Untuk pertama kalinya setelah beberapa waktu berlalu, akhirnya Utari dapat merasakan kembali kehangatan keluarga yang utuh di meja makan. Malam itu Utari sengaja memasak banyak makanan untuk menyambut kedatangan suaminya. Damar pun tampak lahap menyantap makanan yang Utari masak untuknya, raut bahagia nampak jelas di wajah Utari. Setelah makan malam usai, Utari segera menarik lengan Damar ke kamarnya. Ia tak sabar ingin segera bermanja dengan suami yang sudah sangat ia rindukan.
"Kakang aku sangat merindukanmu," kata Utari sambil bermanja di pelukan Damar.
"Benarkah ?" Damar sedikit tak nyaman saat Utari bermanja seperti itu.
"Iya, sangat rindu. Apa kau tak merindukanku ?"
"Tentu ... tentu rindu," jawab Damar berusaha membuat Utari senang.
"Apa kita hanya akan berpelukan seperti ini ?" Utari menatap Damar dengan penuh harap. Untuk sesaat Damar memandangi wajah itu, wajah seorang istri yang harusnya ia cintai dengan sepenuh hati. Damar sangat muak d
Putri masih terbaring di ranjangnya. Luka sayat di perutnya lumayan dalam sehingga membutuhkan waktu lebih untuk penyembuhan. Hari itu Damar telah kembali ke istana setelah sehari sebelumnya pulang ke desa. Ia buru-buru menghadap untuk mengetahui keadaan putri serta memberitahukan hasil penyelidikannya."Bagaimana keadaan Gusti saat ini ?" tanya Damar."Aku semakin membaik. Galuh bilang kau pulang ke desa ?""Benar Gusti. Sebenarnya hamba sedang mengejar salah satu pengawal yang menghilang setelah kejadian itu.""Pengawalku ?""Benar, Gusti."Sehari setelah kejadian naas yang putri alami, salah satu prajurit putri tiba-tiba menghilang. Damar menaruh curiga pada orang itu. Jika ia terbunuh, jasadnya pasti telah ditemukan, namun tak ada laporan kematian yang ia terima dari prajurit yang betugas. Tak ada yang tahu pasti dimana ia berada. Damar telah mendatangi keluarga, kerabat dan orang-orang terdekatnya, namun tak membuahkan hasil. Hing
Setelah beberapa hari keadaan putri berangsur membaik. Untuk membunuh kebosanan karena terus berbaring di atas ranjang, pagi itu putri ingin menghabiskan waktu di taman sambil menekuni kembali hobi melukisnya. Putri melukis setangkai bunga anggrek bulan yang sangat indah."Ampun, Gusti. Putri Nari ada di luar ingin bertemu," kata penjaga melapor."Persilahkan masuk.""Baik, Gusti."Putri Nari tiba di taman belakang istana kediaman Putri Sekar Ayu. Putri Nari adalah sepupu Putri Sekar Ayu, anak dari salah satu adik kandung Raja Widharma. Ia sebenarnya baik, namun sikap manja dan kekanak-kanakannya terkadang membuat repot seisi istana."Bagaimana keadaanmu, Putri ?" sapa Putri Nari sambil tersenyum manis."Semakin membaik, Putri. Terimakasih telah menyempatkan waktu berkunjung kemari.""Wah, lukisan ini sangat indah. Aku iri padamu, sebenarnya apa yang tak bisa kau lakukan, Putri ?""Kau terlalu memujiku, Putri Nari.""Per
Malam semakin larut. Damar masih terjaga di sekitar kediaman putri memantau situasi. Sejak kejadian di hutan Rawan, pengawalan di kediaman putri semakin diperketat guna mencegah penyusup yang bisa saja sewaktu-waktu melukai putri. Selama pelaku percobaan pembunuhan putri belum tertangkap mereka tak akan bisa bernafas dengan tenang. Apalagi putri tinggal sekandang dengan srigala yang bisa menerkamnya kapan saja.“Aaaa …” tiba-tiba terdengar teriakan dari kamar putri. Damar dan beberapa pengawal segera berlari menuju kamar putri. Saat itu putri duduk di tepian ranjang dengan nafas yang memburu. Damar segera menghampiri putri untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.“Ada apa, Gusti ?”“Mimpi itu muncul lagi,” jawab putri ketakutan.Damar sedikit bernafas lega ternyata putri tidak sedang dalam bahaya, ia hanya bermimpi buruk saja. Memang setelah kejadian penyerangan di hutan, putri jadi sering bermimpi
Malam berganti pagi.Putri meminta Damar melakukan penyamaran karena hari ini putri ingin pergi keluar istana menikmati udara segar, tentu tanpa protokol ketat kerajaan dan tanpa sepengetahuan keluarganya. Berhari-hari terkurung di istana membuatnya sangat bosan. Seperti burung, ia ingin terbang bebas kemana pun ia mau. Damar dan Putri Sekar Ayu berhasil meninggalkan istana tanpa hambatan sedikit pun. Mereka membaur dengan warga tanpa menimbulkan kegaduhan. Putri ingin merasakan hidup normal seperti rakyatnya yang lain."Kita mau kemana, Gusti ?" tanya Damar."Emm, aku ingin pergi ke pasar. Ada makanan yang sangat kusukai. Kau harus mencobanya," jawab putri bersemangat. Damar hanya bisa menurutinya, walau sebenarnya agak khawatir.Sesampainya di pasar, putri membeli beberapa barang dan jajanan pasar yang ia sukai. Ia juga membelikan beberapa untuk Damar. Putri tampak sangat menikmati waktu yang ia habiskan bersama Damar. Dulu ia sempat kesepian seti
Damar membawa putri berlari untuk menghindari kejaran para penjahat. Beberapa kali putri tampak memandangi tangannya yang bertautan dengan tangan Damar. Putri tersenyum, lelahnya seolah tak dirasa saat Damar menggenggam tangannya seperti itu."Sepertinya sudah aman, Gusti," kata Damar terengah-engah setelah lolos dari kejaran para penjahat."Aku tak sanggup lagi berlari." Putri tampak kelelahan sambil masih menggenggam tangan Damar dengan erat. Mereka saling menatap canggung, lalu putri buru-buru melepaskan tangan Damar begitu menyadari hal itu."Pria itu ... lihat saja nanti," kata putri mengalihkan perhatian Damar."Hamba tahu siapa dia, Gusti.""Baguslah. Aku akan menghukumnya dengan berat."Damar hanya tersenyum melihat kekesalan putri."Kenapa ?" kata putri setelah melihat senyum Damar."Tidak, Gusti. Di dekat sini ada bukit yang sangat indah. Bagaimana kalau kita beristirahat sejenak di sana ?""Baiklah," jawab put
Kian hari kedekatan antara Damar dan Putri Sekar Ayu semakin erat. Usaha Damar untuk membuang jauh rasa cintanya pada putri gagal total. Bagaimana bisa ia menghilangkan perasaannya jika setiap hari mereka selalu bersama. Sebagai pengawal pribadi putri, Damar diharuskan untuk selalu berada di dekat putri, bahkan dalam hal-hal kecil pun putri selalu melibatkan Damar di dalamnya. Belum lagi ciuman itu, membuat Damar dan putri semakin terikat satu sama lain.Kedekatan mereka memicu para dayang di kediaman putri mulai bergosip. Awalnya hanya di lingkup keputren, namun desas-desus itu semakin bergulir liar seperti bola salju yang kian membesar. Tak butuh waktu lama, kabar itu akhirnya sampai juga di telinga Utari. Kerabatnya yang juga bekerja sebagai abdi di istana mengabarkan bahwa suaminya kini sedang menjalin kedekatan dengan sang putri. Bagai disambar petir, hati Utari teriris setelah mendengar kabar itu. Pantas suaminya tak mau menyentuhnya, ternyata di hatinya telah ada wanit
Putri terkejut saat mendengar pertanyaan Ratu Pancawati. Gosip itu memang sudah sempat ia dengar, namun ia tak menyangka akan secepat itu sampai di telinga ratu. "Itu tidak benar, Ibunda. Dia hanya pengawalku," jawab putri membela diri. "Aku percaya padamu, Putri. Mana mungkin kau berhubungan dengan seorang pengawal." Putri menelan ludahnya dalam-dalam saat mendapat sindiran itu. Ia hanya diam tak berani menatap wajah ratu. "Bersiaplah, Putri. Rencananya pangeran dari Kerajaan Panca akan datang." Perkataan Ratu Pancawati membuat putri terkejut. Jelas itu bukan berita yang baik untuknya. "Maksud Ibunda ..." "Ya, kau harus segera bertemu dengan jodohmu, Putri." "Tapi aku belum siap, Ibunda." "Kalau begitu ganti pengawalmu !!" kata ratu dengan tegas. "Tidak mungkin ..." jawab putri tak kalah tegas, lalu ia segera sadar kalau tak seharusnya ia berlebihan seperti itu. "Dia ... dia dipi
Rombongan dari Kerajaan Panca telah sampai di istana Welirang, mereka disambut hangat oleh keluarga kerajaan. Seperti yang ratu katakan sebelumnya, Putri Sekar Ayu akan dijodohkan dengan seorang pangeran dari Kerajaan Panca. Ya, setelah melalui banyak pertimbangan Putri Sekar Ayu akhirnya memilih pangeran dari Kerajaan Panca untuk menyelamatkan posisi Damar di istana. Walau berat, putri harus melakukannya. Lagipula ia tak yakin rasa cintanya pada Damar akan berakhir indah. Sebagai seorang putri dan calon ratu, tak mungkin ia diperkenankan menjalin hubungan dengan seorang abdi. Jika itu terjadi, maka ia harus rela melepas gelar kebangsawanannya, sedangkan ia telah berjanji pada Senopati Ageng untuk selalu menjaga tahta itu. Putri tak ingin mengecewakan rakyat dan kedua orang tuanya yang telah mempercayakan tahta itu padanya. Dengan adanya Damar di istana itu dirasa sudah cukup, karena mengharapkan sesuatu yang lebih hanya akan membuatnya sakit di kemudian hari. Putr