Rhys Dimitri OxleyKekasihku melakukan interogasi sebelum kami berburu. Brady memaklumi hal itu dan pergi berkeliling bersama Lucas. Kami tidak akan terlambat jika cuma memakai waktu tidak lebih dari tiga puluh menit.“Ya, Sayang? Apa yang mau kau ketahui?” Kupeluk erat pinggangnya yang masih tanpa perubahan, ramping, lalu menatapnya lekat-lekat.Aku mengajaknya setengah berdansa sambil maju mundur beraturan, bergantian. Dia naik ke kakiku. Tertawa pelan, senang pastinya karena dia tidak perlu terinjak dan menginjak. Seperti dulu.“Siapa dia?” Akhirnya, itu pertanyaannya.“Temanku, Sayang.”“Kau jarang punya teman, Rhys.”“Punya, ada beberapa. Tidak pernah kuceritakan padamu. Tidak perlu kuperkenalkan juga.”“Kenapa?” Dia mendongak. Sangat serius untuk pertanyaan tentang teman-temanku yang hampir tidak pernah kutemui lagi setelah kepergian kedua orang tuaku, kecuali menyangkut urusan bisnis. Terlalu sibuk untuk sekedar kumpul-kumpul atau bermain sepak bola di malam hari.“Mereka ....”
Olivia FinleyRasanya, aku ingin berlari ke rumah Ery dan mempertanyakan kegilaannya sampai rela dilamar oleh pria sebajingan Brady.Namun nyatanya tidak. Aku tetap melangkah pelan masuk ke hutan, sambil melirik kesal pada Brady yang sedang terang-terangan menatapku. Dia melakukan itu selagi Rhys menjawab panggilannya sejak semenit lalu.Kekasihku terlalu fokus atau memang sangat mempercayai Brady, hingga dia terus saja melangkah sambil bicara serius ditelepon. Entah apa isi percakapannya, aku tidak terlalu mendengarkan karena was-was sebab bisa saja ketika tubuh Rhys berbalik, dia menangkap basah Brady yang sedang menatapku.Oh, bukan itu. Bukan maksudku aku senang diperebutkan oleh dua pria, tapi aku cuma tidak ingin ada saling todong pistol di depan mataku. Itu konyol sekali.“Apa yang kau lakukan, sialan? Kenapa menyeret Eri dalam hal ini?”“Eri?” Brady terkekeh, sebelum akhirnya terlihat menampilkan raut wajah bingung. Entah apa yang tengah dipikirkan si berengsek ini. “Aah, wani
Olivia FinleySudah tahu lengan kanannya terluka, tapi masih saja bertingkah.Beberapa jam yang lalu, kami kembali ke rumah, karena Brady yang mengalami tulang bergeser. Tidak parah, tidak. Tadi itu, Rhys langsung bertindak cepat dengan memanggil bantuan. Lucas datang setelah kami menunggu tidak lebih dari lima belas menit.Rhys mendatangkan dokter terbaik untuknya. Sekarang dia malah berlagak sombong seolah mampu minum sendiri menggunakan lengannya itu. Padahal, pelayan di rumah ini dengan senang hati membantu.Banyak tingkah! Sungguh luar biasa.“Nona Olivia, bisa tolong aku?”Dengar, ‘kan? Lagi-lagi dia cari masalah denganku.Pura-pura tuli, aku melewatinya. Pelayan sudah pergi dari hadapannya, tapi masih ada di sekitar dapur.“Nona Olivia!” Itu teriakan. Spontan aku terkejut dan berbalik. Lupa bahwa seharusnya aku mengabaikan pria itu.Aku tidak berkata-kata. Menunggunya yang datang menghampiriku.“Olive, bantu aku minum.” Dia meminta dengan suara berbisik, meski tidak dilakukanny
Rhys Dimitri OxleyKata Lucas, kudanya mengamuk karena Stellon meminta Diana menungganginya menuju sungai.Kandang belakang tidak kekurangan air, seharusnya.Menurutku, Stellon tak suka pekerjaannya dicampuri. Padahal jelas kuminta Lucas untuk berbagi tugas. Mereka bisa membagi rata atau Stellon tetap memegang peran terbanyak.Mereka baru saja pergi. William meminta Lucas menemaninya menebus obat. Diana keras kepala dengan memaksa keluar dari rumah sakit, padahal belum juga seharian dia dirawat.“Kepalamu seperti batu.”Diana meringis. Kurasa bukan karena mengharap perhatian dariku, sebab kulihat setelahnya dia bisa mengambil gelas dengan tangannya sendiri tanpa minta bantuan padaku yang cuma ada dihadapannya.“Tapi Anda datang. Itu bentuk kepedulian bagiku.”Tidak ada yang bisa kukatakan untuk menjawab, apalagi menyangkal ucapannya.Benarkah?Kenapa aku tiba-tiba datang ke sini? Setelah tadi Lucas berkata bahwa Diana mengalami patah tulang serius.“Kulipatgandakan hutangmu jika menet
Rhys Dimitri OxleySecara jelas kulihat bahwa kakinya tidak berubah bentuk. Maksudku, tidak bengkok atau jadi lebih parah dari sebelum dia terjatuh.Setengah bugil ke bawahlah yang terlambat kusadari, bahwa aku melihatnya walau tidak berlama-lama. Terpaksa kuangkat tubuhnya sambil membiarkannya menutupi kemaluannya dengan menarik ujung kaus longgarnya. Celana dalamnya tergeletak basah di lantai.“Maaf, maafkan aku, Tuan.” Permintaan maafnya tidak terdengar sungguh-sungguh. Aku tidak bodoh untuk urusan tipu menipu.Setelah membaringkannya kembali ke tempat tidur, dia mencengkeram lenganku dengan usaha yang kunilai bagus. Soal kekuatan fisik, Diana lebih baik dari ZeeZee.“Mau apa?” tanyaku setengah membentak.“Masukkan jarimu ke dalam diriku, Tuan.”“Tidak.” Kupalingkan wajah dan menghempas tanganku dari cengkeramannya, tapi dia berhasil menarik kembali untuk dituntun ke bagian tersensitif dari dirinya.“Hei, jangan paksa aku,” geramku sambil menatapnya tajam. Bisa saja dia kudorong at
Olivia FinleyRasa ingin tahuku lenyap begitu saja, ketika kulihat Rhys tengah berjalan memasuki rumah.“Jika kau berlari menyambutnya, aku akan mencegahmu dengan memelukmu dari belakang.” Suara Brady spontan membuat langkah kakiku terhenti.Sejak kapan si bajingan ini ada di belakangku?“Sekarang kau mengancamku terang-terangan setelah selesai bermain-main dengan kami?” tanyaku dengan tatapan melewati bahu.Benar-benar tidak bisa menahan diri, aku hampir saja melayangkan tinju yang kutahu tidak akan berarti apa-apa bagi seorang Brady.“Sayang, ada masalah?” Rhys menghampiri dengan langkah cepatnya. Dia berada di sisiku sebagai penenangku dari Brady.Tangan terkepalku terlepas seketika. Kutahan diriku sekuat tenaga sampai rasanya aku ingin berteriak pada Rhys dengan ucapan. “Ya. Masalah besar! Kau membiarkan bajingan ini tetap tinggal di rumahmu, sementara dia akan mengkhianatimu kapan saja dia mau!”Meski akhirnya aku cuma menjawab. “Tanyakan saja padanya.” Lalu pergi dari sana dan b
Olivia FinleyEri masih mau bercerita panjang lebar, tapi calon suaminya yang bajingan itu, tiba-tiba sekali menelepon. Seolah tahu kalau kami sedang membicarakannya. “Ya, Brad? Ah, aku di kamar ZeeZee. Oh, tidak usah. Tidak perlu ke sini. Aku akan segera ke sana sekarang. Ya? Hmm ...” Eri menatapku dengan malu-malu, “aku mengerti. Pasti kukenakan.”Haih, demi apa? Kurasa Eri bisa mati sanking senangnya.“Kenapa?” Sungguh, aku cuma basa-basi. Tidak sepenasaran itu, kecuali tentang bagaimana Eri akhirnya tertangkap hidup-hidup oleh Brady.Masih seperti tadi, malu-malu yang tidak ada gunanya, Eri menggigit bibirnya. Entah kapan terakhir kali aku pernah melihat tingkahnya seperti ini.“Brady memberikan gaun padaku, dia memintaku untuk mengenakannya saat kami bertemu.”“Sekarang?”Eri mengangguk. Buru-buru pergi dari kamarku seperti dikejar sesuatu. Tidak akan kususul. Biarkan saja. Aku perlu tidur sebentar. Paling nanti dia datang kembali sambil merengek memintaku menilai dirinya dalam
Olivia FinleyOh, si paling tampan di keluarga Oxley. Hugo.“Apa kabarmu, ZeeZee terkasih?” Dekat-dekat hanya untuk mengecup puncak kepalaku.Hei, hei. Dia satu tingkat lebih berani dari saat terakhir kali kami bertemu. Kudorong wajahnya yang ingin merapat padaku.“Hugo, hentikan.”“Rhys sedang memberi kata sambutan. Jadi dia tidak akan melihat kita,” bisik Hugo.Tinju seriusku mendarat di perutnya. “Berhenti bercanda, Hugo. Aku sungguh-sungguh saat memperingatimu.”Hugo tampak jelas berpura-pura tuli karena dia langsung beralih pada Eri yang sedang cekikikan melihat interaksi kami berdua.“Nona Eri yang cantik jelita, langsung pergi ke sisi calon tunanganmu sekarang. Rhys itu tidak pernah memberi sambutan panjang lebar.” Hugo dengan gaya pria sejati, membungkuk mempersilakan Eri seolah dia pengawal sang tuan putri.Terkikik geli, Eri menurutinya daripada aku yang sudah melotot dan tidak bisa menggapai tangannya sebab dia berlari pergi meninggalkan kami.“Wajahmu tampak tidak rela,” tu