Olivia Finley
“Katakan.” Kuucapkan itu tanpa jeda dari ucapannya. Kutatap dia lekat-lekat sebagai pertanda bahwa aku sama sekali tidak peduli pada apa pun yang coba dia lancarkan padaku. Apalagi perasaan takut. Tidak, aku tidak takut.
Luigi pernah hampir memperkosaku dua tahun lalu, menjebakku, dan aku baik-baik saja bertemu dengannya sampai saat ini.
Dia tersenyum. Bagus, ada dua lesung pipi samar di sana. Menyebalkan sekali dua titik menggemaskan nan manis itu malah terbentuk di dua pipi miliknya.
“Temani aku.”
Tawaku meledak seketika, tapi tenang, aku bukan wanita gila. Setelah sepersekian detik aku langsung mampu menguasai diriku lagi. Jawabanku, “Tidak.”
“Akan kuminta Siren Davies menyebarkan berita buruk tentang Olive Dry and Cleaning.”
Sebenarnya aku merasa frustrasi dalam sekejap. Ini benar-benar menyulitkanku. Dia membawa-bawa nama penatu yang sudah kurintis setahun terakhir dengan susah payah.
Walau aku sudah menduga bahwa ini akan terjadi. Tapi kupikir yang akan mempermasalahkan hal ini tentu saja Siren, bukannya pria ini.
Sungguh, ini tidak mudah.
“Gunakan ancaman lain. Kau tidak pernah tahu bagaimana hidupku tanpa Olive Dry and Cleaning.” Nyaris bergumam, jujur saja aku tidak ingin merendahkan harga diriku. Aku yakin aku masih memilikinya.
Tidak ada cara lain selain reputasi baik penatu yang harus kupertahankan. Aku serius tidak akan menerima ajakan si sialan ini meski terdesak sekali pun.
Kuberitahu, andai di dunia ini hanya ada kami berdua saja, sungguh, aku tidak akan meminta pertolongannya meski aku bisa terancam mati kelaparan.
Jadi, apa harus kuadukan hal ini pada Rhys?
“Bagaimana ini? Aku tidak punya rencana lain.” Suaranya lagi-lagi menghina. Cibiran yang khas.
“Di mana Nona Siren? Aku akan bicara dengannya saja.” Tidak menunggu, aku memeriksa ke kamar mandi, membuka pintunya sambil memanggil-manggil namanya seolah aku tidak peduli pada pria sialan itu.
“Kau meremehkanku ya?” Dia tidak terdengar marah, walau biasanya ucapan seperti itu ditandai dengan nada penuh emosi.
Aku berbalik, menatapnya. Benar, aku meremehkannya sejak awal. Sejak dia menawarkan sisa kembalian yang kutolak dengan penuh harga diri tinggi.
“Tidak. Aku tidak meremehkanmu.”
“Jadi apa itu artinya bagiku?”
Benar-benar sialan.
“Artinya, aku ingin bicara dengan Nona Siren. Tolong pertemukan kami.” Berjalan mendekat, aku berdiri setelah kami berada dalam jarak pemisah sekitar dua meter.
“Aku sudah mengusirnya dari sini. Dia hanya tinggal menunggu perintahku. Jadi percuma saja kau coba bertemu dengannya, Olive.”
Kau merencanakannya sejak awal, berengsek!
“Baiklah. Setidaknya biarkan aku mencoba.” Kukeluarkan ponselku, mulai mencari panggilan terakhir yang kuterima dan nomor kontak Siren ada di sana.
Memang luar biasa mereka ini, nomornya tidak dapat dihubungi setelah beberapa menit terlewati. Benar-benar kerjasama yang baik.
“Menyerah saja, Olive. Aku tidak main-main dengan ajakan dan ancamanku.” Dia berdiri santai dibalik pintu masih dengan tangan terlipat di depan dada, tapi kini dia menyilangkan satu kakinya.
Gayanya memang seperti pria berengsek kaya raya. Hanya tampang dan uang. Semua mantan saudara laki-lakiku jelas lebih hebat darinya.
“Begini, Tuan.” Kuputuskan untuk bernegosiasi dengannya. “Bisakah kita akhiri ini saja dengan aku yang membayar ganti rugi sesuai keinginanmu?”
Dia mendengus. Aku tahu itu untuk menghinaku lagi.
“Sejumlah yang kuinginkan?” Sebelah alisnya terangkat. Ah, sialan! Ingin sekali kutinju wajahnya itu.
“Berapa jumlah yang kau inginkan, Tuan?” Aku harus bersiap untuk segala kemungkinan uang yang harus kukeluarkan. Belum lagi biaya lain di—
“Lima ratus juta saja. Itu tidak banyak, bukan?”
Hanya untuk dua dress yang bahkan belum kulihat wujud rusaknya seperti apa? Oh, demi apa pun itu. Aku melayaninya hanya sebatas sopan santun karena dia mengancamku dan Siren tidak ada di sini.
Yang kupikirkan hanya sekali perintah dari si berengsek ini, maka Siren akan menggerakkan jarinya untuk menurunkan rating Olive Dry and Cleaning, dan bibirnya bisa saja mengucapkan berita bohong yang belum tentu kebenarannya.
Persetan! Aku tidak peduli!
Sekarang aku berjalan cepat menuju ke arahnya, mendorong tubuhnya ke samping karena aku harus membuka pintu dan keluar dari sini.
Terserahlah!
Aku tidak bisa membiarkannya bertindak hanya serupa gertakan angin. Biar kita lihat sejauh apa dia bisa mempengaruhiku.
Lagipula kami tidak punya keterlibatan secara khusus. Aku hanya berurusan dengan si jalang Siren yang nomor kontaknya bahkan tidak bisa lagi dihubungi.
Baik, kita lihat saja!
“Dengar ...” Suaranya di telingaku, membuatku menyingkir, tapi dia menarik pinggangku mendekat padanya, “aku sungguh-sungguh akan melakukannya, Olive.”
“Baik,” kataku, nyali menantangku berkobar, “aku menantikannya, Tuan.”
*****
Sudah lewat dari seminggu. Aku tenang berkat panggilan-panggilan telepon dari Rhys. Dia tidak bercerita tentang apa pun yang terjadi di Yellowrin. Hanya tentang kami.
Rhys cuma terus membahas hubungan kami. Tentang susunan rencana masa depan yang sering kali kuhindari saat dia memancingku untuk membicarakannya.
Menikah.
Dan aku belum siap.
Aku belum ingin memiliki bayi yang akan terus tumbuh besar, dan kemungkinan pasti mengikuti perangai keluarga Oxley. Meski tidak kukatakan secara langsung, tapi rasa-rasanya Rhys paham akan kekhawatiranku itu.
“Olive!”
Aku terperanjat. “Rhys, nanti kuhubungi lagi.” Nyaris merosot dari genggamanku, ponsel segera kumatikan setelah Rhys mengiyakan. Dia pasti mendengar panggilan Hyra karena dia juga mengenal temanku itu, dan pernah melihatnya beberapa kali saat berkunjung ke sini.
Hyra jarang mengganggu waktu istirahatku, bahkan bisa kukatakan hampir tidak pernah. Mungkin ada sesuatu di depan, di bagian meja kasir penatu.
Benar. Hyra berdiri dengan gerak tubuh salah tingkah dan wajah pucat. Dia memandangiku, lalu bergegas menghampiriku saat aku sudah sangat dekat dengannya.
Cengkeraman tangannya terasa menembus kulitku saat dia mengguncang lenganku. “Olive, seorang pria datang menunjukkan video dan artikel yang siap diluncurkan nanti malam mengenai kelalaian penatumu. Dia hanya meninggalkan nomor ini. Kau harus segera menghubunginya sebelum dia menyebarkan ini ke semua media.”
Ah, benar-benar. Sialan kau yang entah siapa namanya.
“Berikan padaku.” Aku menadahkan telapak tanganku dengan gerak tubuh yang tampak santai, sebisa mungkin santai dari luar, tapi siap meledak di dalam.
“Aku sudah membuka filenya di komputer. Kemarilah,” ajak Hyra, sangat tergesa-gesa. Tangannya menarik lenganku ke meja kasir dengan dua komputer.
“Lihat, Olive. Dia ini penyanyi pendatang baru yang keluar sebagai juara pertama dari posisi tiga besar pada ajang pencarian bakat menyanyi lima hari lalu. Dia sedang hangat-hangatnya jadi pembicaraan masyarakat. Idola baru. Apa kau tahu siapa namanya?”
Aku segera mengangguk saat mengetahui fakta ini. “Siren Davies.” Sungguh tidak pernah kusangka ada seorang penyanyi terkenal menggunakan jasa penatu milikku. “Dia menggunakan jasa penatu kita seminggu lalu. Dua dress dengan untaian mutiara.”
“Hem, kau benar.” Hyra mengangguk. Dia juga masih mengingatnya.
Pantas saja si pria sialan yang entah memiliki hubungan seperti apa dengan Siren, begitu percaya diri saat mengancamku.
“Lihat dan dengar pengakuannya tentang penatu milikmu, Olive.”
Bersambung.
Olivia FinleyKacau!Benar-benar kacau!Siren Davies mengaku bahwa penatu milikku telah menghancurkan dua dress mutiara miliknya yang seharga satu mobilku.Bukan lagi Chevrolet Colorado pull me over red yang selalu kubanggakan saat di Yellowrin dulu. Entah, jika Rhys masih memelihara mobil itu. Si merah mencolokku.Sekarang aku memilih sedan kecil tidak terlalu tua, untuk kukemudikan di jalanan kota Halbur yang kecil ini.Dan contoh berita di artikel yang akan diterbitkan itu juga sama persis isinya dengan yang diucapkan di video oleh Siren Davies.Benar-benar sangat berniat!Dia ingin menggangguku dan berharap aku meladeninya? Tidak akan. Aku lelah hidup seperti di Yellowrin.“Segeralah temui pria ini, Olive.” Ini saran kesekian kalinya dari Hyra Lewis. Dia begitu khawatir. Mirip nenek-nenek usia tujuh puluhan.“Tidak perlu. Aku akan menghubunginya saja.
Rhys Dimitri Oxley “Aku membutuhkanmu di acara itu, Rhys.” Apa keenggananku tidak terbaca jelas lewat ekspresi wajahku ini? “Jangan gunakan Megan sebagai alasan,” kataku tegas. Dia, Audrey Mika Dawson harus diberi penolakan secara pasti jika tidak ingin menjadi duri dalam kehidupanku sejakdia muncul beberapa tahun lalu, di depan ZeeZee, ah, maksudku, Olive. “Rhys, dengar ...” Mata gelapnya menatapku, tajam, “aku tidak peduli dengan rasa bersalah yang menggerogotimu karena mendiang Megan. Acara ini memang sudah jadi impiannya sejak dulu. Dia meminta kau turut serta di dalamnya. Apa perlu kutunjukkan surat wasiatnya padamu?” Itu tidak perlu. Aku tahu itu tidak ada. Megan Laura Dawson, mantan kekasihku yang malang itu tidak pernah sempat menuliskan hal-hal tidak berguna, selain dari imajinasi liarnya yang tertuang menjadi novel fantasi yang justru berhasil membuatku lupa padanya dalam sekejap kep
Olivia FinleyTidak banyak yang berubah, kecuali satu hal itu. Dari ratusan pelanggan, hanya menyisakan belasan saja untukku.Dan tentu saja, aku harus bekerja hingga tulangku terasa akan lepas di malam hari sebelum menjelang tidur, karena pagi hingga sorenya, aku bekerja sendirian di depan mesin cuci.Seperti kataku, Hyra Lewis tidak pantas menderita karena kesalahanku, tapi tidak. Tidak, tidak, aku sangat tidak sudi mengakui kesalahan yang tidak pernah kulakukan. Dasar berengsek!“Hei, Olive. Aku datang.”Benar-benar panjang umur. Hyra muncul dengan bungkusan plastik berwarna ungu—lambang dari kafe tempatnya bekerja memang identik dengan warna itu—tersenyum, menggoyangkannya dihadapanku yang tengah telentang di sofa ruang istirahatku.“Ini akhir pekan. Seharusnya kau pergi bersama kekasih, atau menemani Nenekmu seharian di rumah.” Walau berkata begitu, aku bersyukur dia berkunjung.D
Olivia FinleyHugo tampak cukup menikmati makan siangnya bersamaku. Setelah memperkenalkan pria tampan sejagat raya ini pada Hyra Lewis, aku dan Hugo pergi mengelilingi taman bunga tidak jauh dari tengah kota Halbur.Dia banyak bertanya tentang Halbur dan aku menjawab apa yang kutahu.“Hubungan kalian tampak tidak akur.”Saat itu juga aku menoleh untuk menatap tajam padanya. “Kenapa itu harus jadi urusanmu?”Hugo terbahak. Lalu menusuk pipi kananku menggunakan telunjuknya dengan perlahan. “Aku hanya berkomentar. Sama sekali tidak bertujuan untuk mencampuri urusanmu.”Dengan wajah masam, aku hanya tersenyum kecut. Untuk itu dia memperhatikanku melalui sepasang mata teduhnya.“Aku mencemaskanmu, ZeeZee.” Nadanya serius, tapi aku tidak tahu itu benar-benar serius atau hanya ucapan di bibir saja.“Karena pria itu Rhys?”Hugo mengangguk. &
Olivia FinleyBocah ini benar-benar mengacau. Dia berguling-guling di tanah yang berkerikil hingga tubuhnya yang tidak terlindung kaus juga celana usangnya, tergores di sana sini.“Hei, berhenti berguling!” Aku sudah membentak karena tidak tahan melihat ulahnya yang disengaja. Semua mata mengawasiku seolah aku bukan ibu yang becus menjaga seorang bocah.Dia bukan anakku! Aku terlalu muda untuk anak seusia bocah ini.Ingin sekali aku berteriak marah pada setiap orang yang melirik tajam ke arahku.Dia bukan bocah enam tahun, tapi sepuluh tahun! Dia cukup pintar untuk sekedar mengingat jalan menuju rumahnya. Terutama bersandiwara seperti sekarang ini.“Bawa aku ke tempat pamanku!” Teriakan dan tangisnya semakin menjadi-jadi.Aku kehilangan kesabaran walau dua puluh lima menit belum berlalu dan aku masih bertahan. Hebat!Setelah menghembuskan napas kasar, aku sengaja berbalik meni
Olivia FinleySi bocah nyatanya menjerit-jerit minta dilepaskan sembari meronta. Aku memang tidak bisa melihatnya, tapi telingaku mendengar dengan jelas bagaimana berisiknya si bocah coba melepaskan diri.Mansion ini sepi tanpa penjaga. Membuatku curiga bahwa memungkinkan sekali jika ini hanyalah jebakan. Tapi untuk apa? Siapa yang ingin dijebak?Perlahan sembari melihat ke kiri dan kanan, aku berjalan cepat dengan kedua ujung kaki berjinjit.Sekarang aku sudah masuk melalui sebuah jendela besar rendah tanpa jeruji atau penghalang apa pun. Seolah jendela ini bisa digunakan sebagai pintu untuk masuk ke mansion ini. Menggunakan jalur lain, selain pintu depan.Daripada mansion, tempat ini lebih mirip seperti rumah tua yang ukurannya cukup besar dengan halaman yang tidak kalah luasnya.Aku berjalan hati-hati. Melihat sekeliling dan kuyakin ruangan ini pasti digunakan untuk acara pertemuan atau rapat bahkan mungkin hal lainnya.
Rhys Dimitri Oxley“Apa ini?” Aku tegak berdiri saat Audrey Mika Dawson menghadangku di loby hotel tempat aku akan menghadiri pertemuan dengan salah satu rekan bisnis legalku.“Kenangan terakhir kakakku untukmu.” Dia tersenyum manis, menyodorkan sebuah kotak berukuran sedang padaku.“Siapa yang memintamu melakukan ini?” Kutatap tajam dia dengan tujuan agar mulai detik ini, berhenti mengikutiku di setiap dia memiliki kesempatan sekecil apa pun itu.Audrey Mika yang sangat tidak mirip dengan mantan kekasih lamaku yang sudah tiada itu, tersenyum sinis.“Tentu saja aku melakukan apa yang tidak pernah sempat dia lakukan untukmu, Rhys. Untuk semua rasa sakit yang dia terima darimu.”“Kau ingin balas dendam?”“Itu rahasia.”“Bagus. Coba saja.” Aku berjalan melewatinya. Sudah ada Lucas yang akan mengatasi Audrey untukku.
Olivia FinleyAku selamat? Tidak juga.Dia hanya mendorongku masuk ke kamar dan membiarkan aku sendirian di sini. Tanpa bisa melawan. Bodohnya kau, ZeeZee!Kamar yang benar-benar sempit. Ini jelas kamar pelayan! Tidak ada celah untukku kabur. Sekarang apa? Tidur? Tidak, aku tidak bisa tidur di saat seperti ini. Walau aku justru merasa lelah dan mengantuk.Sial sekali memang. Ponselku kehabisan daya baterai saat kucoba memeriksanya sedetik lalu.Benar-benar sialan! Kutendang pintu berulang kali. Aku hanya cemas akan—“Ada apa, Olive?” Pintu terbuka sedikit. Hanya menampilkan setengah tubuh pria berengsek itu.“Katamu, kita akan bicara. Ayo, bicara sekarang. Aku tidak bisa menunggu sampai pagi. Aku harus pulang. Pekerjaanku banyak.” Aku melotot padanya. Kupegangi pundakku yang jadi pusat perhatiannya. Kemeja yang kukenakan dirobek olehnya di bagian pundak kananku.“O