Share

2. Bersiap Jatuh

Olivia Finley

“Katakan.” Kuucapkan itu tanpa jeda dari ucapannya. Kutatap dia lekat-lekat sebagai pertanda bahwa aku sama sekali tidak peduli pada apa pun yang coba dia lancarkan padaku. Apalagi perasaan takut. Tidak, aku tidak takut.

Luigi pernah hampir memperkosaku dua tahun lalu, menjebakku, dan aku baik-baik saja bertemu dengannya sampai saat ini.

Dia tersenyum. Bagus, ada dua lesung pipi samar di sana. Menyebalkan sekali dua titik menggemaskan nan manis itu malah terbentuk di dua pipi miliknya.

“Temani aku.”

Tawaku meledak seketika, tapi tenang, aku bukan wanita gila. Setelah sepersekian detik aku langsung mampu menguasai diriku lagi. Jawabanku, “Tidak.”

“Akan kuminta Siren Davies menyebarkan berita buruk tentang Olive Dry and Cleaning.”

Sebenarnya aku merasa frustrasi dalam sekejap. Ini benar-benar menyulitkanku. Dia membawa-bawa nama penatu yang sudah kurintis setahun terakhir dengan susah payah.

Walau aku sudah menduga bahwa ini akan terjadi. Tapi kupikir yang akan mempermasalahkan hal ini tentu saja Siren, bukannya pria ini.

Sungguh, ini tidak mudah.

“Gunakan ancaman lain. Kau tidak pernah tahu bagaimana hidupku tanpa Olive Dry and Cleaning.” Nyaris bergumam, jujur saja aku tidak ingin merendahkan harga diriku. Aku yakin aku masih memilikinya.

Tidak ada cara lain selain reputasi baik penatu yang harus kupertahankan. Aku serius tidak akan menerima ajakan si sialan ini meski terdesak sekali pun.

Kuberitahu, andai di dunia ini hanya ada kami berdua saja, sungguh, aku tidak akan meminta pertolongannya meski aku bisa terancam mati kelaparan.

Jadi, apa harus kuadukan hal ini pada Rhys?

“Bagaimana ini? Aku tidak punya rencana lain.” Suaranya lagi-lagi menghina. Cibiran yang khas.

“Di mana Nona Siren? Aku akan bicara dengannya saja.” Tidak menunggu, aku memeriksa ke kamar mandi, membuka pintunya sambil memanggil-manggil namanya seolah aku tidak peduli pada pria sialan itu.

“Kau meremehkanku ya?” Dia tidak terdengar marah, walau biasanya ucapan seperti itu ditandai dengan nada penuh emosi.

Aku berbalik, menatapnya. Benar, aku meremehkannya sejak awal. Sejak dia menawarkan sisa kembalian yang kutolak dengan penuh harga diri tinggi.

“Tidak. Aku tidak meremehkanmu.”

“Jadi apa itu artinya bagiku?”

Benar-benar sialan.

“Artinya, aku ingin bicara dengan Nona Siren. Tolong pertemukan kami.” Berjalan mendekat, aku berdiri setelah kami berada dalam jarak pemisah sekitar dua meter.

“Aku sudah mengusirnya dari sini. Dia hanya tinggal menunggu perintahku. Jadi percuma saja kau coba bertemu dengannya, Olive.”

Kau merencanakannya sejak awal, berengsek!

“Baiklah. Setidaknya biarkan aku mencoba.” Kukeluarkan ponselku, mulai mencari panggilan terakhir yang kuterima dan nomor kontak Siren ada di sana.

Memang luar biasa mereka ini, nomornya tidak dapat dihubungi setelah beberapa menit terlewati. Benar-benar kerjasama yang baik.

“Menyerah saja, Olive. Aku tidak main-main dengan ajakan dan ancamanku.” Dia berdiri santai dibalik pintu masih dengan tangan terlipat di depan dada, tapi kini dia menyilangkan satu kakinya.

Gayanya memang seperti pria berengsek kaya raya. Hanya tampang dan uang. Semua mantan saudara laki-lakiku jelas lebih hebat darinya.

“Begini, Tuan.” Kuputuskan untuk bernegosiasi dengannya. “Bisakah kita akhiri ini saja dengan aku yang membayar ganti rugi sesuai keinginanmu?”

Dia mendengus. Aku tahu itu untuk menghinaku lagi. 

“Sejumlah yang kuinginkan?” Sebelah alisnya terangkat. Ah, sialan! Ingin sekali kutinju wajahnya itu.

“Berapa jumlah yang kau inginkan, Tuan?” Aku harus bersiap untuk segala kemungkinan uang yang harus kukeluarkan. Belum lagi biaya lain di—

“Lima ratus juta saja. Itu tidak banyak, bukan?”

Hanya untuk dua dress yang bahkan belum kulihat wujud rusaknya seperti apa? Oh, demi apa pun itu. Aku melayaninya hanya sebatas sopan santun karena dia mengancamku dan Siren tidak ada di sini.

Yang kupikirkan hanya sekali perintah dari si berengsek ini, maka Siren akan menggerakkan jarinya untuk menurunkan rating Olive Dry and Cleaning, dan bibirnya bisa saja mengucapkan berita bohong yang belum tentu kebenarannya.

Persetan! Aku tidak peduli!

Sekarang aku berjalan cepat menuju ke arahnya, mendorong tubuhnya ke samping karena aku harus membuka pintu dan keluar dari sini.

Terserahlah!

Aku tidak bisa membiarkannya bertindak hanya serupa gertakan angin. Biar kita lihat sejauh apa dia bisa mempengaruhiku.

Lagipula kami tidak punya keterlibatan secara khusus. Aku hanya berurusan dengan si jalang Siren yang nomor kontaknya bahkan tidak bisa lagi dihubungi.

Baik, kita lihat saja!

“Dengar ...” Suaranya di telingaku, membuatku menyingkir, tapi dia menarik pinggangku mendekat padanya, “aku sungguh-sungguh akan melakukannya, Olive.”

“Baik,” kataku, nyali menantangku berkobar, “aku menantikannya, Tuan.”

*****

Sudah lewat dari seminggu. Aku tenang berkat panggilan-panggilan telepon dari Rhys. Dia tidak bercerita tentang apa pun yang terjadi di Yellowrin. Hanya tentang kami.

Rhys cuma terus membahas hubungan kami. Tentang susunan rencana masa depan yang sering kali kuhindari saat dia memancingku untuk membicarakannya.

Menikah.

Dan aku belum siap.

Aku belum ingin memiliki bayi yang akan terus tumbuh besar, dan kemungkinan pasti mengikuti perangai keluarga Oxley. Meski tidak kukatakan secara langsung, tapi rasa-rasanya Rhys paham akan kekhawatiranku itu.

“Olive!”

Aku terperanjat. “Rhys, nanti kuhubungi lagi.” Nyaris merosot dari genggamanku, ponsel segera kumatikan setelah Rhys mengiyakan. Dia pasti mendengar panggilan Hyra karena dia juga mengenal temanku itu, dan pernah melihatnya beberapa kali saat berkunjung ke sini.

Hyra jarang mengganggu waktu istirahatku, bahkan bisa kukatakan hampir tidak pernah. Mungkin ada sesuatu di depan, di bagian meja kasir penatu.

Benar. Hyra berdiri dengan gerak tubuh salah tingkah dan wajah pucat. Dia memandangiku, lalu bergegas menghampiriku saat aku sudah sangat dekat dengannya.

Cengkeraman tangannya terasa menembus kulitku saat dia mengguncang lenganku. “Olive, seorang pria datang menunjukkan video dan artikel yang siap diluncurkan nanti malam mengenai kelalaian penatumu. Dia hanya meninggalkan nomor ini. Kau harus segera menghubunginya sebelum dia menyebarkan ini ke semua media.”

Ah, benar-benar. Sialan kau yang entah siapa namanya.

“Berikan padaku.” Aku menadahkan telapak tanganku dengan gerak tubuh yang tampak santai, sebisa mungkin santai dari luar, tapi siap meledak di dalam.

“Aku sudah membuka filenya di komputer. Kemarilah,” ajak Hyra, sangat tergesa-gesa. Tangannya menarik lenganku ke meja kasir dengan dua komputer.

“Lihat, Olive. Dia ini penyanyi pendatang baru yang keluar sebagai juara pertama dari posisi tiga besar pada ajang pencarian bakat menyanyi lima hari lalu. Dia sedang hangat-hangatnya jadi pembicaraan masyarakat. Idola baru. Apa kau tahu siapa namanya?”

Aku segera mengangguk saat mengetahui fakta ini. “Siren Davies.” Sungguh tidak pernah kusangka ada seorang penyanyi terkenal menggunakan jasa penatu milikku. “Dia menggunakan jasa penatu kita seminggu lalu. Dua dress dengan untaian mutiara.”

“Hem, kau benar.” Hyra mengangguk. Dia juga masih mengingatnya.

Pantas saja si pria sialan yang entah memiliki hubungan seperti apa dengan Siren, begitu percaya diri saat mengancamku.

“Lihat dan dengar pengakuannya tentang penatu milikmu, Olive.”

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status