She Loved him with all her heart, But been a victim of his wrath. Her love for him became her scars and regret. Amara rivers is a simple and an ordinary woman with average looks. Just like every other girl in the college she fell in love with the popular guy Tristan Sanchez. She dreamt of him being in love with her just like she does, but her heart clashed when she got to know that he's her best friend's boyfriend. She didn't expect him to torture her this way for the things she hasn't done. Beating her to death and treating her as a Slut are the things which she never imagined to happen in her life. But what would happen if she gains the attention of Damian knight the most powerful and ruthless mafia. How could she deal with two powerful Mafias trying to get her. Will they ruin her or cherish her? Will they give more regrets and scars in her life or will they give their love to heal those scars. This story contains violence, abusive language and mature content. Read at your own risk.
View MoreSaat aku baru sampai di depan pintu rumah, aku mendengar ayah berteriak pada ibu, "Bagaimana ini, Ning?"
"Aku nggak tahu, Mas! Aku juga pusing mikirin anakmu si Alfa itu!" sarkas ibuku yang bernama Kemuning."Bagaimana bisa ia mau menikahi wanita lain, padahal Kamlia pulang minggu depan!" Ayah terlihat bejalan mondar-mandir sambil memijat dahinya.Aku menoleh pada wanita yang aku bawa pulang, ia mengeratkan pegangannya di lenganku. Ia seperti ketakutan. Hari ini aku berencana mengenalkan Kinanti pada keluargaku. Aku ingin menikahi wanita yang aku cintai, bukan wanita yang akan dijodohkan padaku.Mereka masih belum menyadari kehadiranku dan masih melanjutkan diskusi, yang terdengar seperti genderang bertalu-talu."Pokoknya Alfa harus nikah sama Kamlia, Ning! Mas takut, juragan Siran mengungkit pertolongannya dulu!" putus bapak yang mungkin akan sangat sulit diubah."Assalamualaikum," potongku yang langsung membuat mereka menatap ke padaku.Ayah dan ibu langsung berdiri dan berjalan menghampiri kami. Mereka menatap bengis pada wanita yang aku bawa pulang."Kau! Berani sekali ikut Alfa ke rumah ini! Bukankah sudah saya bilang? Saya tidak akan merestui kalian!" Ibu menunjuk tepat di wajah Kinanti.Aku menangkap jari ibu lalu menurunkan tangannya perlahan. "Ibu, apa pun yang terjadi, aku hanya akan menikahi Kinanti, bukan Kamlia atau pun wanita lainnya!" ucapku dengan serius."Alfa!" bentak ayah."Ayah!" bentakku.Kami bertatapan seperti musuh, apa pun yang akan mereka lakukan tidak akan membuatku membatalkan keinginanku untuk menikahi Kinanti. Justru semakin dilarang semakin kuat keinginanku untuk menikahinya. Seberapa pun marahnya mereka, tetap tidak akan merubah keputusanku."Kau berani membentak Ayah?" tanya ayah dengan mata yang sudah memerah menahan amarah.Aku jelas sudah tahu dengan rencana mereka, karena itulah aku membawa Kinanti pulang. Untuk memberitahu mereka kalau aku tidak akan pernah menikahi Kamlia.Mereka sudah menjodohkan kami sedari dulu, perjodohan yang terjadi karena Kamlia menyukaiku. Ayahku memiliki hutang budi pada Juragan Siran Ayah Kamlia. Hutang budi yang sama sekali tidak ada hubungannya denganku.Sekarang Kamlia sudah menyelesaikan pendidikan S1-nya, ia kembali untuk menagih perjodohan itu. Selama empat tahun terakhir Kamlia beberapa kali menghubungiku. Saat libur semester, ia selalu mengabariku kalau sudah berada di kampung. Aku nggak pernah pulang jika aku tahu, Kamlia sedang libur di kampung."Ayah saja yang menikahi Kamlia!" Aku menyeringai, "Enak saja menjodohkan aku karena hutang budinya, Ayah."Seketika aku terdiam dan berpikir, ternyata aku kurang ajar juga pada orang tua."Kau lihat? Karena kau, Alfa bahkan berani melawan kami, orang tuanya," ucap ibu sinis. "Dasar! Wanita siluman!""Kau lepaskan Alfa! Atau kau-" kata-kata ibu terputus begitu saja, ia hendak melayangkan pukulannya pada Kinanti."Atau apa, Ibu?" Salakku. Aku menarik Kinanti ke belakang badanku, aku akan melindunginya.Sebelumnya suasana setegang ini tidak pernah terjadi di rumah kami. Kami sekeluarga biasa hidup rukun. Ayah dan ibu tidak pernah bertengkar setahuku. Aku dan adik perempuanku juga selalu akur sedari kami kecil.Tapi mengapa? Ini hari pertama Kinanti datang ke rumahku, ia langsung mendapat hal yang sangat tidak menyenangkan. Apa salahnya kedua orang tuaku menyambutnya seperti tamu, hargailah dia sedikit saja."Saya akan tetap bersama Bang Alfa. Maafkan saya!" lirih Kinanti, ia masih terlihat sangat menghargai orang tuaku. Ia biarkan ibu memakinya tanpa membalas sedikit pun.Aku mengajaknya pergi dari sini, suasana sangat tidak kondusif. Sebelum tetangga datang dan kami menjadi tontonan, lebih baik aku pergi dulu menjauh."Kita pulang," ajakku pada Kinanti. Ia masih bergelayut di lenganku, mungkin ia juga tidak sadar dengan apa yang sedang ia lakukan.Kami lalu berjalan kembali ke motor, masih dapat ku dengar teriakan ibu memanggilku dengan suara yang sangat kencang, "Alfa ... kembali! Kau tidak boleh menikahi wanita siluman itu.""Mana ada siluman secantik ini," lirihku. Aku tahu mereka tidak dapat mendengar ucapanku lagi. Tapi ya biarkan saja.Kami pulang menempuh perjalanan dua jam, sudah separuh jalan yang kami lewati, tapi kami masih diam hanyut dalam pikiran masing-masing. Langit yang tadi mendung sekarang sudah menurunkan rintik-rintiknya.Kami masih beruntung ada banyak rumah warga di sekitar sini. Aku merasa tidak mungkin melanjutkan perjalanan karena jalanan licin. Aku putuskan untuk berteduh dulu di kedai kecil pinggir jalan."Kita berteduh dulu ya! Masih jauh nanti kamu sakit," ajakku."Iya, Bang!" balasnya, Kinanti mulai beberapa kali bersin.Kami turun dari motor. Aku memesankannya roti dan teh hangat, semoga bisa membantu menghangatkan tubuhnya.Hari sudah hampir sore, tapi masih belum ada tanda-tanda hujan akan berhenti."Bang, ini bagaimana?" tanyanya dengan sangat khawatir. "Aku harus pulang sebelum Maghrib, Bang!"Aku paham betul dengan rasa khawatir Kinanti. kasihan sekali dia, harus berada di situasi seperti ini gara-gara aku. Besok akan aku pastikan Kamlia sendiri yang akan membatalkan perjodohan itu. Lalu ibu dan ayah akan merestui kami. Sebuah rencana sudah tersusun apik di otakku."Ya! kita harus pulang! Tapi janji jangan sakit setelah ini!" Aku memperingatinya.Aku tahu betul, sakit bukanlah hal yang bisa di buat perjanjian, tapi aku ingin ia semangat karena pikiran akan mempengaruhi kondisi badan."Iya, Bang! Aku tidak akan sakit!" jawabnya dengan semangat.Kami pun melanjutkan perjalanan, ya ampun dingin sekali. Terlihat di sepion Kinanti memeluk tubuhnya sendiri. Jika aku minta dia memelukku pasti tidak mau, akhirnya aku pendam sendiri keinginanku. Arghh ... andai kami sudah sah, aku akan minta ia memeluk pinggangku, walau keadaan panas terik sekali pun.Kami sudah memasuki kampung tempat tinggal Kinanti. Hari sudah mulai gelap. Hujan tidak sederas tadi, hanya tinggal gerimis di sini. Aku langsung mengantarnya pulang.Ia langsung turun dari motor terlihat tidak sabar untuk langsung masuk ke dalam rumahnya. Aku menahannya sejenak untuk berbicara."Maafkan sikap orang tua Abang ya, Kinan! Abang janji akan membereskan masalah ini dalam waktu satu minggu. Kau harus percaya pada Abang! Abang akan menikahi kamu.""Kalau orang tua Abang tetap tidak setuju, aku tidak akan memaksa, Bang!" Kinanti terlihat pasrah, berbeda dengan yang ia sampaikan di rumahku tadi.Aku tidak suka ia menyerah, aku suka ia yang tadi bilang akan tetap bersamaku. Aku harus meyakinkannya kembali."Kinan, please!" aku memelas."Aku masuk dulu, Bang!" Ia berlari masuk ke dalam rumah tanpa menunggu aku menjawab.Kubiarkan Kinanti menenangkan diri sejenak, aku harus selesaikan masalahku dengan Kamlia terlebih dahulu. Aku pasti menang jika hanya menyingkirkan Kamlia, karena aku punya kartu AS wanita itu. Aku menyeringai tidak sabar menunggu Kamlia kembali."Tunggu aku Kamlia! Aku akan mengejutkanmu!"Author's povOpening her eyes slowly, Amara woke up while clutching onto her throbbing head. Her head was hurting like hell not only her head but her body too. She shook her head strongly with an intention to shake off the pain but alas, she didn't succeed. As she sat straight leaning against the headboard, she looked around observing her surroundings.The walls were painted classic black giving a rich look to the entire room. Everything in the room was dark and black but still it wasn't that gloomy. Taking the duvet off her body she stood straight frowning, she's confused. Why wasn't she dead already? She could say that she has been treated in the meantime with the little bandages on her as an evidence.Her breathe got stuck when a big picture frame caught her attention. It was attached to the wall right above the headboard. It was Scarlett, and now she knew whose it could be. Her body sh
"Sir, I'm sorry to inform but Miss. Rivers is missing."Tristan scoffed as soon as he heard one of his men who he appointed to guard her, spout the words."She's going to regret this. I will make sure of it. "Tristan mumbled as he clenched his fists into balls.On the other hand Amara just kept walking through the deserted alleys one after the other. Not only the alleys, the streets were pretty deserted too. She's afraid, she recalled Katherine saying to beware. She said to protect herself when she encounters danger, in which she was likely to get into. The place was wholly owned by mafia and therefore small gangsters would be present here and there. Moreover her revealing dress wasn't helping her at all.She was walked through the dark streets with a deadly silence accompanying her, her heart beat quickened matching the rhythm of her heels but soon she ran hearing footsteps behind her. H
Amara just stared at the cruel man she had ever seen in this world. Not even Tristan is that cruel. The man who stood straight with all his might and pride is no less than a walking devil."DAMIAN KNIGHT" she doesn't even want to register his name in her mind but that wasn't the case. His name got printed in her mind just like the brutal scene that happened earlier.That could be her. Every scream of that man, his tears, pain, everything. She could feel everything. How can she not!? She had been in the similar situation not too long ago. The blood which gushed out of the man's body made her stomach sick.Her insides twisted at the horrible person who stood there with a smirk and the horrific death of someone who wasn't even looking like a human, they made his death so cruel that strangers couldn't even recognize it as a human's dead body.She felt a sudden urge to throw up as she felt so sick to the core.
Author's pov"Would you like to have some help with your bath, dear? " the one and only lady maid who looked like she was in her 60's offered to help her.But Amara just simply shook her head as a "No" in reply and glacing at the dress he left on her bed for the last time, she headed straight towards the bathroom and closed the door behind her.Stripping herself naked in front of the mirror she saw her hideous reflection looking at back at her sadly.A mocking laugh left her pale lips as she couldn't help but to pity her own pathetic looking body which was totally drowned in blood and scars. A long scar was imprinted on the edge of her left eye and which reached till her cheek bone.She is disgusted by her own self she doesn't want anyone to look at her like this, being weak and pathetic. She knew that she couldn't bath by herself but sti
Author's pov"Excuse me sir!" the man called out and immediately stood up trying to gain the attention of the officer who just entered the cabin after his lunch."Ah, Aaron right!?" The officer acknowledged his presence by sighing a little as he was really getting annoyed by the guy approaching him daily. The officer purposely stayed at the canteen thinking that Aaron would leave him but his plan didn't work out."Yes sir!, Did you get any information or clue about her? I mean it's been-""We didn't get anything. And I think the case will be closed soon!"Aaron's heart just dropped into gut when he heard those words. Closed!? How can they do that?"How could you do that? She's been missing for more than a week now!
Amara's pov *splash*Tears brimmed my eyes as I clenched onto the chains which were tied to my either hands just to bear the burning sensation of the salt water gracing over the cuts on my body.Blood, all I could see was blood everywhere in my radar. My vision was blurry not because of the defect in my eye sight but the cut that I've got on my left eye. I cried harder, called for help, but all my yelps went unheard.*Whip*Clenching onto the chains harder than before I tried to take the strong whip lash on my back.*Whip* *Whip* *Whip* *Whip*Even before I could handle the pain, I was gifted with numerous strikes which made my throat to get hurt from the amount of cries that I'm holding down.My blurry vision caught his neatly polished shoes which were right in front of
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments