Share

5. Pusaka Mutiara Hitam

Shenlong mengalihkan atensinya dari Naga Huanglong ke pedang di genggaman Jiu. Tangannya terulur dan bersandar di atas punggung tangan Jiu. Tubuh mungil dalam pelukan sang pria tersentak pelan, agaknya terkejut dengan sentuhan tiba-tiba. Shenlong tersenyum tipis, kemudian menatap lekat pada sosok besar di depannya.

“Ini akan sedikit sakit,” katanya menarik perhatian Jiu. “Karena aku hanya membuka aliran qi untuk sementara. Cukup untuk mengalahkan Huanglong. Tapi tidak cukup untuk membuatmu baik-baik saja setelah ini.” Manik emas itu beralih ke arah sepasang manik coklat yang menatapnya lekat.

“Mengapa kau mau melakukan ini? Menolongku yang bukan siapa-siapa.” Tanya Jiu setelah lama terdiam.

“Kau lebih dari yang dirimu pikirkan, Jiu.” Shenlong mulai mengalirkan kekuatannya sedikit demi sedikit melalui sentuhan tangan.

“Bagaimana kau tahu namaku? Aku belum memberitahukannya padamu!”

Jiu merasakan adanya suatu energi merambat naik di bawah nadi. Dia sontak menoleh ke arah tangan yang menggenggam pedang dan digenggam Shenlong. Dari telapak tangan pemuda itu, muncul cahaya putih kebiruan, menyelimuti seluruh tangan Jiu lalu naik ke lengan. Gadis itu sempat panik, tetapi perasaan aneh seakan mengatakan kalau semua akan baik-baik saja.

Setelah cahaya itu naik ke dada, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Jiu merapatkan gigi, rasa sakit tiba-tiba menyeruak membuatnya mengerang. Suara gadis itu sontak menarik perhatian Naga Huanglong. Mata emas menatap setitik cahaya di kejauhan yang perlahan semakin terang.

“Shenlong… kau lagi-lagi menggangguku!” Geram naga kuning dan bergerak menuju ke arah mereka. “Kali ini apa yang kau lakukan pada mainan baruku?!”

Pemuda itu mengerutkan kening, tidak suka dengan kata-kata Huanglong. Tetapi masih berusaha fokus mengalirkan energi pada Jiu. Dia lalu berbisik pelan pada sang gadis, memberi sedikit instruksi sebelum naga kuning semakin dekat.

Huanglong meraung keras, tubuhnya meliuk liar di udara dan petir menyambar semakin menambah ketegangan. Tubuh sang gadis kian lama kian bersinar terang, rambut panjangnya berkibar pelan. Setelah kekuatan Shenlong memenuhi tubuh Jiu, pemuda itu melepaskan tangannya. Dia membiarkan Jiu berdiri sendiri menghadapi Huanglong.

“Haaa!”

Jiu mengayunkan pedang dari bawah ke atas, membuat tebasan lurus yang indah. Huanglong terkejut bukan main, serangan itu memiliki daya serang cukup besar dan jangkauannya luas. Satu tebasan menciptakan angin kuat dan tajam, mampu memotong apapun yang menghalangi.

“Kuh!” Huanglong bermanuver, bergerak lihai di udara menghindari serangan Jiu.

Jiu tidak menyerang dengan satu serangan, gadis itu menurunkan kuda-kuda, siap melakukan gerakan kedua. Shenlong menarik sudut bibir, merasa bangga. Dia adalah naga pengendali angin dan hujan. Melawan seekor ular tanah bukanlah hal besar baginya.

“Angin tidak pernah berhenti bergerak, baik saat siang maupun malam.” Shenlong mulai bermonolog, menatap pertarungan di depan mata.

Jiu melakukan tebasan yang kedua, cahaya putih kebiruan terlihat terang membentuk bulan sabit. Serangan itu mengenai ujung ekor Huanglong yang telat menghindar. Membuat naga penghuni Lembah Suoxi meraung marah.

“Aliran angin kerap kali berubah, namun hanya menjadi lebih pelan atau lebih cepat. Dia tidak benar-benar berhenti, atau hilang.”

Huanglong menyerang Jiu dengan batu besar, dilempar ke arah gadis itu dengan kuat. Jiu melakukan tebasan dua kali, manik coklatnya tampak tegas dan tak gentar. Batu besar itu terbelah menjadi empat bagian, lalu jatuh ke tanah.

“Apa kau tahu, Huanglong. Kalau angin terbagi menjadi beberapa tipe, dan yang sedang kau saksikan adalah Angin Lembah milik Jiu seorang.”

Tubuh gadis itu mulai gemetar, memberi tanda bahwa dia sudah sampai pada puncak batas kemampuannya. Jiu merapatkan gigi, dia tidak akan tumbang lebih dulu daripada Huanglong. Ini akan jadi serangan terakhirnya, maka dia harus mengeluarkan seluruh kekuatannya yang tersisa.

Jiu dapat merasakan tekanan udara lebih berat dari sebelumnya. Sungguh seakan ada simpul rantai tidak kasat mata yang menahannya. Tangannya menggenggam erat gagang pedang, getarannya kian kuat. Jiu berteriak keras, sebagai pendorong mental untuk melakukan tebasan berikutnya.

Shenlong tersenyum lebar, “Angin Lembah Orisinil. Tujuh Gerakan Pedang!”

Jiu melakukan tiga tebasan sekaligus dengan gerakan dasar berpedang. Gerakan yang baru saja dipelajari dari Shenlong tidak sampai sepuluh menit lalu. Serangan itu berputar cepat, menghantam badan Huanglong bertubi-tubi.

Naga pengendali tanah itu meraung kesakitan. Tidak selesai dengan tiga tebasan, serangan terakhir nyatanya merupakan awal dari terbentuknya angin topan. Pusaran dari angin ribut dengan kecepatan 120 km/jam itu menarik ujung ekor Huanglong.

Naga bersisik kuning kemerahan itu memberontak, berusaha melepaskan diri dari jeratan angin topan. Namun semakin dia berusaha lepas, semakin kuat dia tertarik ke dalam pusaran. Sampai akhirnya Huanglong benar-benar masuk dalam pusaran angin topan.

Jiu menatap pemandangan di depannya dengan wajah berkeringat, dan napas berderu kasar. Apakah dia menang?

Jawaban dari pertanyaan itu muncul setelah sepuluh menit kemudian. Angin ribut menghilang seutuhnya, meninggalkan sosok naga penghuni lembah terkapar di tanah. Melihat hal itu Jiu bernapas lega, seluruh tubuhnya seketika lemas. Gadis itu limbung, hampir jatuh jika saja Shenlong tidak menahannya.

“Kerja bagus, Jiu.” Shenlong memuji dengan senyuman manis.

Jiu memandang pemuda itu dengan terengah namun masih bisa tersenyum. Tetapi tidak lama sebelum dia merasakan rasa sakit luar biasa diseluruh tubuh. Seperti yang dikatakan Shenlong sebelumnya. Tubuh Jiu tidak terbiasa dengan kekuatan tenaga dalam, terlebih inner qi miliknya hanya dibuka sementara.

“Sa-sakit…, Argh!” Jiu mencengkram dada dan memuntahkan darah segar.

Shenlong segera menggendong Jiu, membawa gadis itu melayang turun ke tanah. Wajah sang gadis mulai pucat seputih kertas, air mukanya tidak baik. Setelah membaringkan Jiu, pemuda itu menaruh kedua telapak tangan tepat di depan dada Jiu. Sinar lembut mulai muncul dari tangan Shenlong, lalu menyelimuti seluruh tubuh Jiu dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Ada alasan mengapa rata-rata pejuang murim dilatih sejak kecil. Semua karena tubuh seorang anak terus bertumbuh dan berubah. Mereka memiliki masa ideal untuk membentuk dasar kekuatan dalam. Dan ketika kau melewati masa ‘matang’ ini, maka akan sulit untuk kembali.

Jiu berumur dua puluh tahun, sudah melewati masa ideal tersebut. Dan Shenlong membuka paksa pintu yang bahkan belum pernah dibuka. Itulah yang membuat penolakan terjadi dalam tubuh Jiu hingga mengalami efek samping cukup parah seperti ini.

“Bertahanlah, Jiu!” Setelah berhasil menahan tekanan dalam tubuh gadis itu. Shenlong mengeluarkan sebuah pil berwarna biru kehijauan. “Ini adalah Pil Kehidupan Angin Bunga Kincir. Bisakah kau menelannya, Jiu?”

Shenlong mengangkat sedikit kepala Jiu, mendorong pelan pil berbentuk bundar itu ke dalam mulut. Namun pil itu selalu dilepeh, seakan gadis itu tidak sanggup menelan apapun saat ini. Shenlong berdecak pelan, berpikir sejenak sebelum dia memasukan pil ke dalam mulutnya sendiri.

Dengan hati-hati, pemuda itu menarik dagu Jiu. Dia mendekatkan wajahnya, lalu mencium sang gadis. Dia mendorong pil tersebut agar masuk lebih dalam ke mulut Jiu. Setelah yakin sang gadis menelannya, Shenlong baru melepaskan ciumannya.

Hening sejenak, Shenlong menunggu pil itu bekerja. Di dalam tubuh sang gadis, Pil Kehidupan Angin Bunga Kincir perlahan mencair. Tepat berada di daerah jantung, obat itu segera mencari jalan dan mulai menyebar ke seluruh tubuh Jiu.

Aroma serupa angin segar bercampur mint tercium samar-samar. Shenlong memperhatikan dengan seksama, lalu segera menekan beberapa titik agar Pil Angin Bunga Kincir tidak keluar dari tubuh Jiu. Shenlong kembali menaruh kedua telapak tangan di depan dada sang gadis.

“Aku perlu memurnikannya, tidak masalah harus membuang sebagian qi yang terkandung dalam pil. Saat ini yang lebih dibutuhkan Jiu…, “

Shenlong memfokuskan pikirannya, mencoba merasakan setiap energi yang dihasilkan dari pil itu. Kemudian dengan hati-hati, dia membuang segalanya kecuali qi paling murni. Setelah sekitar sepuluh menit, akhirnya satu keping kristal berwarna biru cerah terlihat.

“Sedikit sekali,” decak Shenlong. “Baiklah, tidak masalah. Jiu memang hanya perlu kepingan kecil untuk disimpan di dalam dantian miliknya.”

Dengan hati-hati, pemuda itu menyimpan kepingan kecil ke bagian paling dalam qi murni bawaan yang selalu dimiliki setiap orang. Setelah kepingan kecil itu menyatu, maka bulatan dantian milik Jiu yang retak kini kembali semula. Saat melihat tubuh Jiu melayang di udara dengan seluruh tubuh tertutupi aura biru kehijauan, Shenlong menarik kedua tangannya.

Sekitar satu menit, Jiu melayang di udara sebelum akhirnya perlahan turun kembali. Shenlong segera memeriksa keadaan gadis itu, lalu menghela napas lega. Tidak ada kejanggalan, semua baik, tinggal menunggu gadis itu bangun.

“Ukh…,” tidak lama berselang, Jiu membuka mata.

Sepasang manik coklat mengerjap beberapa kali, sebelum pemiliknya berusaha beranjak duduk. Jiu memegang kepala, sedikit pusing. Dia lalu menyadari kehadiran Shenlong, pemuda itu menatapnya dalam diam. Jiu segera mengedarkan atensinya, mencari sosok naga bersisik kuning kemerahan.

Saat atensinya menangkap sosok Huanglong tidak jauh darinya. Jiu segera beranjak berdiri, sedikit kesulitan namun dia menolak uluran tangan Shenlong. Gadis itu segera berjalan menghampiri tubuh naga besar yang terkapar tidak bergerak.

Sebuah cahaya kuning tiba-tiba saja menyelimuti seluruh tubuh Huanglong. Tidak lama kemudian tubuh naga penguasa Lembah Suoxi mulai menyusut. Lalu dari keningnya keluar sebutir mutiara hitam, melayang di depan Jiu.

“Itu adalah Pusaka Mutiara Hitam,” ujar Shenlong menjelaskan. “Sembilan naga yang turun ke bumi masing-masing memiliki pusaka. Kau hanya akan melihatnya jika berhasil mengalahkan mereka.”

Jiu terdiam sejenak, memperhatikan lekat-lekat mutiara hitam itu. Bentuknya bulat sempurna dengan warna hitam legam. Tampak menawan seakan memiliki daya tarik tersendiri. Pertanyaannya adalah apakah pusaka ini dapat membantunya pulang?

“Kita tidak akan tahu jika tidak dicoba,” Jiu menggumamkan motto hidupnya.

Gadis itu segera mengulurkan tangan, hendak menyentuh pusaka Mutiara Hitam. Di belakangnya Shenlong memperhatikan lekat-lekat, tidak berniat menghentikan Jiu. Hal itu setidaknya menjadi poin tambahan bagi Jiu untuk percaya bahwa tidak masalah dia mengambil pusaka itu.

Saat ujung jari menyentuh permukaan Mutiara Hitam, tiba-tiba saja pandangan Jiu gelap. Gadis itu memutar kepala, melihat sekitar yang berubah kosong dan gelap. Jiu melangkah hati-hati, dia seperti sedang berjalan di atas genangan air.

“Shenlong!” panggil Jiu.

Namun tidak ada sahutan. Sekali lagi Jiu memanggil Shenlong dan Huanglong. Tetapi suara lain malah terdengar. Memanggil satu nama yang tidak pernah Jiu dengar sebelumnya.

“He Ting!”

Continue…

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status