The Key Of Island

The Key Of Island

last updateLast Updated : 2025-01-22
By:  M4Y5Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
6Chapters
96views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Segala sesuatu di sekitar Flinz menjadi gelap, seperti berada dalam ruang tanpa batas. Ia tidak merasakan apapun-tidak sakit, tidak panas, bahkan tidak dingin. Rasanya seperti tubuhnya telah lenyap, namun pikirannya masih terjaga. "Apa ini? Apakah aku sudah mati? Tapi... kenapa aku masih bisa berpikir?" pikirnya. Dalam kehampaan itu, Flinz mencoba bergerak, tapi tidak ada yang terjadi. Tubuhnya tidak merespons, seperti mengambang di ketiadaan. Ia mencoba berteriak, namun suaranya tak keluar. Yang ada hanyalah sunyi. Waktu terasa berjalan lambat, atau mungkin berhenti sama sekali. Flinz tidak tahu berapa lama ia terjebak di dalam kehampaan ini. Rasa bingung mulai berubah menjadi cemas, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu.

View More

Chapter 1

Bab 1: Awal Dari Sebuah Akhir

Langit di kota itu memancarkan warna jingga saat mentari pagi mulai menembus jalanan kota yang sibuk. Orang-orang berlalu-lalang, sibuk dengan urusan masing-masing. Di salah satu sudut jalan, seorang pria muda bernama Flinz sedang menyapu trotoar. Dengan tubuh tegap namun wajah penuh kelelahan, ia menggerakkan sapunya, mengumpulkan dedaunan dan sampah yang berserakan.

Flinz mengenakan seragam oranye khas tukang sapu. Pakaian itu penuh noda dan debu, mencerminkan rutinitasnya yang tak pernah berubah. Ia bekerja tanpa banyak bicara, wajahnya kosong tanpa ekspresi. Sesekali, ia berhenti sejenak untuk menghapus keringat di dahinya.

Flinz menatap ke arah jalan yang dipenuhi kendaraan. Matanya mengikuti mobil-mobil yang melaju cepat, membayangkan kehidupan yang jauh dari apa yang ia miliki sekarang.

"Lihat mereka, semua punya tujuan. Mereka punya tempat untuk pergi, hal-hal yang harus dilakukan. Sementara aku...? Aku hanya di sini, berdiri dengan sapu ini setiap hari. Apa gunanya semua ini?" pikir Flinz.

Suara klakson kendaraan membuatnya tersadar dari lamunannya. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya dengan lesu. Namun, dalam hati kecilnya, ia tak bisa menyangkal perasaan hampa yang terus menghantuinya.

Flinz tinggal sendirian di sebuah kontrakan kecil yang sempit. Kesehariannya hanya dihabiskan untuk bekerja, makan seadanya, lalu tidur. Teman-teman masa kecilnya sudah lama hilang kontak. Keluarganya? Mereka pun telah tiada, meninggalkan Flinz dalam kesendirian.

"Apa hidupku ini punya arti? Apa aku akan terus begini sampai tua? Atau sampai aku mati...?" pikir Flinz, dengan rasa frustasi yang tak pernah ia ungkapkan pada siapa pun.

Di tengah refleksi itu, seorang anak kecil berlari ke arahnya, hampir menabraknya. Flinz hanya menggeleng, tersenyum kecil pada anak itu sebelum kembali bekerja. Anak itu tertawa, menggenggam tangan ibunya yang sedang berbelanja.

"Dulu aku juga seperti itu. Punya tawa, punya kebahagiaan. Tapi sekarang semua itu hilang... Aku hanya tinggal cangkang kosong yang berjalan tanpa arah," gumam Flinz.

Hari itu terasa lebih panas dari biasanya. Flinz menghapus keringat di wajahnya lagi, memandangi jalan yang panjang dan penuh debu. Hatinya terasa berat, seperti ada beban tak terlihat yang selalu ia bawa ke mana pun ia pergi.

"Mungkin... hidupku memang hanya seperti ini. Mungkin aku memang ditakdirkan menjadi bayang-bayang di tengah keramaian," pikirnya.

Ia menghela napas panjang, menatap matahari yang semakin meninggi. Hari itu terasa seperti hari-hari sebelumnya—hampa, monoton, dan tanpa tujuan. Tapi, ia tidak tahu bahwa hidupnya akan berubah selamanya dalam waktu yang sangat dekat.

Siang itu, Flinz masih sibuk menyapu pinggiran jalan. Matahari terasa membakar kulit, membuat peluhnya mengucur deras. Jalanan mulai dipenuhi kendaraan yang berlalu-lalang, menciptakan suara bising yang mengisi udara. Beberapa mobil melaju dengan kecepatan tinggi, meski area itu merupakan kawasan padat penduduk.

Flinz berjalan perlahan, memungut sampah plastik yang terselip di antara celah trotoar. Ia bergerak ke tepi jalan, sedikit menunduk untuk membersihkan sampah yang tersangkut di bawah pot bunga besar. Dalam keheningan kecilnya, suara tawa dan percakapan orang-orang terasa jauh, seolah-olah ia hanyalah bayangan yang tak dilihat oleh siapa pun.

Namun, saat itu, sebuah mobil melaju terlalu cepat di tikungan jalan. Sopirnya tak memperhatikan bahwa Flinz sedang berada di pinggiran jalan.

BRAAK!

Flinz terpental ke udara sebelum tubuhnya jatuh menghantam aspal. Dentuman keras itu membuat orang-orang di sekitar tersentak. Mereka menoleh ke arah Flinz yang kini tergeletak tak berdaya. Tapi, sebelum siapa pun sempat mendekat, mobil itu sudah kabur, meninggalkan jejak ban di atas jalan.

Tubuh Flinz terasa seperti dihantam ribuan batu. Rasa sakit menjalar dari kepala hingga ujung kakinya. Darah mengalir dari pelipisnya, membasahi jalan yang panas. Pandangannya kabur, dan suara bising kendaraan mulai memudar.

"Jadi... ini akhirnya? Hidupku akan berakhir di sini, di pinggir jalan, seperti seonggok sampah yang biasa ku bersihkan setiap hari. Gumam Flinz"

Flinz berusaha menggerakkan tangannya, tapi tak ada respons. Rasa dingin mulai menyelimuti tubuhnya. Ia memandang ke langit, menyadari bahwa hidupnya benar-benar berada di ujung tanduk.

"Tidak ada yang akan menangisi kepergianku. Aku sebatang kara... dan aku bahkan tidak peduli. Hidup ini hanya rutinitas tanpa arti. Jika ini akhirku, maka... biarlah."

Orang-orang mulai berkumpul di sekitarnya, beberapa mencoba menelepon bantuan. Namun, suara mereka terdengar seperti bisikan jauh di telinganya. Pandangannya semakin buram, dunia terasa mulai memudar menjadi kegelapan yang pekat.

Dalam detik-detik terakhirnya, Flinz merasa bahwa waktu berhenti. Ada ketenangan aneh yang menyelimutinya, meskipun tubuhnya masih terasa sakit.

"Mungkin... ini lebih baik. Mungkin, akhirnya aku bisa berhenti merasa hampa. Tapi kenapa... aku merasa seperti ada sesuatu yang belum selesai?" pikirnya.

Kegelapan semakin menelan pandangannya. Dunia di sekitarnya lenyap, dan ia tidak lagi merasakan apa pun.

Di saat itulah, Flinz merasa tubuhnya mulai berubah. Rasa sakit perlahan mereda, digantikan oleh sensasi aneh seolah-olah dirinya mulai menghilang.

Segala sesuatu di sekitar Flinz menjadi gelap, seperti berada dalam ruang tanpa batas. Ia tidak merasakan apapun—tidak sakit, tidak panas, bahkan tidak dingin. Rasanya seperti tubuhnya telah lenyap, namun pikirannya masih terjaga.

"Apa ini? Apakah aku sudah mati? Tapi… kenapa aku masih bisa berpikir?" pikirnya.

Dalam kehampaan itu, Flinz mencoba bergerak, tapi tidak ada yang terjadi. Tubuhnya tidak merespons, seperti mengambang di ketiadaan. Ia mencoba berteriak, namun suaranya tak keluar. Yang ada hanyalah sunyi.

Waktu terasa berjalan lambat, atau mungkin berhenti sama sekali. Flinz tidak tahu berapa lama ia terjebak di dalam kehampaan ini. Rasa bingung mulai berubah menjadi cemas, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu.

Tiba-tiba, sebuah sensasi hangat muncul di sekitar dirinya. Sensasi itu semakin kuat, seolah-olah ia sedang ditarik ke arah tertentu.

"Apa yang sedang terjadi? Apakah ini akhir dari kematian? Atau… apakah ini awal dari sesuatu yang lain?" pikir Flinz.

Cahaya samar mulai muncul di kejauhan, perlahan-lahan menerangi kegelapan yang menyelimutinya. Cahaya itu seperti embun pagi yang berkilauan, namun terasa aneh dan tidak nyata.

Perasaan aneh mulai merambat di tubuhnya—tubuh yang sebelumnya terasa hilang, kini perlahan kembali. Jari-jarinya bisa ia gerakkan, diikuti oleh tangan, kaki, dan seluruh tubuhnya. Namun, sesuatu terasa berbeda.

Saat cahaya itu semakin terang, Flinz mulai merasa seperti sedang dikelilingi oleh arus energi yang luar biasa. Tubuhnya seolah dihimpit oleh tekanan kuat, namun tidak menyakitkan. Ketika ia hampir tidak tahan lagi dengan sensasi tersebut, semuanya tiba-tiba berhenti.

Flinz membuka matanya. Ia mendapati dirinya terbaring di lantai yang dingin dan keras. Langit-langit di atasnya gelap dan berbatu. Suara tetesan air yang berulang-ulang menggema di sekitarnya.

"Di mana aku?" pikir Flinz, bingung.

Ia bangkit perlahan, menyadari bahwa tubuhnya terasa berbeda. Tangannya lebih kecil, lebih halus. Ia memandangi tubuhnya dengan mata melebar, terkejut melihat sosok seorang anak remaja.

"Apa-apaan ini? Ini bukan tubuhku! Aku… aku jadi lebih kecil?!"

.

.

.

Bersambung ...

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
6 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status