Mata Mia mengerjap mendapat sentuhan lembut. Hatinya kini penuh sesak oleh bunga-bunga, hingga Mia tak bisa menebak mana perasaan yang sesungguhnya. Antara senang dan takut, Mia tak bisa merabanya dengan pasti. Jelas saja, karena pria itu adalah orang pertama yang menyentuh kepalanya selain ayah dan kakaknya.
"Perhatian! Kepada seluruh peserta MOS, harap segera kembali ke aula." Terdengar seruan senior laki-laki dari depan aula.
Laki-laki dewasa yang kali ini mengenakan kemeja biru muda, menyelipkan kedua tangan ke dalam saku celana bahan berwarna abu tua. Dia tersenyum melihat wajah panik Mia yang lucu lalu berlari tanpa menoleh lagi.
Langkah Mia melambat saat teringat siapa laki-laki tersebut. Mia menyesal karena tak sempat berterima kasih karena sudah memasangkan ember rumbai-rumbai ini. Mia tersipu sambil jemarinya menyusuri permukaan ember yang kini tidak terlalu konyol baginya.
"Mia! Sini!" seru Indira ketika melihat Mia yang celingukan di ruang aula. Rupanya, posisi duduk sekarang telah diubah berdasarkan nomor urut kelompok.
"Kok, diubah?" tanya Mia dengan napas tersengal. Ada ekspresi lega yang terluhat di wajah Mia. Hanya lima detik terlambat saja, ia sudah tahu ganjaran yang dapat diperoleh.
"Diurut berdasarkan nomor kelompok, Mi," jawab Rossa. "Enggak tahu untuk apa. Oh iya, nama kelompok kita Ijo Lumut."
Mia hanya mengangguk. Kemudian setelah seluruh siswa sudah berkumpul, pembawa acara MOS mengambil alih komando.
"Besok kita mau ada game, ya! Tujuannya agar kalian semua bisa mengenal setiap sudut dan ruangan dari sekolah tercinta kita." Pembawa acara menjelaskan tentang kegiatan selanjutnya. "Tapi sebelum itu, kalian haris buat yel-yel dulu hari ini." Pembawa acara diam sejenak, memerhatikan ratusan wajah adik kelasnya, sebelum melanjutkan instruksi. "Buatlah yel-yel sekreatif mungkin, dan jangan lupa sebutkan nama kelompok. Oh iya, tentukan juga ketuanya," imbuhnya lagi sebelum kembali berujar, "Sekarang saya kasih waktu dua puluh menit untuk membuat yel-yel."
Mia suka ini. Membuat yel-yel artinya keadaan tidak akan setegang tadi pagi. Begitu pula dengan peserta MOS lainnya yang memperlihatkan antusias sama. Samar-samar mulai terdengar senandung lagu yang sedang hits dari grup musik terkenal pada tahun 2000-an. Sebagian ada yang memilih lagu anak-anak dan ada pula yang memilih lagu tradisional.
Kelompok Mia tak kalah riuhnya ketika mencari lagu yang paling catchy untuk yel-yel. Satu hal yang Mia baru tahu selama proses ini, ternyata anak laki-laki lebih pintar dalam membuat yel-yel—tentu saja bukan yang cupu.
Salah satunya Kayobi. Dialah yang mengambil alih kendali dalam pembuatan yel-yel; mulai dari membuat lirik, hingga lagu yang ditentukan. Sementara anggota lain hanya ikut-ikutan. Kesigapannya itu, tak ayal membuat Kayobi dinobatkan sebagai ketua kelompok. Meski sempat menolak, tetapi akhirnya dia menerima.
"Oke, gue contohin dulu, ya," ucap Kayobi yang ingin memeragakan yel-yel karangannya. "Eheemm ...."
"IJO LUUMUUT, KAMI IJO LUMUUT ...." Kayobi sangat bersemangat menyanyikan yel-yel yang merupakan hasil plesetan salah satu lagu grup musik bernama Tipe-Y dengan judul 'Sakit Hati'. Namun perlahan suara Kayobi itu mengecil kemudian menghilang dalam pendengaran Mia. Tapi tenang, Mia bukan pingsan. Melainkan terbuai oleh kejadian yang dia alami tadi. Senyum mungil di bibir Mia pun tak tertahankan lagi, selaras dengan kedua pipi tembamnya yang merona.
"Mia! Kamu kenapa senyum-senyum gitu? Hey!" Rossa mendorong bahu Mia.
"Eh, gak apa-apa, Cha." Mia mengerjap juga menggeleng cepat, membuat poninya ikut bergerak.
"Aaaa, gue taaauu Mia kenapa," ejek Kayobi. Matanya mengerling, bersamaan dengan alis tebalnya yang naik sekali.
"Hah? Emang, kamu lihat, Bi?" Mia terbelalak.
"Jangan panggil 'Bi', ah! Emangnya gue bibi?" protes Kayobi, "Kay aja yang kerenan."
"Yaaa, terserah! Emang kamu lihat tadi, KAAAY?"
"Mmmm ... kasih tahu gak, yaaa?!" Kayobi tersenyum jail.
"Kayobiiiii." Mia mulai emosi.
"Iiih, lihat apaan, sih?" tanya Rossa dan Indira bersamaan.
"Jadii, tadi itu—"
"KAYOBI!" Mia melempar pulpen kemudian menyilangkan tangannya di dada.
"Kenapa, sih? Gak apa-apa, kalii," tukas Kayobi.
"Ya, gak di sinilah, Kaaaay." Mia melebarkan matanya.
"Eh, udah-udah! Kapan mau ngapalin yel-yelnya kalo becanda terus!?" protes salah satu siswi lain. Mereka pun menurut, karena apa yang gadis berwajah kaku itu sampaikan ada benarnya.
Tanpa terasa, seluruh kelompok telah menampilkan yel-yelnya di depan aula. Semuanya bagus, lucu, dan menghibur sekali. Lumayan untuk menutup hari pertama yang sempat dibuka dengan kebodohan oleh Mia. Kemudian pembawa acara kembali maju ke depan. Kali ini bersama lima belas panitia lainnya termasuk Rangga yang berada di tengah barisan.
"Baiklah adik-adik semua, kita tutup kegiatan kita hari ini. Terima kasih banyak atas partisipasinya, dan jangan lupa perbekalan yang harus dibawa besok."
Para siswa baru angkatan 2004, satu persatu mulai bangkit dari duduk dan mengenakan tasnya masing-masing. Kebanyakan dari mereka meregangkan tubuhnya ketika berdiri, karena pegal setelah duduk tanpa sandaran cukup lama. Meskipun terasa lelah, tetapi bel pulang sekolah yang berbunyi tepat jam tiga sore, mampu menghilangkannya dalam sekejap. Malah di antara mereka—kebanyak laki-laki—berencana untuk nongkrong dulu sebelum pulang.
"Eh, kita bareng kan pulangnya?" tanya Mia yang sedang merapikan bawaan. "Soalnya aku belum pernah naik angkot dengan jarak sejauh ini."
"Serius lo, Mia?" tanya Kayobi.
"Iya." Mia mengangguk.
"Emang lo belom pernah ke daerah Fatmawati?"
"Ya, pernaaah. Cuman biasanya kan naik mobil sama keluarga. Kalo naik kendaraan umum belom pernah."
"Oh, gitu. Ya udah, yuk, jalan!"
Mia dan ketiga teman barunya berjalan ke luar sekolah yang terletak di dalam perumahan, menuju jalan raya sekitar lima ratus meter. Jarak yang cukup jauh untuk membuat siapa pun kekurangan oksigen.
"Waduh, lumayan engap, nih, kalo telat," celetuk Mia.
"Iya, ya, bener juga."
"Kamu gak nongkrong dulu, Kay?" Rossa bertanya malu-malu.
Kayobi menggeleng. "Enggak, Cha. Kan Gue udah bilang, gue gak ada temen di sini."
"Terus tadi pas istirahat kamu ke mana?" tanya Rossa lantas melanjutkan, "Kirain sama temen-temen SMP dulu."
"Oooh itu. Tadi gue ngerokok. Biasalah."
"Terus kenapa kamu masuk sini?" Kali ini giliran cewek batak blesteran yang bertanya.
"Pengen suasana baru aja. Kan, dari SD sekolah di Ciputat. Tadinya, sih, pengen masuk SMA unggulan di sini. Tapi otak gue gak nyampe. Hehe."
"Udah gitu, ya," lanjut Kayobi sambil membetulkann posisi tasnya. Sepintas ada ekspresi muka jail yang terpancar. "Gue pengen sekolah yang bener."
"Ya, bagus, dong, Kay," ucap Mia.
"Iya, makanya gue mau temenan sama kalian yang masih kaya anak kecil, hahahahaa." Kayobi tertawa puas.
"Bajunya gede-gede, selalu dimasukin. Jadi gue yakin kalian pasti rajin belajar, hahahaha," lanjutnya lagi.
Belum sempat ketiga cewek itu membalas ejekan Kayobi, tiba-tiba dia menarik sedikit rambut Mia. "Apalagi ini, nih! Udah rambut pendek, pake poni pulak."
"Iiih! ya, udah sana! jangan temenan sama kita lagi!" sungut Mia sambil mendorong tubuh Kayobi. Tak lupa Indira dan Rossa juga ikut mendorongnya.
"HAHAHAHHAAA!" Bukannya marah, Kayobi justru malah tertawa semakin keras. Saking kerasnya dia sampai tersedak.
"Enggak kali, gue becanda." Kayobi mengeluarkan rokok dan korek dari saku celananya. "Gue sambil ngerokok ya? mumpung belum naik angkot," tanya Kayobi, tetapi tak ada yang merespon.
"Eh, kalian beneran marah? Ya, ampun." Dia menyalakan rokoknya. Asap putih serupa awan kecil menyembul dari sela-sela mulutnya.
"Nih, lagian gue tuh kurang suka sama cewek yang dandanannya terlalu gaul kalo sekolah." Kayobi mengembuskan asap rokoknya ke udara. "Gue lebih seneng yang kayak kalian."
"Kenapa emang? tanya Indira.
"Karena bosen. Soalnya yang deketin gue rata-rata kaya gitu semua. Gue kan ganteng. Hehe."
Ketiga cewek yang semuanya belum pernah jatuh cinta itu sepakat untuk berjalan lebih cepat, meninggalkan Kayobi dan tak mengubrisnya.
"Eh, tungguin donk!" Kayobi mengejar mereka. "Hahaha, kalian lucu."
Menyadari Kayobi yang berusaha mengejar, mereka pun berlari sambil tertawa-tawa. Hari pertama di sekolah baru pun berakhir dengan ceria, karena mereka makin semakin akrab satu sama lain.
Sebagai satu-satunya pria, Kayobi berinisiatif mempin dua temannya untuk menyebrang jalan. Dia agak khawatir kalau-kalau dua bocah itu belum bisa membedakan waktu yang tepat untuk melintas di jalan raya seperti ini. Sesampainya di sebrang, mereka berdiam diri di depan supermarket yang dimaksud."Terus sekarang, apa?" tanya Mia dengan polosnya."Dih! mana kita tau," protes Kayobi. "Kan elo yang tadi bilang pengen ke sini."Mia menatap ke sebrang jalan. Di sana, terlihat angkot yang tadi dia berhentikan masih menunggu penumpang lain. Itu artinya mereka masih di sana."Itu angkot yang tadi, kan?" Mia mencoba meyakinkan meski stiker THE ME IS THREE berwarna hijau stabilo berukuran hampir sepanjang mobil, terihat jelas dari sini."Ya udah, kita masuk aja dulu kalau gitu," ujar Kayobi yang langsung mengerti maksud Mia."Gak mau, ah." Ocha menolak."Aku takut pulangnya kesorean. Sekarang aja udah mau jam empat.""Iya, Kay. Aku juga gak berani
Beberapa detik berlalu, tawa mereka berangsur-angsur reda. Namun tiba-tiba, Poof! balon itu meletus! Mia dan Ocha lebih tak tertahankan lagi. Mereka terbahak sejadi-jadinya. Begitu juga dengan Kayobi yang sudah memendamkan kepalanya. Jika tak salah, Mia juga mendengar seseorang berdehem pelan hampir bersamaan dengan meledaknya tawa mereka saat balon liur itu meledak. Bukannya buru-buru membangunkan Mas Pacar, Si Perempuan malah diam mematung menyaksiakan kekasihnya menjadi bahan tertawaan. Menyaksikan Mia dan Ocha saling memukul karena tertawa geli. Sepertinya dia shock hingga tak bisa berbuat apa-apa. Saat gelombang tawa Mia dan Ocha yang kali ini belum sepenuhnya reda, angkot kembali mengalami guncangan. Kali ini lebih hebat dari yang sebelumnya. Beberapa penumpang bahkan ada yang mengaduh kesakitan karena kepalanya terbentur atap angkot. Saat itu juga Si Pria akahirnya bangun. Benar-benar langsung bangun dan duduk tegak. Dia terlihat mengumpulkan segenap jiwa raga
Angkot D02 jurusan Lebak Bulus Ciputat semakin jauh meninggalkan terminal. Suara gemuruh supporter bola dari stadion yang lokasinya tepat di sebelah terminal pun tak terdengar lagi. Mia dan teman-teman sudah tak sabar tiba di rumah. Namun, jalanan yang lengang itu seperti biasa harus tersendat ketika sudah memasuki lampu merah Pasar Jumat. Artinya perjalanan mereka yang cukup jauh, akan menempuh waktu lebih lama. Bebarapa menit berlalu angkot Mia belum berada terlalu jauh dari lampu merah Pasar Jumat. Selain karena macet, rupanya supir angkot sengaja memanfaatkan moment itu menunggu penumpang lain. Akibatnya beberapa pengendara mobil pribadi membunyikan klakson tanda protes setiap kali berhasil melewati angkot Mia. Tapi Pak Supir tidak peduli. Ironi memang, sebab dia begini supaya bisa memenuhi kebutuhan anak istri. Semantara mereka yang memaki lewat klakson itu, tidak mungkin menafkahi keluarganya. Perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam, dengan laju lambat me
"Mas. Mas! emang gak ada tempat lain yang lebih adem untuk ngasih cokelat selain di angkot siang bolong gini?" Protes Mia, tentunya dalam hati."Iiiih Ayang, ini apaaaa?" ucap Si Mbak mendayu-dayu sambil menutup mulutnya. Padahal udah jelas kalau itu cokelat. Mia dan Ocha pun makin kesal mendengar pertanyaan itu.Saat itu juga, Mia dan Ocha langsung berpandangan. Dengan bahasa kalbu dan sedikit tatapan tajam, mereka dapat mengerti isi kepala masing-masing yang terjebak dalam situasi Cringe Moment begini. Lalu mereka serempak menoleh ke Kayobi untuk melihat reaksinya. Dasar cowok, dia terlihat biasa saja dan gak mengerti telepati yang Ocha dan Mia berikan."Ini cokelat Sayang." Si Cowok tersenyum manis dengan tatapan sayu."Buat aku?" Si cewek tubuhnya makin tak bisa diam."Iya lah buat kamu." Suara Si Cowok terdengar lebih menggelikan lagi sekarang.Sambi menerima se kotak cokelat itu, dia bertanya, "Dalam rangka apa?""Dalam rangka V
Dari dalam angkot, sebenarnya Indira menyadari tatapan tajam dari B Girl. Tiba-tiba saja tengkuknya terasa dingin, dan saat nengok ke belakang. Ada lima orang siswi yang bertolak pinggang juga bersidekap menatap lurus ke dalam angkot. Dari pakaiannya, Indi sudah tahu mereka pasti senior."Eh... eh,rupanya kita diliatin sama mereka dari tadi." Indira berbisik pada teman-temannya."Eh, Iya. Kenapa ya, mereka ngeliatin kaya gitu?" tanya Ocha yang curi-curi pandang ke arah mereka."Lo, ada masalah In sama mereka?" Tanya Kayobi setelah bergantian melihat ke luar angkot."Mana pula aku kenal.""Wah, berarti lo semua dalam masalah.""Lho, emang mereka siapa?" Tanya Mia."Kalian tau gak mereka siapa?" Kayobi bertanya saat menyadari teman bule batakya kikuk setelah bersitatap dengan geng B Girl.Indi, Mia, dan Ocha kompak menggeleng. "Mungkin dari sekolah lain," Celetuk Ocha."Emang kamu tau Kay?" Tanya Mia yang mulai penasaran."Ta
"Hhhmm..., ya sudah. Ayo saya temani. Tapi sampe perempatan saja ya. Karena ada Pak Karyo yang berjaga di sana. Jadi kalian bisa saya tinggal." ujar Mr.Sani.Tanpa berdebat, empat siswa baru SMA BAKTI NUSA dan satu guru Bahasa Inggris mulai berjalan meninggalkan tempat. Kayobi dan Mr.Sani jalan di depan, sedangkan tiga anak perempuan jalan beriringan di belakang."Gimana, mmm ... Kayobi, hari pertama kamu?" Mr. Sani membuka pembicaraan."Ya lumayanlah, Pak," sahut Kayobi santai."Terus ada yang udah kamu incer belum, Nih?"Kayobi mengangkat bahunya, "Belum, tuh. Murid barunya gak ada yang cakep. Apalagi mereka bertiga nih, kaya anak SD semua. Hahaha.""Hush! Kamu ini." Mr. Sani menepuk pundak Kayobi sambil senyum-senyum.Sedangkan ke tiga cewek langsung melakukan protes massal sambil mendorong Kayobi bergantian hingga korek api yang ada di saku baju Kayobi terjatuh. Kayobi langsung mengabilnya buru-buru karena tak enak berada di sebela