Beranda / Fantasi / The Horizon of Jiu / 5. Pusaka Mutiara Hitam

Share

5. Pusaka Mutiara Hitam

Penulis: Sei_30
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-10 22:11:57

Shenlong mengalihkan atensinya dari Naga Huanglong ke pedang di genggaman Jiu. Tangannya terulur dan bersandar di atas punggung tangan Jiu. Tubuh mungil dalam pelukan sang pria tersentak pelan, agaknya terkejut dengan sentuhan tiba-tiba. Shenlong tersenyum tipis, kemudian menatap lekat pada sosok besar di depannya.

“Ini akan sedikit sakit,” katanya menarik perhatian Jiu. “Karena aku hanya membuka aliran qi untuk sementara. Cukup untuk mengalahkan Huanglong. Tapi tidak cukup untuk membuatmu baik-baik saja setelah ini.” Manik emas itu beralih ke arah sepasang manik coklat yang menatapnya lekat.

“Mengapa kau mau melakukan ini? Menolongku yang bukan siapa-siapa.” Tanya Jiu setelah lama terdiam.

“Kau lebih dari yang dirimu pikirkan, Jiu.” Shenlong mulai mengalirkan kekuatannya sedikit demi sedikit melalui sentuhan tangan.

“Bagaimana kau tahu namaku? Aku belum memberitahukannya padamu!”

Jiu merasakan adanya suatu energi merambat naik di bawah nadi. Dia sontak menoleh ke arah tangan yang menggenggam pedang dan digenggam Shenlong. Dari telapak tangan pemuda itu, muncul cahaya putih kebiruan, menyelimuti seluruh tangan Jiu lalu naik ke lengan. Gadis itu sempat panik, tetapi perasaan aneh seakan mengatakan kalau semua akan baik-baik saja.

Setelah cahaya itu naik ke dada, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Jiu merapatkan gigi, rasa sakit tiba-tiba menyeruak membuatnya mengerang. Suara gadis itu sontak menarik perhatian Naga Huanglong. Mata emas menatap setitik cahaya di kejauhan yang perlahan semakin terang.

“Shenlong… kau lagi-lagi menggangguku!” Geram naga kuning dan bergerak menuju ke arah mereka. “Kali ini apa yang kau lakukan pada mainan baruku?!”

Pemuda itu mengerutkan kening, tidak suka dengan kata-kata Huanglong. Tetapi masih berusaha fokus mengalirkan energi pada Jiu. Dia lalu berbisik pelan pada sang gadis, memberi sedikit instruksi sebelum naga kuning semakin dekat.

Huanglong meraung keras, tubuhnya meliuk liar di udara dan petir menyambar semakin menambah ketegangan. Tubuh sang gadis kian lama kian bersinar terang, rambut panjangnya berkibar pelan. Setelah kekuatan Shenlong memenuhi tubuh Jiu, pemuda itu melepaskan tangannya. Dia membiarkan Jiu berdiri sendiri menghadapi Huanglong.

“Haaa!”

Jiu mengayunkan pedang dari bawah ke atas, membuat tebasan lurus yang indah. Huanglong terkejut bukan main, serangan itu memiliki daya serang cukup besar dan jangkauannya luas. Satu tebasan menciptakan angin kuat dan tajam, mampu memotong apapun yang menghalangi.

“Kuh!” Huanglong bermanuver, bergerak lihai di udara menghindari serangan Jiu.

Jiu tidak menyerang dengan satu serangan, gadis itu menurunkan kuda-kuda, siap melakukan gerakan kedua. Shenlong menarik sudut bibir, merasa bangga. Dia adalah naga pengendali angin dan hujan. Melawan seekor ular tanah bukanlah hal besar baginya.

“Angin tidak pernah berhenti bergerak, baik saat siang maupun malam.” Shenlong mulai bermonolog, menatap pertarungan di depan mata.

Jiu melakukan tebasan yang kedua, cahaya putih kebiruan terlihat terang membentuk bulan sabit. Serangan itu mengenai ujung ekor Huanglong yang telat menghindar. Membuat naga penghuni Lembah Suoxi meraung marah.

“Aliran angin kerap kali berubah, namun hanya menjadi lebih pelan atau lebih cepat. Dia tidak benar-benar berhenti, atau hilang.”

Huanglong menyerang Jiu dengan batu besar, dilempar ke arah gadis itu dengan kuat. Jiu melakukan tebasan dua kali, manik coklatnya tampak tegas dan tak gentar. Batu besar itu terbelah menjadi empat bagian, lalu jatuh ke tanah.

“Apa kau tahu, Huanglong. Kalau angin terbagi menjadi beberapa tipe, dan yang sedang kau saksikan adalah Angin Lembah milik Jiu seorang.”

Tubuh gadis itu mulai gemetar, memberi tanda bahwa dia sudah sampai pada puncak batas kemampuannya. Jiu merapatkan gigi, dia tidak akan tumbang lebih dulu daripada Huanglong. Ini akan jadi serangan terakhirnya, maka dia harus mengeluarkan seluruh kekuatannya yang tersisa.

Jiu dapat merasakan tekanan udara lebih berat dari sebelumnya. Sungguh seakan ada simpul rantai tidak kasat mata yang menahannya. Tangannya menggenggam erat gagang pedang, getarannya kian kuat. Jiu berteriak keras, sebagai pendorong mental untuk melakukan tebasan berikutnya.

Shenlong tersenyum lebar, “Angin Lembah Orisinil. Tujuh Gerakan Pedang!”

Jiu melakukan tiga tebasan sekaligus dengan gerakan dasar berpedang. Gerakan yang baru saja dipelajari dari Shenlong tidak sampai sepuluh menit lalu. Serangan itu berputar cepat, menghantam badan Huanglong bertubi-tubi.

Naga pengendali tanah itu meraung kesakitan. Tidak selesai dengan tiga tebasan, serangan terakhir nyatanya merupakan awal dari terbentuknya angin topan. Pusaran dari angin ribut dengan kecepatan 120 km/jam itu menarik ujung ekor Huanglong.

Naga bersisik kuning kemerahan itu memberontak, berusaha melepaskan diri dari jeratan angin topan. Namun semakin dia berusaha lepas, semakin kuat dia tertarik ke dalam pusaran. Sampai akhirnya Huanglong benar-benar masuk dalam pusaran angin topan.

Jiu menatap pemandangan di depannya dengan wajah berkeringat, dan napas berderu kasar. Apakah dia menang?

Jawaban dari pertanyaan itu muncul setelah sepuluh menit kemudian. Angin ribut menghilang seutuhnya, meninggalkan sosok naga penghuni lembah terkapar di tanah. Melihat hal itu Jiu bernapas lega, seluruh tubuhnya seketika lemas. Gadis itu limbung, hampir jatuh jika saja Shenlong tidak menahannya.

“Kerja bagus, Jiu.” Shenlong memuji dengan senyuman manis.

Jiu memandang pemuda itu dengan terengah namun masih bisa tersenyum. Tetapi tidak lama sebelum dia merasakan rasa sakit luar biasa diseluruh tubuh. Seperti yang dikatakan Shenlong sebelumnya. Tubuh Jiu tidak terbiasa dengan kekuatan tenaga dalam, terlebih inner qi miliknya hanya dibuka sementara.

“Sa-sakit…, Argh!” Jiu mencengkram dada dan memuntahkan darah segar.

Shenlong segera menggendong Jiu, membawa gadis itu melayang turun ke tanah. Wajah sang gadis mulai pucat seputih kertas, air mukanya tidak baik. Setelah membaringkan Jiu, pemuda itu menaruh kedua telapak tangan tepat di depan dada Jiu. Sinar lembut mulai muncul dari tangan Shenlong, lalu menyelimuti seluruh tubuh Jiu dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Ada alasan mengapa rata-rata pejuang murim dilatih sejak kecil. Semua karena tubuh seorang anak terus bertumbuh dan berubah. Mereka memiliki masa ideal untuk membentuk dasar kekuatan dalam. Dan ketika kau melewati masa ‘matang’ ini, maka akan sulit untuk kembali.

Jiu berumur dua puluh tahun, sudah melewati masa ideal tersebut. Dan Shenlong membuka paksa pintu yang bahkan belum pernah dibuka. Itulah yang membuat penolakan terjadi dalam tubuh Jiu hingga mengalami efek samping cukup parah seperti ini.

“Bertahanlah, Jiu!” Setelah berhasil menahan tekanan dalam tubuh gadis itu. Shenlong mengeluarkan sebuah pil berwarna biru kehijauan. “Ini adalah Pil Kehidupan Angin Bunga Kincir. Bisakah kau menelannya, Jiu?”

Shenlong mengangkat sedikit kepala Jiu, mendorong pelan pil berbentuk bundar itu ke dalam mulut. Namun pil itu selalu dilepeh, seakan gadis itu tidak sanggup menelan apapun saat ini. Shenlong berdecak pelan, berpikir sejenak sebelum dia memasukan pil ke dalam mulutnya sendiri.

Dengan hati-hati, pemuda itu menarik dagu Jiu. Dia mendekatkan wajahnya, lalu mencium sang gadis. Dia mendorong pil tersebut agar masuk lebih dalam ke mulut Jiu. Setelah yakin sang gadis menelannya, Shenlong baru melepaskan ciumannya.

Hening sejenak, Shenlong menunggu pil itu bekerja. Di dalam tubuh sang gadis, Pil Kehidupan Angin Bunga Kincir perlahan mencair. Tepat berada di daerah jantung, obat itu segera mencari jalan dan mulai menyebar ke seluruh tubuh Jiu.

Aroma serupa angin segar bercampur mint tercium samar-samar. Shenlong memperhatikan dengan seksama, lalu segera menekan beberapa titik agar Pil Angin Bunga Kincir tidak keluar dari tubuh Jiu. Shenlong kembali menaruh kedua telapak tangan di depan dada sang gadis.

“Aku perlu memurnikannya, tidak masalah harus membuang sebagian qi yang terkandung dalam pil. Saat ini yang lebih dibutuhkan Jiu…, “

Shenlong memfokuskan pikirannya, mencoba merasakan setiap energi yang dihasilkan dari pil itu. Kemudian dengan hati-hati, dia membuang segalanya kecuali qi paling murni. Setelah sekitar sepuluh menit, akhirnya satu keping kristal berwarna biru cerah terlihat.

“Sedikit sekali,” decak Shenlong. “Baiklah, tidak masalah. Jiu memang hanya perlu kepingan kecil untuk disimpan di dalam dantian miliknya.”

Dengan hati-hati, pemuda itu menyimpan kepingan kecil ke bagian paling dalam qi murni bawaan yang selalu dimiliki setiap orang. Setelah kepingan kecil itu menyatu, maka bulatan dantian milik Jiu yang retak kini kembali semula. Saat melihat tubuh Jiu melayang di udara dengan seluruh tubuh tertutupi aura biru kehijauan, Shenlong menarik kedua tangannya.

Sekitar satu menit, Jiu melayang di udara sebelum akhirnya perlahan turun kembali. Shenlong segera memeriksa keadaan gadis itu, lalu menghela napas lega. Tidak ada kejanggalan, semua baik, tinggal menunggu gadis itu bangun.

“Ukh…,” tidak lama berselang, Jiu membuka mata.

Sepasang manik coklat mengerjap beberapa kali, sebelum pemiliknya berusaha beranjak duduk. Jiu memegang kepala, sedikit pusing. Dia lalu menyadari kehadiran Shenlong, pemuda itu menatapnya dalam diam. Jiu segera mengedarkan atensinya, mencari sosok naga bersisik kuning kemerahan.

Saat atensinya menangkap sosok Huanglong tidak jauh darinya. Jiu segera beranjak berdiri, sedikit kesulitan namun dia menolak uluran tangan Shenlong. Gadis itu segera berjalan menghampiri tubuh naga besar yang terkapar tidak bergerak.

Sebuah cahaya kuning tiba-tiba saja menyelimuti seluruh tubuh Huanglong. Tidak lama kemudian tubuh naga penguasa Lembah Suoxi mulai menyusut. Lalu dari keningnya keluar sebutir mutiara hitam, melayang di depan Jiu.

“Itu adalah Pusaka Mutiara Hitam,” ujar Shenlong menjelaskan. “Sembilan naga yang turun ke bumi masing-masing memiliki pusaka. Kau hanya akan melihatnya jika berhasil mengalahkan mereka.”

Jiu terdiam sejenak, memperhatikan lekat-lekat mutiara hitam itu. Bentuknya bulat sempurna dengan warna hitam legam. Tampak menawan seakan memiliki daya tarik tersendiri. Pertanyaannya adalah apakah pusaka ini dapat membantunya pulang?

“Kita tidak akan tahu jika tidak dicoba,” Jiu menggumamkan motto hidupnya.

Gadis itu segera mengulurkan tangan, hendak menyentuh pusaka Mutiara Hitam. Di belakangnya Shenlong memperhatikan lekat-lekat, tidak berniat menghentikan Jiu. Hal itu setidaknya menjadi poin tambahan bagi Jiu untuk percaya bahwa tidak masalah dia mengambil pusaka itu.

Saat ujung jari menyentuh permukaan Mutiara Hitam, tiba-tiba saja pandangan Jiu gelap. Gadis itu memutar kepala, melihat sekitar yang berubah kosong dan gelap. Jiu melangkah hati-hati, dia seperti sedang berjalan di atas genangan air.

“Shenlong!” panggil Jiu.

Namun tidak ada sahutan. Sekali lagi Jiu memanggil Shenlong dan Huanglong. Tetapi suara lain malah terdengar. Memanggil satu nama yang tidak pernah Jiu dengar sebelumnya.

“He Ting!”

Continue…

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • The Horizon of Jiu   87. Akhir Dari Permulaan

    Sudah sejak pagi buta para warga sibuk bergotong royong. Mereka membersihkan puing-puing bangunan Kuil Kuda Putih. Beberapa rumah mengalami kerusakan akibat pertarungan. Para pedagang juga sibuk membersihkan sisa-sisa festival. Di tengah-tengah kesibukan bersuasana duka dan tegang. Seorang anak kecil menatap ke arah langit. Tidak ada yang menyadari bahwa matahari belum juga nampak. Meski langit sudah terang namun anehnya awan malah berkumpul dan berubah mendung. Tidak lama kemudian titik demi titik hujan membasahi permukaan tanah yang kering. “Hujan? Ini benar-benar hujan?!” Seorang pemuda berseru tidak percaya, menatap ke arah langit.“Demi Naga Panlong! HUJAN TELAH TURUN! HUJAN TELAH TURUN!”“Hore! Hujan! Hujan!”Seluruh warga yang ada di dalam rumah segera keluar ketika mendengar seruan dari luar. Hujan turun dengan deras pagi itu. Sebuah keajaiban setelah ratusan tahun tanah mereka tidak didatangi fenomena alami alam. Di tengah kebahagiaan para warga. Empat naga menatap dari kej

  • The Horizon of Jiu   86. Sampai Jumpa Lagi Kawan

    Ujung kaki berusaha menapak cepat demi kembali melompat. Shi Jiu memaksa tubuhnya, meraih, menyelamatkan yang seharusnya dilindungi olehnya. Semua terjadi begitu cepat, pedang menusuk hingga tembus ke sisi lain. Mao Niu terbatuk, memuntahkan darah segar. “MAO NIU!” Shi Jiu berteriak histeris. Mata emas sang naga pelindung Danau Gang membeku. Tidak mau mempercayai apa yang dia lihat. Dengan menggunakan sisa kekuatannya, ia melompat turun. Berlutut di sebelah Mao Niu bersama Shi Jiu.“Mao Niu bertahanlah… bertahanlah aku mohon!” Panlong menekan beberapa titik di daerah dada Mao Niu demi menghentikan pendarahan. “Pa-Pan…”“Tidak usah bicara, kau diam saja!”“Ti-tidak, a-aku harus bicara…,” Mao Niu menyentuh pelan punggung tangan Panlong. “Mu-mungkin ini terakhir kali kita bicara.” sambungnya lagi yang dibalas gelengan kuat dari Panlong. “Kau akan baik-baik saja! Sama seperti sebelumnya, akan aku berikan energi kehidupanku!”“Tidak, Pan. To-tolong jangan lakukan itu.” Mao Niu terbatuk

  • The Horizon of Jiu   85. Pertarungan Besar Bag. 5

    Lengang sejenak. Huanglong menatap Shenlong lamat-lamat. Jelas dia tahu manusia mana yang dimaksud. Sang kakak tidak akan membiarkan adiknya terluka, apalagi tewas. Keputusannya memiliki alasan kuat, Huanglong juga tidak ingin tahu. Apa yang akan terjadi pada dunia ini jika salah satu dari sembilan naga tewas. Suara bantingan keras terdengar menarik perhatian para naga. Ketua sekte sedang menahan Shi Kang menggantikan Huanglong. Feng Ju terbanting ke dinding, terbatuk keras mengeluarkan cairan merah. Feng Yi terlempar ke samping usai melindungi Xiang De. Qin Xiang dan Xiang De menyerang bergantian. Song Bojing dan Lai Shoushan sudah terkapar tidak jauh dari mereka. Keduanya telah kalah telak sejak beberapa menit yang lalu. Shi Kang sendiri dalam kondisi tidak baik. Efek dari Pil Keabadian hanya bertahan beberapa menit. Semakin cepat habis jika pemakai mengeluarkan kekuatannya tak terkendali. Itulah yang dilakukan Huanglong, membuat Shi Kang menghabiskan seluruh stok Pil Keabadian.

  • The Horizon of Jiu   84. Pertarungan Besar Bag. 4

    Shi Kang lompat menyerang Shi Jiu. Gadis itu dalam kondisi lelah setelah melawan Panlong. Terlebih tidak fokus, setengah tertidur semenjak Pusaka Sisik Ikan masuk ke dalam tubuhnya. Saat ini dia benar-benar tanpa penjagaan siapapun. Tidak hanya Feng Yi yang berusaha berlari mencegah Shi Kang. Tiga pemimpin sekte juga berlari ke arahnya. Berharap berhasil mencegah tragedi. Namun semua percuma, Shi Kang tetap lebih dulu tiba di depan Shi Jiu. Siap membunuh Shi Jiu yang belum juga sadar bersama Panlong dalam pelukannya. “Nona Shi Jiu!” Tepat ketika semua orang merasa putus asa. Gagal melindungi manusia paling penting di muka bumi. Mereka benar-benar melupakan satu hal. Kenyataan bahwa Shi Jiu tidak berkeliling seorang diri. Suara besar dari ledakan terdengar disusul kepulan debu dan pasir. Tepat di tengah-tengah Shi Kang dan Shi Jiu. Sosok pemuda dengan hanfu biru gelap serta berambut hitam bermata emas. Berhasil menangkap pedang Shi Kang dengan mudahnya menggunakan satu tangan.

  • The Horizon of Jiu   83. Pertarungan Besar Bag. 3

    “Kalian semua bukan lawanku!” Shi Kang menggerung marah. Seluruh tubuhnya bersinar dengan aura biru kehitaman. Kekuatan energi Ki mengalir deras di dalam tubuhnya. Membuat dia mampu melayang di udara setinggi satu meter. Qin Xiang bersama Feng Yi sejak tadi saling bahu-membahu demi melawan Shi Kang.“Pastikan dia tidak mengganggu pertempuran Nona Shi Jiu.” Qin Xiang berbisik di samping Feng Yi. Qin Xiang menghalau serangan dari Shi Kang. Pedangnya terayun kuat mementalkan serangan ke kanan. Dari balik punggungnya, Feng Yi muncul melakukan serangan balasan. Tiga kali tebasan lurus dan satu tebasan mendatar.Daya serang terlalu dangkal demi melukai Shi Kang. Pria tua itu membuat tameng transparan dengan pedangnya. Sebelum mengayunkan pedangnya dengan ringan. Mendorong mundur sang pemuda, kembali ke samping Ketua Sekte Kuil Ci’en.“Kita tidak tahu, apa yang akan terjadi jika Shi Kang benar-benar bertarung dengan Naga Panlong. Aku tidak ingin keadaan bertambah buruk jika ada kemungkinan

  • The Horizon of Jiu   82. Pertarungan Besar Bag. 2

    “Jika tidak ada niat mengalahkanku, maka diam dan pergilah, Shi Jiu!”Ekor besar bersisik sekeras baja itu memukul Shi Jiu tepat di perut. Memantulkannya ke tanah. Debu dan pasir mengepul pekat. Detik berikutnya bayangan hitam melesat. Shi Jiu lompat menyerang ke arah Panlong. Seluruh tubuh Shi Jiu bersinar kuning keemasan. Ia menebaskan pedang berulang kali hingga menimbulkan efek ilusi. Salah satu teknik yang diajarkan oleh Huanglong.“HUJAN METEOR!” Shi Jiu menyerukan nama jurusnya. Tebasan pedang berubah menjadi tetesan cahaya memanjang. Siap menghujam tanpa ampun lawannya. Panlong mendengus kasar saat menangkis serangan seperti mengibas lalat. Shi Jiu menggeram tertahan. “Hei, mengapa aku harus bertarung melawanmu lagi?! Kau sudah aku kalahkan. Cepat berikan pusakamu padaku!” Shi Jiu kembali menyerang, kali ini menggunakan teknik yang diajarkan Longwang. Dari pedangnya muncul riak air memanjang. Ini mengingatkan Shi Jiu pada salah satu acara anime kesukaannya. Seorang pembasm

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status