Kembali bekerja pada malam berikutnya, Milly memasang sikap siaga dan was-was. Aditi yang baru datang mengernyitkan dahinya. Temannya terlihat sesekali menebarkan pandangannya dengan gelisah.
“Hai, Mill. So far so good?” sapa Aditi. Milly menoleh dan tersenyum lega.
Suara Aditi yang sedikit serak dan mirip lelaki itu sempat membuat jantungnya terpacu cepat sebentar.
“Ya semua baik, aku pikir kamu siapa.” Milly menuangkan minum untuk Aditi yang duduk di kursi bar.
“Siapa memangnya? Ada yang ganggu kamu?” tanya Aditi khawatir. Milly tidak ingin melibatkan Aditi dalam drama hidupnya, dengan cepat kepala menggeleng.
Aditi tidak mempercayai begitu saja, tapi memilih untuk tidak mengulik jauh lagi. Mungkin butuh waktu bagi Milly mempercayai dirinya lebih baik.
“Trust me, Girl, life is full of shit things.” Aditi meneguk minumannya dan menepuk meja marmer itu pelan.
“Talk to me when you&r
Seandainya hidup adalah sebuah roda yang penuh dengan labirin tematik sebagai lambang bentuk ujian, maka suatu saat akan bergulir pada titik yang sama.Sayangnya, hidup setiap manusia akan bergulir maju dan menjalani berbagai kehidupan yang berbeda. Tidak terdesain sama dan selalu tidak terduga. Kadang cobaan yang datang menjadi pengalaman baru dan setengah mati kita harus menyikapi untuk mampu bertahan.Dari semua ketakutan pada berbagai hal, yang Milly antisipasi untuk tidak pernah terjadi lagi adalah tidak memiliki tempat tinggal dan mengelandang. Memiliki kesempatan libur dari pekerjaannya hari ini, ia menyempatkan diri untuk memeriksa tabungan dan juga berencana untuk mengunjungi makam ayah dan Martin, adiknya.Ada rasa lega yang ia rasakan ketika sedikit demi sedikit angka tabungan bertambah. Tidak selamanya dia harus tinggal bersama Maxer. Walau pria itu mengatakan jangan pergi, tapi Milly harus memiliki cadangan untuk bersiap pada kondisi yang terburuk.
Tidak ada yang berubah di pulau pribadi Jetro. Semua berjalan seperti biasa. Terlihat membosankan dan monoton sejak Milly meninggalkan tempat itu. Virgo masih belum membuka diri dan memilih sibuk dengan hal-hal yang, menurut Jetro, memuakkan.Tanpa mempedulikan kehadiran Jetro, Virgo terus menggali lubang di tanah dan menanam satu persatu bunga yang baru ia potong dari tanaman lainnya. Bertanam dan berkebun adalah aktivitas yang Virgo tekuni untuk melepas emosi yang kadang menguasainya.“Aku sudah menemukan Milly,” ucap Jetro dengan nada datar.Virgo menoleh sebentar dan kembali memusatkan perhatiannya pada pekerjaan saat ini.“Bagus.”Jawaban singkat itu terdengar menjengkelkan. Jetro melihat, rasanya sia-sia meminta Virgo mengendurkan kemarahannya pada Milly.Jika saja, Jetro berhasil membawa Milly kembali dan meminta maaf, mungkin Virgo akan luluh. Sayangnya, kesempatan itu sangat mustahil untuk ia dapatkan. Wanita
Mengetahui jika Aldo menyimpan hatinya untuk Aditi selama ini, sangat mengharukan Milly.Bukan hanya cara Aldo mengagumi dan memujanya dalam diam, tapi keinginan pria itu untuk berbagi hal sederhana dengan Aditi yang menjadikan bentuk kasih itu luar biasa istimewa.Walau ada berbagai kendala terbentang di antara keduanya, Milly justru merasakan kisah romantisme percintaan mereka sangat inspiratif.Aditi sendiri secara tidak sadar, menyukai dan sering tersipu oleh perhatian khusus Aldo. Sikapnya kadang kikuk dan kaku setiap menghadapi Aldo.Milly memang baru mengenal Aldo, tapi karakter pria itu membuatnya yakin jika Aditi akan bahagia bersamanya.Malam minggu ini, Aditi membuat gebrakan baru demi mengubah citra bar yang ia kelola. Dengan semangat, wanita itu memberitahu jika akan ada life music dari pukul sembilan hingga dua belas malam nanti.Milly membantu Aditi bersama Neta menyebar brosur ke kampus dan juga berbagai tempat yang mudah dij
Tangan Aldo menuntun Aditi keluar menuju area belakang bar. Dengan setengah gugup, Aditi menarik tangannya dan menatap Aldo yang akhirnya ikut berhenti. Di bawah tangga darurat menuju ke lantai dua, mereka saling berhadapan.“Al, maksudnya apa?” tuntut Aditi dengan wajah mengeras dan tegang.Bartendernya menarik napas dan mengusap wajahnya dengan gusar.“A-aku suka dan jatuh cinta sama kamu, Dit!”Aditi sudah mendengar itu tadi dan tidak begitu saja menelan mentah-mentah pernyataan itu.“Cinta? Suka? Kamu nggak mabok kan?” tanya Aditi masih berusaha untuk meyakinkan pernyataan Aldo. Pria itu mengibaskan tangan dan akhirnya mengumpat dengan kesal.“Kenapa sih nggak percaya? Aku harus berapa kali ngulang itu?”Aditi tertegun. Aldo tampak serius dan ini bukan bagian dari prank atau gangguan yang disiapkan oleh anak buahnya dalam rangka hari ulang tahun Aditi.Untuk menutupi sikapnya
Berharap dunia berubah menjadi tempat yang lebih baik adalah tidak mungkin. Satu-satunya cara untuk tetap menikmati menjadi penghuni bumi ini adalah dengan beradaptasi.Itulah yang Milly lakukan untuk terus berjalan, melewati hari demi hari.Bersabar dalam perannya saat ini. Baginya, inilah saat terbaik selama ia hidup menjadi pribadi dewasa. Memiliki teman, sahabat dan juga pekerjaan yang tetap.Tabungannya kian bertambah, sementara Maxer mulai mengajarinya cara mengenal masakan lebih baik. Jika uangnya cukup nanti, Milly ingin membuka warung kecil-kecilan, di mana dirinya bisa mengeksplorasi kemampuannya.Maxer tidak pernah mengetahui niat dan keinginan Milly yang terpendam. Yang pria itu lihat, Milly memiliki insting yang cukup canggih dalam rasa dan bumbu. Seakan memiliki indera keenam dalam segi masakan, Milly mengenali dengan baik mana yang masih kurang dari tiap masakan.Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Besok adalah h
Milly memang tidak memiliki alasan lagi untuk menghindar. Namun entah kenapa, tidak peduli betapa kuat rasa bencinya pada Jetro, Milly tidak sanggup berkata tidak dan mengiyakan tawaran Jetro untuk kembali padanya.Mengingat kondisi Maxer yang terluka, Milly tidak ada pilihan lain. Tinggal dengan Jetro mungkin saat ini adalah pilihan yang paling bijak.Sebelum mengajak Jetro bicara, Milly menyempatkan untuk mendiskusikan dengan Maxer lebih dulu. Sahabatnya mulai pulih secara bertahap. Jetro memindahkan Maxer ke rumah sakit yang lebih mahal dan menurutnya terbaik pada hari ketiga. Bagi Milly itu makin tidak masuk akal.Semua keroyalan Jetro padanya memang tidak pernah bisa dijelaskan. Sepertinya, sumber penghasilan pria yang kini bersedia menerimanya kembali itu tidak pernah surut.Dengan pelan-pelan, Milly menjelaskan situasinya saat ini. Maxer menatap Milly dengan wajah cemas.“Aku tidak pernah berada di ujung maut, Mill. Malam itu sangat me
Apartemen yang Milly pilih adalah dekat dengan pusat kota Bandung. Maxer sudah ada di kamar dan sedang bersama dengan perawat. Rosco ada di ruang tamu dan menunggu hingga, mungkin, Milly keluar dan mengatakan semua baik-baik saja.Dengan langkah gontai, Milly meletakkan tas kecilnya dan menuju ke wastafel. Mencuci muka dengan air dingin adalah cara terbaik untuk menyegarkan tubuh dengan singkat.Usai merapikan diri dan memeriksa yang Jetro sediakan untuknya, Milly melenggang keluar, menuju ruang tamu. Rosco bangun dari sofa dan menatapnya seperti bertanya.“Semua sudah sesuai dan terima kasih Pak atas bantuannya,” ucap Milly sopan.Rosco adalah pria baik yang pernah memberinya kesempatan untuk bekerja. Hingga detik ini pun, Milly masih segan dan menghormatinya. Ada wibawa yang sulit dijelaskan pada sosok Rosco. Milly merasakan kehangatan sikapnya yang seperti seorang ayah pada anak perempuan. Pria itu tersenyum tipis.“Jaga diri d
Sepeninggal Rosco, Milly masih tertegun di ruang tamu dengan benak yang menyimpan pertanyaan menumpuk.Pembicaraan yang berkualitas walau singkat dengan Rosco, memberi pandangan baru pada Milly. Tidak mengubah kekesalan dan kejengkelannya pada Jetro, tapi sedikit memberikan kelonggaran akan sikap defensifnya selama ini.Pintu kamar Maxer terbuka dan perawat wanita yang bernama Trey keluar. Seketika Milly gugup saat ingat akan jati diri perawat tersebut.Trey memiringkan kepalanya seperti menilai Milly dan mengerjapkan mata indahnya yang berwarna cokelat.“Apakah kamu yang Rosco ceritakan tadi?” tanyanya dengan suara jernih dan aksen yang asing.Milly meremas ujung kaosnya dan mengangguk.“I-iya. Salam kenal, aku Milly,” sapanya dengan kikuk.Trey mendekat dan mengendus Milly seperti seekor anjing sedang mengenali bau. Milly merapatkan tubuhnya di sandaran sofa. Lututnya gemetar dan dengan napas tertahan, Milly