"Cepat dimakan!" Ucap wanita dengan pakaian seksi. Ia melempar bungkusan nasi itu kearah Luna.
Lalu wanita itu keluar kembali dan mengunci pintu tersebut dari luar.Saat ini Luna berada disebuah ruangan kecil, tanpa jendela. Jalan keluar masuk hanya satu, yaitu pintu tadi yang dikunci oleh wanita seksi itu.
Luna mengambil bungkusan nasi tersebut, dengan lahap ia memakannya.Walau bagaimanapun ia tetap merasa lapar. Sejak kemarin ia memang belum sempat makan karena kesibukan kerjanya di cafe.Setelah selesai, ia hanya mencuci tangannya dengan air yang ada di botol yang diberikan oleh orang-orang tadi.
Entah kenapa, Luna harus mengalami ini. Nasibnya sial sekali. Pintu terbuka kembali, kini sosok pria tua dengan setelan jas lengkap masuk. Ia pegang pipi Luna dengan kencang."Hmm, cantik dan masih perawan. Kamu bakal menghasilkan uang lebih banyak malam ini. Barang bagus," ucap pria tersebut seraya menghempaskan pipi Luna dengan kasar.
"Kenapa kalian menculikku?" Luna berteriak pada pria tua itu.
"Tidak ada alasan khusus, hanya keberuntungan sedang berpihak padaku."
"Brengsek!" Luna akan menerjang tubuh pria tersebut, namun anak buahnya segera mendorong tubuh Luna dengan keras, sehingga Luna terjatuh dengan kencang.
"Suruh pelayan untuk menyiapkannya. Malam ini dia harus menghasilkan uang banyak," pria tersebut memerintah anak buahnya serta meninggalkan ruangan tersebut.
Akan dibawa kemana Luna?
Apa yang akan terjadi pada Luna hari ini?Ya Tuhan , tolong beri keajaiban untukku lepas dari sini.
Tak lama, beberapa pelayan wanita masuk dan menuntun Luna keluar dan menuju ruangan lainnya.
Terlihat disepanjang jalan, lorong rumah ini mewah sekali. Mungkinkah ini adalah rumah pria tua tadi?Setelah Luna memasuki kamar yang terlihat lebih mewah dan besar, penuh dengan peralatan mewah lainnya.
Pelayan tadi menuntun Luna ke kamar mandi dan membantu Luna untuk melepaskan bajunya."Biar saya sendiri saja!" Luna seketika menolak saat mereka membuka baju Luna.
"Maaf Nona, semua harus kami yang melakukannya. Nona diam saja," sahut pelayan satu.
"Tidak! Saya saja!" Luna masih bersikeras.
"Nona, tolong jangan membantah! Jika kami tidak merawat Nona, bukan hanya Nona saja yang akan dihukum nanti, kami juga akan dicambuk," sahut pelayan dua.
Akhirnya Luna pasrah. Jika mereka saja dicambuk, apa kabar dengan nasibnya? Yang bukan siapa-siapa ditempat ini.
Setelah memandikan dan menggosok tubuh Luna, para pelayan tersebut mulai mengeringkan rambut panjang Luna yang halus dan harum.
Saat ini Luna sedang duduk didepan meja rias. Para pelayan sedang melayaninya dengan baik bak seorang putri raja. Hanya saja, saat ini ia bukan seorang putri. Ia adalah aset yang akan dijual oleh pria tua tadi."Aku akan dibawa kemana?" Tanya Luna pada pelayan yang terlihat lebih senior, ia bernama Yuni.
"Nona akan dilelang oleh Tuan malam ini. Itu yang saya dengar. Maafkan saya Nona," Yuni tertunduk menjawabnya.
"Panggil saja Luna. Saya bukan Nona. Kenapa mereka menculikku Yuni?"
"Entahlah. Penculikan hanya pencarian acak saja. Mungkin ada kesempatan untuk menculik, makanya mereka melakukan itu," Jelasnya.
Ya, semalam Luna duduk sendirian di halte bus pada dini hari. Tentu saja itu adalah kesempatan mereka untuk melakukan penculikan.
Luna sangat menyesalinya."Semalam, mereka melakukan apa saja pada tubuhku?"
"Saat kamu tidak sadarkan diri, seperti biasa mereka akan melakukan pengecekan keperawanan. Tenang saja, itu dilakukan oleh dokter. Jika kamu seorang gadis, hargamu akan sangat tinggi."
"Lalu kalau sudah tidak gadis?"
"Mereka yang sudah tidak perawan, akan dijadikan pelacur di club malam milik Tuan. Dan tidak ada kebebasan disana," jelas Yuni.
Itulah pembicaraan tadi saat mereka sedang memandikan Luna. Kini Luna menatap diri di cermin, entah nasib buruk apa yang akan menimpanya malam ini?
Siapa yang akan membelinya?Kini Luna sudah didandani dan memakai gaun.
Ah bukan gaun, ini hanya sehelai kain tipis tembus pandang. Luna sangat risih dengan pakaian ini. Ini seperti tidak memakai pakaian.Rambutnya tergerai indah, make up dipoles sedemikian rupa. Saat ini ia seperti bukan melihat dirinya."Luna, kamu cantik sekali," puji Yuni.
"Tapi bernasib sial!" Luna muram melihat wajahnya di cermin.
"Semoga kamu nanti bisa lebih beruntung Luna. Saya hanya bisa mendoakan mu," Yuni berkata dengan tulus.
"Kamu juga Yuni. Terima kasih ya," Luna menatap Yuni lewat cermin dan Yuni hanya mengangguk disertai senyum tulus.
Lalu tiba-tiba pintu kamar terbuka. Muncullah si pria tua tadi. Dengan seringai yang mengerikan.
"Hmm, sempurna," Ia mendekati Luna dan meremas bokong sintal Luna.
Luna refleks mendorong tubuh pria tua itu.
"Jangan galak-galak sayang. Nanti tidak laku loh," Pria itu mencemooh.
Luna hanya menatapnya tajam, karena tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia sangat membenci pria didepannya ini. Jika saja putrinya yang mengalami hal ini, akan seperti apa reaksinya?
Ah, tunggu saja! Nanti Tuhan akan membalasnya.
“Cepat bawa dia ke mobil! Pakaikan selimutnya, jangan sampai kalian menatapnya terlalu lama. Bisa-bisa kalian yang khilaf!” Titah pria itu pada anak buahnya.
Luna di selimuti oleh selimut tipis berwarna putih untuk menutupi tubuhnya yang telanjang itu. Ia hanya memakai celana dalam sewarna dengan gaun tipis tembus pandang tersebut. Lalu ia ditarik dengan paksa oleh anak buah pria tersebut. Sebelum keluar dari kamar itu, Luna menoleh untuk terakhir kalinya melihat Yuni dan pelayan yang tadi mengurusnya. Ia tersenyum miris.
Entahlah, kapan lagi mereka akan bertemu?
Seandainya mereka bertemu kembali, Luna berharap pertemuan mereka pada saat yang baik.Setelah itu, Luna dimasukkan ke mobil dan kepalanya ditutupi tudung kain berwarna gelap.Ia tidak tahu akan dibawa kemana. Hatinya semakin cemas.Tuhan, tolong Luna.
Setengah jam kemudian mereka berhenti disuatu tempat. Luna ditarik keluar dari mobil dan berjalan dituntun dengan kasar, entah kemana.
Mereka berhenti, penutup kepala Luna lalu dibuka. Luna sedikit mengerjap, membiasakan cahaya lampu yang mengenai matanya. Ia melihat sebuah gedung mewah.Seperti hotel.
Ia melihat lift masih terbuka dan orang didalamnya, ia segera berlari saat pengawal yang membawanya lengah.
Secepat mungkin Luna berlari menuju lift, ketika sedikit lagi sampai, tangan Luna dicekal dari belakang."Tolong! Tolong saya Tuan, mereka menculik saya!" Luna berteriak meminta tolong pada pria didalam lift, namun sia-sia, pria itu sepertinya lebih takut pada pengawal yang menangkap Luna.
"Jangan macam-macam!" Pengawal tersebut menjambak dengan kencang rambut Luna. Ia meringis kesakitan dan ia tetap berontak.
Walau sakit, namun ia harus mencoba melarikan diri dari sini. Ini adalah kesempatannya.
Ia mencoba menendang tulang kering pengawal itu, namun pengawal lainnya berhasil menangkapnya."Ada apa ini?!" Pria tua tadi atau bos mereka datang.
"Ini bos, dia berusaha kabur. Dari tadi tidak bisa diam."
"Kasih dia pil itu," perintah bos mereka.
Luna dipaksa menelan dua butir pil, dengan berurai air mata Luna terpaksa menelannya. Ia tidak tahu kalau ia telah menelan pil ekstasi.
"Hapus air matanya! Bersihkan, jangan terlihat kacau begitu. Nanti dia tidak laku!" Bos mereka menghilang bersama pengawal yang lainnya.
Di tempat lain...."Vin, siapkan mobil sekarang juga. Aku mau ke hotel The Empress," perintah Abimana pada Vino, asisten pribadinya.Vino mengangguk dan segera mengeluarkan mobil dari garasi. Ia mengeluarkan Mercedes Benz kesayangan bos nya.Lalu Abimana terlihat keluar dari pintu depan mansion-nya dengan menggunakan tuxedo hitamnya. Sangat elegan, berkelas.Ya, Abimana memiliki aura berkuasa yang tidak bisa diabaikan. Tubuhnya yang tinggi, tegap, hidung mancung dengan wajah penuh dengan jambangnya, semakin terlihat manly. Kaum hawa tidak ada yang bisa menolak pesonanya.Vino segera membukakan pintu penumpang dibelakang untuk Abimana duduk. Lalu mereka pun segera menuju tujuan mereka malam ini. Abimana duduk tenang dibelakang sibuk dengan Ipad-nya.Akhirnya mereka sampai di lobby
Abimana segera menggendong gadis tersebut dan menuju kamar dilantai dua yang sudah disiapkan oleh pelayan.Gadis itu dibaringkan diranjang dengan perlahan. Abimana menatap bibir ranum gadisnya, sangat menggoda.Abimana melepas dasi kupu-kupunya dengan kasar. Ia tak tahan melihat tubuh polos gadis didepannya. Entah namanya siapa, namun wajahnya memang sangat cantik. Apalagi ketika ia tertidur seperti bayi sekarang ini.Sangat menggemaskan.Abimana mengecup bibir manis itu sekilas. Ia harus menahannya sampai besok. Ia ingin meniduri gadis ini saat ia sadar. Agar ia bisa mendengarkan gadis ini mendesah seraya menyebut namanya.Abimana menyeringai , lalu keluar dari kamar itu.Ia memanggil kembali pelayan."Maya, gantikan pakaian gadis itu dan sekalian tubuhnya dilap saja dengan air hangat," perintah Abimana.Maya, hanya mengangguk dan menunduk hormat. Den
Pukul 01.15 a.mLuna merasakan tubuhnya berat, ia melenguh. Namun ia tetap merasa ada yang aneh ditubuhnya, ia sentuh bagian pinggangnya namun ada tangan kekar berada diatasnya. Ia langsung membuka matanya dan berbalik.Ternyata Abimana.Pria itu, kenapa bisa masuk kesini?Bukankah pintunya sudah ia kunci?"Tidurmu nyenyak sekali, Luna," Abimana memutar tubuhnya menatap langit-langit kamar."Kau__kau mau apa disini?" Tanya Luna terbata. Ia sudah duduk diranjang dengan sedikit menjauh dari Abimana."Mau apa lagi? Tentu saja, aku mau kamu Luna. Malam ini," Abimana bangun dan melepas kancing kemejanya.Luna sudah bergetar takut. Dia tahu hal seperti ini pasti akan terjadi, namun jangan secepat ini. Ia belum siap."Jangan! A__aku belum siap!" Luna beranjak dari ranjangnya dan akan menuju pintu.
Pukul 10.00 a.mLuna mengerjap-ngerjapkan matanya yang terkena sorot sinar matahari dari jendela kamarnya yang sudah dibuka tirainya.Tubuhnya masih telanjang, hanya berbalut selimut tebal hingga batas dadanya. Ia susah bergerak.Pergelangan tangannya memerah akibat ikatan dari ikat pinggang Abimana.Terlebih intinya sangat perih. Rasanya susah sekali ingin berjalan.Lalu pintu kamar terbuka, muncullah Maya. Maya melihat kamar Luna sangat berantakan. Piyama tidur Luna yang robek teronggok dilantai beserta dalamannya. Ada kemeja Tuan Abimana juga yang berserakan di lantai. Seperti sehabis bertempur hebat.Maya segera merapikan pakaian yang berserakan itu. Ia masukkan ke dalam keranjang pakaian kotor. Ia melihat Luna diranjang tengah duduk bersandar pada kepala ranjang, sedang menatap kearah luar jendela. Tampilannya sangat berantakan. Rambut yang acak-acakan. Waj
Sudah tiga hari ini Abimana tidak pulang ke mansion. Ia tidur di apartemennya. Ia menghindari Luna untuk sementara waktu. Sejujurnya, ia merindukan gadis itu. Tidak! Bukan rindu, melainkan merasa bosan. Ia merasakan sepi, tidak ada 'mainan' untuk mengurangi kepenatannya.Biasanya ia akan mendengar makian dari mulut gadis itu dengan sorot mata tajam yang menantang.Namun sejak melihat gadis itu bertekad untuk mengakhiri hidupnya, hati Abimana seperti tergelitik. Ada sesuatu yang mengganggu, namun ia tidak tahu apa. Ia benci melihat Luna dengan berani melukai tangannya. Itu menyentil ego seorang Abimana.Abimana tersinggung. Bahkan, pelacur saja tidak keberatan ia perlakukan seperti itu.Abimana menenggak kembali cairan alkoholnya, selama disini ia hanya ditemani Vodka, Vino dan bodyguardnya. Selesai bekerja, biasanya ia akan mampir ke club. Menghabiskan waktu, menikmati musik,
"Cepat makan sarapan mu!" Abimana membentak kembali Luna.Saat ini mereka sudah duduk berhadapan diruang makan."Aku tidak lapar!" Luna membuang wajahnya, melihat kearah lain dengan beraninya.Abimana berhenti mengunyah rotinya. Ia melempar roti milik Luna kelantai."Mayaaaa!" Abimana berteriak keras memanggil Maya.Maya tergopoh-gopoh menghadap tuannya. Ia tahu, pagi ini sepertinya suasana hati tuannya sedang tidak baik."I__iya Tuan. Ada apa?" Maya menunduk takut."Makan roti itu!"Maya mendongak menatap Abimana tak percaya. Kesalahan apa yang ia buat, sehingga ia dipaksa memakan roti berserakan dilantai?"Tu__tuan?" Maya tidak yakin.Luna sudah melotot kearah Abimana. Sedangkan iblis didepannya hanya tersenyum jahat."Kau tuli?! Makan cepat! Habiskan!" Abimana melotot kearah Maya.Maya gugup dan takut, ia berjongkok mengambil roti tersebut."Jangan Maya!" Luna bangun dari duduknya.
"Luna!" Suara penuh penekanan menggelegar diruang tengah.Dokter Syam sangat terkejut mendengarnya. Sedangkan Luna?Wow, Luna sampai tersedak dibuatnya. Ia tengah meminum teh hangatnya.Luna segera menepuk-nepuk dadanya yang agak sakit karena tersedak air teh.Dokter Syam yang melihat itu segera mengambil tissue dan mengelap tangan dan paha Luna yang terkena air teh.Abimana melihat gerakan Syam, segera melototkan matanya dengan tajam mengarah pada Syam dan Luna. Ia mendekat."Sedang apa kalian, hah?!" Abimana memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya, ia masih berdiri melihat kearah mereka berdua."Kami hanya berbincang saja Bima, ada apa denganmu?" Dokter Syam masih sibuk mengelap paha Luna yang basah, ia belum melihat kearah Abimana."Singkirkan tanganmu, Syam!" Desis Abimana
"Sudah siap semua?" Tanya Abimana pada Vino."Sudah Tuan." Vino."Aku tidak mau ada kesalahan sekecil apapun!" Abimana menekankan kembali."Saya mengerti Tuan." Vino menunduk hormat.Abimana kembali berjalan menuju gedung belakang dari mansion utamanya. Ditempat inilah ia dan para anak buahnya menaruh barang-barang yang akan mereka jual nantinya.Senjata api ilegal dan ekstasi. Itulah barang yang mereka jual.Abimana Rajendra, pria matang 31 tahun. Selain menjadi seorang CEO di perusahaan konstruksi miliknya, ia juga menjalani bisnis ilegal lainnya.Namanya sudah tidak asing lagi didunia bawah atau dunia mafia.Di gedung belakang inilah, semua barang yang akan ia jual malam ini sudah disiapkan."Dimas, kali ini kau yang memimpin transaksinya. Aku dan Vino mengawasi