat ini,” bisik Noah.“Yaa ... aku sudah tahu itu. Jangan kau bicarakan lagi di depanku, lukamu saja masih belum sepenuhnya sembuh karena obat itu.”Noah berdehem, dia tidak akan menyangka kalau perkataan Mr. A itu benar. Ternyata doktrin yang dibuatnya di Reddit saat itu tidak asal-asalan. Namun jujur saja, orang itu memang menyebalkan jika ditemui secara langsung.Borris dan Morrey dengan langkah lantang di ruangan itu menghampiri Noah. Wajah keduanya tampak serius—dan tidak ada keraguan sama sekali—kemudian disusul oleh Mr. A yang Noah lihat dari postur dadanya pasti sedang serius. Tidak, dengan suasana seperti itu tidak mungkin Mr. A akan bercanda.“Kami berniat untuk melakukan investigasi
“Dialah alasan kita untuk menjadi kadet berpengalaman di organisasi militer federasi.”“Crvena Kapa?” tanya Andi tertegun melihat wajah serius Noah. Bercak darah Noah di lengannya telah mengering, begitu juga dengan bibirnya akibat angin dingin malam itu. Tepat ketika bulan menampakkan wujudnya di balik awan gelap yang sempat menjadi penghambat Andi saat ingin membersihkan luka Noah yang kotor oleh tanah.“Orang itu sudah hilang entah ke mana. Bahkan jejak darahnya sudah tidak ada lagi. seperti itukah pembunuh profesional menghilangkan jejaknya?”Noah terdiam mendengar Andi yang mengoceh sendirian. Dilihatnya luka sabetan belati dan senjata api di lengan dan kakinya. Andi berdiri di depan mayat kadet berkacamata itu, kemudian menunduk sesaat. “Cepat kita bawa ke markas. Lebih baik sembunyi-sembunyi,” ucap Andi pelan dan hampir tidak bisa didengar Noah.Mayat yang sudah terbujur kaku itu diangkat dengan sembarang oleh mereka berdua, kemudian mengambil jalan terjauh untuk menghindari te
Ketika itu, malam sudah tidak lagi sunyi. Suara berisik semak dan dedaunan yang terinjak-injak—bukan, suara ringisan dua manusia yang sedang bertarung itu mengisi kesunyian malam, walaupun tidak sampai terdengar di tenda tim cokelat.Noah melancarkan serangan bertubi-tubi, selagi lawannya terdesak karena bertahan sambil memegang pistol. Lebih baik seperti itu, daripada membiarkan pria itu menodongkan pistol sekali lagi ke wajahnya.Semakin lama dia melayangkan tinju, tapi seolah Noah yang semakin terpojok. Semula dirinya mengejar pria itu dan menyerangnya, bahkan sekarang hormatnya sudah hilang karena mereka seenaknya menginjak jasad kadet berkacamata itu dengan terpaksa.“Lumayan. Tidak kusangka federasi bakal menciptakan generasi yang hebat sepertimu,” tuturnya santai sambil menangkis tinjuan Noah yang tidak sedikit pun mengenai badan pria misterius itu.Noah menggigit bibir, kemudian meningkatkan kecepatan serangannya. Kini seperti ada pertandingan tinju dunia, bahkan jika diperton
Pemuda itu melihat sepasang mata yang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Bola matanya memantulkan cahaya api seolah-olah ada dua kloningan api. Dia sadar sudah salah bicara, tapi ketika mendengar sesuatu yang sepertinya familiar, otaknya langsung berfungsi dengan baik.“Di mana kau melihatnya?” tanya Noah masih dalam posisi setengah duduk. Dinginnya angin tidak bisa membuat dirinya diam beberapa saat—sangat menusuk tulang. “Sebelah barat, tidak terlalu jauh dari tenda kita, karena aku dan Elliot juga hanya mengumpulkan kayu bakar di sekitar tempat itu dan kembali,” jelas Davud.Ia mengungkapkan kalau pria itu juga muncul di tempat yang sama ketika Noah melihatnya, entah kenapa dia hanya berkeliaran di sana. “Aku akan pergi sebentar,” tegas Noah langsung bergerak dari posisinya. Tidak sampai lima detik dia sudah berada di luar gua, meninggalkan Davud yang masih setengah sadar. Dilihatnya rembulan masih tepat di atas kepala, putih bersih seolah kabut pun tak ingin menutup keindaha
Tali biru yang melingkari tangan Davud tampak begitu mengering karena berada dekat dengan api. Sekelompok kadet yang duduk dan yang sebagian lagi bersimpuh menghadap ke arah Noah yang berdiri kaku di dekat dinding gua.“Tim oranye sudah bergerak. Kita harus bertindak dan tetap waspada dengan sergapan mereka.”“Kau sudah mengatakan itu berulang kali sejak dari luar tenda,” gerutu Davud yang mengernyit heran ke arahnya. Kanvas tenda di luar sana kejatuhan oleh tetesan air dari pepohonan tinggi tepat di sebelahnya. Matthew sengaja berdiri di dekat tenda—mengawasi setiap pergerakan di sekitar.“Saat ini tim biru sudah disergap oleh tim oranye. Mereka juga tahu kalau tim biru membuat markas di atas pohon.”Noah kemudian terdiam di depan belasan pasang mata yang memperhatikannya berdiri. Hanya terdapat sedikit fakta dari kejadian tadi sore. Saat ini belum terbesit strategi apa-apa di kepalanya, hanya ada lelah yang menyerangnya sekarang.“Apa ada bagusnya jika kita tidak terlalu fokus menye
Noah menahan napasnya yang sempat tidak teratur setelah memanjat pohon besar itu seorang diri. tangannya ia usap dengan pakaian di tubuhnya dan tetap menatap kedua kadet di depannya. Tim biru yang barusan menggugurkan Vior dan dua orang lainnya itu ternyata tinggal di atas pohon. Berarti ada sekitar lima pohon lain yang mereka tempati tersebar di hutan seluas ini. “Jangan bergerak sedikit pun. Kita biarkan mereka bergerak sampai sejauh mana. Pantau dari jauh.” Davud melangkah lebih jauh, mendahului rekan-rekannya yang bertahan di balik semak besar. Selang beberapa menit saja, kedua kadet tim biru itu didatangi rekan mereka yang lain: jumlahnya tiga orang. Mereka membawa seutas tali baru yang dipikul salah satu kadet berkacamata. “Tinggalkan saja! Pindah ke pohon yang satu lagi,” tegur kadet berkacamata itu sambil menunjuk sebatang pohon lain di sebelah barat. “Tapi—“ “Kau tidak lihat sisa tali di atas itu? Bekas potongan seperti itu pasti ulah seseorang, dasar bodoh!” bentaknya se