Home / Romansa / The Endless Love / 2 | Rencana Tak Terduga

Share

2 | Rencana Tak Terduga

Author: CHACHARAMEL
last update Last Updated: 2021-04-22 13:14:03

"Terkadang, Semesta lebih pandai dalam mengatur segalanya. Termasuk hal-hal yang tidak pernah ada dalam daftar rencana." —The Endlesss Love

••••

Seorang wanita paruh baya dengan paras cantik menyambut kedatangan Deana dan Delta. Yap, Larashaty—Mamanya Delta. Pertama ia memeluk Deana kemudian beralih pada anak lelakinya, Delta.


"Anak Mama yang nakal ini akhirnya pulang juga, hm?" katanya ditengah-tengah pelukan mereka.


"Kan Mama yang merintahin aku buat pulang. Lagipula, aku juga nggak mau di cap anak durhaka gara-gara lupa pulang," timpal Delta sambil melepaskan pelukannya.


Larashaty hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Deana sudah lebih dulu duduk di sofa sambil menikmati biscuit coklat favoritnya.


"Delta, ada yang ingin Mama tanyanyakan. Apa benar kamu mabuk semalam? Hm?"


Seketika pandangan Delta langsung tertuju pada Deana seraya berkata 'Lo yang bilang sama nyokap soal semalem?'


Deana berhenti mengunyah dan menatap Delta dengan malas. "Cuman jujur yang ada di benak gue tengah malem kemaren. Lagian emang bener, kan? Terus gue harus bilang apa ke nyokap kalau tengah malem lo belum juga pulang padahal nggak biasanya lo kayak gitu?" Kini giliran gadis itu yang bertanya membuat Delta tidak berkutik saking tidak memiliki jawaban.


Deana bangkit dari duduknya. "Ma, Anna ke samping rumah dulu ya," pamitnya sopan pada Larashaty. Ia tidak ingin berada di tengah-tengah pembicaraan ibu dan anak yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.


Lebih baik, ia menengok taman bunga tulip yang kuncupnya sudah mulai bermekaran.


Larashaty menatap lekat anak lelaki di hadapannya itu dan mulai bertanya. "Jadi, kenapa semalam kamu sampai mabuk berat, hm?"


"Nggak papa, Ma. Lagi suntuk aja. Lagian Delta udah gede, Ma. Wajar kalau—"


"Delta ... tapi ini buat pertamakalinya. Sebelumnya kamu nggak pernah sampai mabuk sekacau apapun kamu. Sekalipun kamu bertengkar dengan Ayahmu. Ada apa, Ta? Apa ini ada hubungannya dengan Kena?"


"Apa Anna yang ngasih tahu Mama?"


"No. Anna enggak mengatakan apapun selain kamu mabuk semalam."


Harusnya Delta sudah menebaknya. Anna tidak akan mungkin memberitahu Larashaty karena itu bukan urusannya. Dan ya, ia melupakan bahwa Mamanya memang tidak menyukai Kenna sejak awal bertemu. Sepertinya insting seorang wanita sangat kuat.


"Ma, aku sudah selesai dengan Kena," ungkap Delta kemudian.


Mamanya sama sekali tidak bereaksi kaget ataupun tertegun. "Kenapa?" tanyanya hangat khas seorang Ibu. Padahal, dalam hati Larashaty merasa senang karena rencananya akan berjalan sedikit mulus. Setidaknya tanpa pengganggu.


"Dia ... dia ninggalin Delta."


"Apa yang membuatnya meninggalkanmu, hm? Apa dia tidak tahu jika kamu adalah anak seorang Altheraldo?"


"Dia tahu, Ma. Tapi bukan itu masalahnya."


"Oh apa kali ini anakku menolak untuk membelikannya barang yang dia inginkan?" tebaknya lagi setengah menyindir.


Ya, Larashaty tahu bagaimana anaknya selama ini. Ia akan dengan senang hati memberikan apapun yang gadis itu inginkan.


"No. Ada yang lain," imbuhnya.


"Apa itu, Ta?"


"Ini terdengar konyol, tapi aku harap Mama enggak akan tertawa saat mendengarnya," ucap Delta sambil mengusap-ngusap tengkuknya.


"Aku ... aku menolak ajakan Kena untuk yaa, you know ... Making Love. Dia kesal dan memutuskan hubungan kami lalu pergi begitu saja," ungkapnya memandang Larashaty ragu.


Larashaty tersenyum. "Dengar, Mama sangat tertegun mendengar jawabanmu. Kamu sudah melakukan hal yang benar, sayang. Bayangkan jika kamu mengiyakan ajakannya kemudian ia hamil, apa kamu sudah siap menanggung semua resikonya? Putra dari keluarga Altheraldo menghamili putri keluarga Majendra, begitu? Kamu bukan hanya akan merusak nama baikmu, nama baik keluarga kita, tapi juga nama baik leluarga Kenna. Walaupun dia yang mengajakmu, siapa yang akan percaya? Dan lagi, kamu juga belum lulus kuliah, mau bagaimana kamu hidup nanti? Kamu tahu kan sifat keras ayahmu?" paparnya.


Delta paham, sangat paham mengenai kemungkinan-kemungkinan dan konsekuensi tersebut. Dan dirinya juga tidak ingin mengambil resiko itu.


"Ma ... tapi aku mencintai Kenna dengan segenap hati aku ...."


"Apakah dia mencintaimu dengan segenap hatinya juga?"


"Ma?"


"Delta, dengarkan Mama. Kalau dia mencintaimu, dia tidak akan meminta hal serendah itu padamu. Mengerti? Love is not only about sex, you know?"


"I know ...."


"Mama tidak ingin kamu melakukan hal-hal yang diluar batas, Delta. Sekalipun kamu sudah dewasa. Mama akan memaklumi jika kamu mabuk. But sex? Never!"


"Aku tahu, Ma. And I never do it before marriage."


Mamanya tersenyum. "Bagus. Ini baru anak Mama."


"Bicara soal pertunangan, Mama tidak akan membatalkannya mengingat acara itu akan diadakan seminggu lagi," katanya kemudian. Membuat Delta tertegun tidak mengerti.


"Tapi, Ma? Aku dan Kena sudah selesai. Itu artinya pertunangan kami pun otomatis batal."


"Memangnya siapa yang mengatakan kamu akan tunangan dengan Kena?"


"Maksud Mama?"

•••

Delta menghampiri Deana yang sedang sibuk menata beberapa pohon bunga ke dalam folybag.


"Udah selesai?" tanyanya tanpa menoleh sedikitpun pada pria itu.


"Udah." Delta menjawab pendek.


Andaikan Deana menoleh sedikit saja, ia pasti akan mengetahui wajah kacau Delta.


"Tumben ke sini? Ngapain? Biasanya lo paling anti sama serbuk bunga," cibir Deana sambil meletakkan folybag itu di tempatnya.


"Itukan sebelum lo ganti jenis bunganya. Kenapa di ganti? Bukannya lo suka banget sama bunga anggrek?"


Deana terdiam. "Awalnya, tapi lama kelamaan gue bosen. Jadi ya, pengen suasana baru aja. Waktu anter nyokap lo ke toko bunga, gue tertarik sama bunga tulip dan ya, beginilah hasil dari ketertarikan gue," papar Deana menoleh ke arah pria itu sambil tersenyum.


Tapi, senyumnya hanya sesaat ketika mendapati wajah kusut Delta.


"Lo kenapa?"


"Kenapa emangnya?"


"Wajah lo kusut. Abis di marahin sama nyokap?"


"Lebih dari itu," jawab Delta.


Deana mengerutkan keningnya bingung. "Maksudnya?"


"Nggak papa. Lagian buat apa juga gue cerita sama lo? Bukannya dari dulu lo nggak pernah pedulian ya orangnya?" sindir Delta.


Deana melepaskan sarung tangannya dan meraih tangan Delta dan membawanya ke bangku taman. "Kita duduk dulu, Okay?"


"Of course ... yang lo bilang itu bener. Gue emang nggak pedulian orangnya. Dari dulu dan lo udah tahu itu. Gue nggak peduli sama hal-hal yang emang bukan urusan gue atau yang nggak ada sangkut pautnya sama gue. Tapi, bukan berarti gue juga nggak peduli sama lo, Ta. Lo temen gue sejak kecil, mana mungkin gue nggak peduli sama lo," paparnya panjang lebar menatap Delta lekat.


Ya, itu memang benar.


Delta mengembuskan napasnya berat. Ia tahu bahwa Anna peduli padanya. Kalau tidak, mana mungkin gadis itu mau membangunkannya setiap pagi hanya untuk menyuruhnya agar kuliah. Menunggunya hingga tengah malam seperti kemarin, memasak sarapan pagi, dan lain sebagainya. Delta tahu bahwa ada sisi lain dibalik sikap Anna yang seperti itu. Tapi, sumpah demi apapun ia tidak ingin merubahnya.


"Mama masih tetep mau lanjutin acara pertunangan gue," ungkapnya.


"Oh, jadi pada akhirnya nyokap lo nerima Kena ya? Bagus dong!" Deana menganggukan kepalanya berkali-kali mencoba mengerti.


"Bukan. Gue nggak tunangan sama dia."


"Terus?"


"Sama lo," jawab Delta datar.


"Apa? Lelucon macem apa ini, Ta? Sumpah gak lucu banget."


"Na, gue nggak lagi bercanda. Mama minta supaya gue tunangan sama lo," jelasnya.


"Ta, udah dong jangan acting melas gitu lah. Sumpah nggak lucu tahu gak?!"


"Demi Tuhan, Anna. Gue serius!"


"Wait, jadi ... beneran?" Deana menatap Delta lekat, meminta penjelasan yang sejelas-jelasnya.


"Ta, ini konyol. Gue nggak mungkin tunangan sama lo. Dan lo juga sebaliknya. Please cubit gue, Ta!"


Dengan senang hati, Delta mencubit pipi Deana membuat gadis itu meringis. "Aw, sakit bego!"


"Tadi kan lo yang bilang sendri supaya gue nyubit lo ...."


"Gue nggak lagi mimpi dong, Ta?”


"Emang nggak!"


"Dan lo setuju?"


"Menurut lo gue punya pilihan lain?"


Deana terdiam. Delta sangat menyayangi kedua orangtuanya, jadi kemungkinan buat menolakpun pasti kecil.


"Tapi gue nggak mau, Ta. Gue nggak bisa ...."


"Lo pikir gue juga mau berakhir jadi suami lo?"


Jleb! Kata-kata Delta barusan berhasil menusuk hati Deana. Meskipun itu kenyataan tapi tetap saja rasanya sakit.


Jadi begini ya, rasanya ketika kita di tolak dan tidak diinginkan oleh seseorang ... sakit, batinnya.


Bukan, bukan karena Delta yang mengatakannya tapi Deana hanya membayangkan jika dirinya tidak diinginkan oleh seseorang. Yang tidak memiliki perasaan apa-apa saja rasanya nyelekit apalagi jika orang tersebut adalah yang paling Deana sayang?


"Nggak."


"Kenapa harus gue sih, Ta? Kenapa nggak cewek lain aja? Anak temen nyokap lo kan banyak," tanya Deana lesu.


"Gue tahu lo juga nggak mau berakhir jadi istri gue, tapi Na ... Lo sendiri yakin bisa nolak?"


Deana menatap lekat pria di hadapannya. Delta benar. Ia tidak akan mungkin bisa menolak mengingat kebaikan keluarga Altheraldo kepadanya.


"Jadi, ini kayak sebuah balas budi, ya?"


Dengan pelan Delta mengangguk. "Anggap aja begitu."


"Terus, rencana lo kedepannya apa? Kita nggak mungkin kan terjebak sama pertunangan konyol ini?"


"Bantu gue dapetin Kenara lagi, ya," katanya serius.


"Hah?"


"Please, Na. Lo tahu kan gue sayang banget sama dia?"


Deana nggak tahu dan nggak mau tahu karena ia tidak ikut merasakannya.


"Caranya?"


"Pertunangan ini. Cuman ini satu-satunya cara buat dapetin Kenara balik," ujarnya.


"Gue harus jadi tunangan lo sampai Kenara balik sama lo, gitu?"


"That's right!"


"Kalau Kena nggak balik sama lo?"


"Gue yakin dia masih cinta sama gue," katanya menatap nanar rumput di bawahnya.


Sebenarnya Deana tidak ingin Delta kembali pada Kennara, tapi menjadi tunangan Delta juga bukan keinginannya, sama sekali! Dan disaat seperti ini, Deana sama sekali tidak punya pilihan.


"Fine. Gue bersedia jadi tunangan lo, hanya sampai lo dapetin Kena balik. Inget, lo harus dapetin Kena lagi karena gue nggak mau berakhir sama lo," putus Deana akhirnya. Ia berdiri dari posisinya dan melangkah pergi.


"Na, mau kemana?"


"Kamar. Ngerjain research paper."


"Gue ikutan ngerjain ya, Na?"


"Terserah," timpalnya. Delta tersenyum. Baginya, Terserahnya Deana itu adalah 'iya'. Ia bangkit dari duduknya dan berlari menyusul Deana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Endless Love   20 | Karma?

    Tiga hari pasca jebakan, Kenna mendatangi apartemen Delta dengan mimik wajah yang tidak bisa dibilang santai. Ya, wanita itu tidak terima dan sangat marah pada Delta atas apa yang lelaki itu lakukan pada Arash. Kenna menggedor-gedor pintu apartemen tersebut beberapa kali sampai akhirnya orang yang ia inginkan muncul dibalik pintu. “Jahat lo, Ta! Jahat! Keterlaluan! Gak punya hati!” protes Kennara yang langsung menyerang dada bidang Delta berkali-kali. Membuat Delta yang berdiri di pintu refleks melangkah mundur kembali ke dalam. Delta tidak menggubris sama sekali dan memilih membiarkan Kennara melampiaskan segala amarahnya. “Apa yang lo lakuin ke Arash? Hah? Kenapa lo buat dia masuk penjara? Kenapa Delta? Kenapaaaaa?!” “Lo jahat! Lo jahat Deltaaaaa!” Pukulan Kennara mulai melemah, sepertinya energi gadis itu sudah mulai habis, menyisakan isak tangis dan punggung yang

  • The Endless Love   19 | Jebakan

    Delta langsung mendatangi rumah Kennara diikuti oleh Alden. Emosinya benar-benar ada dipuncak kemarahan sekarang. Delta tahu, menghadapi seorang wanita bukan sesuatu yang gentle, tapi ini bukan soal tantang menantang, ini soal kemunafikan yang selama ini gadis itu perlihatkan.Setelah mengetahui di mana Kenna berada dari asisten rumah tangganya, Delta dan Alden langsung menaiki anak tangga menuju lantai dua. Tujuannya memang bukan Kennara namun gadis itu pasti tahu di mana orang tersebut."Kenna buka Ken! Gua tahu lu di dalam!""Lo buka atau gue dobrak nih pintu?!" Delta memberi penawaran.Tak berselang lama, gadis itu pun keluar dari kamarnya. "Apa sih, Ta? Gue abis dari-""Gak penting lo abis dari mana! Gua cuman pengen lo jawab pertanyaan gue dengan sejujur jujurnya!"Delta menatap gadis dihadapannya lekat. Kennara tampak ketakutan namun Delta ti

  • The Endless Love   18 | Pencarian Sherine

    Mulai hari ini dan beberapa waktu ke depan sampai batas yang tidak ditentukan, Delta memutuskan agar Deana tinggal di rumah. Itu jauh lebih aman mengingat penjaan rumah yang ketat daripada di apartemen.Delta tidak ingin diam saja dan menunggu. Ia sudah lelah dan harus menyelesaikan semua masalahnya. Apapun tujuan peneror yang mengaku-ngaku sebagai Sherine itu, Delta tidak akan pernah membiarkannya menang dan mendapatkan apa yang diinginkannya.Setelah mengantar Deana pulang ke rumah yang disambut hangat oleh sang Papa, Delta pamit untuk menelusuri tentang Sherine. Hal Yang akan Delta lakukan pertama kali adalah mengunjungi sekolah SMAnya dan meminta data serta alamat atas nama Sherine.Sekitar satu jam mengemudi, akhirnya ia sampai di SMAnya. Delta memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus tamu kemudian keluar dari mobilnya menuju lobi.Saat di lobi, ia di sambut oleh guru semasa SMA nya du

  • The Endless Love   17 | Who is Sherine?

    Semenjak Delta dan Deana memutuskan untuk kembali memulai segalanya dengan cara yang benar, keduanya seperti menemukan kehidupan baru yang lebih berwarna. Saling mengisi, berbagi hati, dan terutama belajar menjadi calon orang tua yang baik. Delta—lelaki itu benar-benar memperlihatkan kesungguhannya pada Deana dan berubah menjadi sangat posesif.Contohnya saja ketika Deana membereskan apartemen mereka, Delta pasti akan ngomel-ngomel dan menyuruh Deana untuk berhenti dari aktivitasnya seperti menyapu, mengepel lantai, dan lainya. Delta bahkan memilih untuk mempekerjakan pembantu agar Deana tidak melakukan aktivitas yang bisa membahayakan calon anaknya. Padahal yang dilakukan Deana bukan aktivitas berat tapi Delta mendadak berubah menjadi lelaki yang keras kepala dan tidak mau di debat.Deana hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Delta yang menurutnya berlebihan itu. Tapi disamping itu, Ia sangat-sangat bersyukur karena semua kini kemba

  • The Endless Love   16 | Awal yang Dimulai Kembali

    Ditempat yang sama namun dengan hari dan suasana yang baru Delta berdiri tepat di anak tangga ke tiga. Tak henti-hentinya ia menarik sudut bibirnya dan mengucap syukur pada Tuhan yang sebesar-besarnya atas kembalinya Deana ke rumah. Ia menjewer kupingnya sendiri dan terasa sakit, menandakan jika yang berdiri di dapurnya saat ini benar-benar Deana.Ia kemudian menuruni anak tangga yang tersisa dan berjalan menghampiri gadis itu yang tengah sibuk dengan kompor dan teflonnya. Delta memeluknya dari belakang, melingkarkan tangannya pada perut Deana yang mulai nembesar."Ta ... apasih? Lepasin, gak? Gue susah gerak kalau lo peluk kayak gini," protesnya.Delta kembali tersenyum. Kepalanya yang bersandar di bahu Deana terlihat begitu nyaman. Mulai hari ini ia tidak akan menakan apapun lagi yang ingin berkembang di dalam hatinya. Ia akan membiarkan perasaan itu lepas dan tumbuh bersamaan dengan kebersamaannya dengan D

  • The Endless Love   15 | Kesempatan (?)

    Deana duduk di sofa sambil menatap pemandangan ibu kota di malam hari dari jendela apartemen Alden. Pikirannya melayang pada banyak hal, salah satunya pada Delta.Deana tidak ingin berharap lebih namun perasaannya tak bisa dibohongi. Semakin ia menyangkalnya, semakin perasaan itu tumbuh lebih besar. Jika ditanya sejak kapan, Deana sendiri tidak tahu pasti. Mungkin sudah lama, mungkin juga baru-baru ini atau mungkin setelah malam itu. Entahlah...“Mikirin Delta lagi, eh?” celetuk Alden dari arah tangga.Lelaki itu berjalan santai mendekatinya, kemudian bersandar pada jendela tepat du hadapan Deana.“Kalo lu kangen sama dia, temui dia lah, De,” saran Alden kemudian.“Gue emang kangen sama Delta. Banget, malah. Tapi kalau gue nemuin Delta, kemungkinan besarnya adalah kita balik dengan posisi Delta yang cuman anggap gue sebagai ad

  • The Endless Love   14 | Ancaman Bagi Kennara

    Kennara cepat-cepat menuju apartemen tepat setelah Delta menelponnya untuk datang. Ketika sampai, apartemen tersebut ternyata tidak dikunci yang membuat Kennara bisa leluasa masuk tanpa perlu memencet bel atau mengetuk terlebih dulu.Terlihat Delta sedang menunggunya di sofa. Kenara berjalan mendekati Delta dan duduk tepat disampingnya. "Sayang, ada apa? Apa sesuatu terjadi?" tanyanya dengan wajah cemas.Delta mengeluarkan sesuatu dari samping kirinya dan memperlihatkan benda tersebut ke hadapan Kena. "Jelasin, apa ini?"Kenara jelas shock ketika melihat botol yang dicarinya selama ini, kini berada ditangan Delta. Bagaimana bisa botol pil itu ada ditangannya? batinnya bertanya."Delta-""Aku bisa jelasin ini, okay?" ujar Kennara berusaha setenang mungkin."Aku harus nemuin alasan yang masuk akal agar Delta percaya. Jika sampai dia curiga, hancur s

  • The Endless Love   13 | Mulai Terkuak

    Arash menengadah, menatap rintik hujan yang mulai membasahi jaketnya. Memasuki musim penghujan, awan mendung mulai aktif mengeluarkan isinya, membuat sebagian orang kembali mengingat kenangan, merasa de javu, bahkan bisa menghadirkan kembali luka di masa lalu. Percaya atau tidak, hujan menang sangat identik dengan hal-hal tersebut sama seperti Arash.Kenangan menyakitkan itu menyapanya. Menyibak luka yang sama sekali belum kering. Mengingatkannya pada kejadian dimana gadis itu mati di pelukannya. Arash menyaksikannya, bagaimana bibir mungil itu masih sempat-sempatnya mengucap nama lelaki tersebut di detik-detik kepergiannya. Tangannya mengepal, menatap nama yang tertera pada papan berwarna putih di hadapannya.“Aku akan membalaskan semua rasa sakitmu. Aku akan membuatnya merasakan pedihnya setiap air mata yang jatuh dari matamu,” ucapnya parau.“Aku akan—” Arash tidak melanjutkan kalimatnya. Mulutny

  • The Endless Love   12 | Deana Kembali (?)

    Liburan semester memasuki bulan kedua. Disaat mahasiswa lain sedang asyik menikmati liburan, Delta malah sebaliknya. Ia semakin kacau dan frustrasi dengan semua terror yang diterimanya. Siapa yang peneror itu maksud sebenarnya? Singguh, Delta sama sekali tidak bisa mengingat yang peneror maksud di masa dulu.Ingin rasanya Delta menelpon sang Papa, meminta bantuan beliau namun diurungkannya. Delta merasa ia sudah dewasa dan harus menyelesaikan setiap masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain sekalipun itu papanya.Delta menatap setiap celah di sekeliling ruang tamu apartemennya. Satu kata: Sunyi. Daripada dibilang rumah, apartemen Delta lebih mirip kuburan atau desa tak berpenghuni. Ia tersenyum miris, mengejek dirinya sendiri. Merasa begitu menyedihkan dengan takdir yang Tuhan gariskan padanya.Bersamaan dengan itu, suara bel berbunyi. Fokus Delta langsung teralihkan namun ia tidak langsung beranjak dari so

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status