Perih, hilang, sakit. Mungkin tiga kata itu yang dirasakan Grace saat ini, ia merenung sendirian di bawah pojokan sudut tembok dengan kedua lututnya yang menempel di dadanya.
Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi, sudah berjam-jam ia merenung sendiri setelah apa yang dilakukan suaminya bisa dikatakan sama sekali tidak layak, sekujur tubuh Grace merasakan nyeri yang hebat, terlebih pada selangkangan yang amat perih.
Hatinya tergores bagai irisan pedang yang tertancap begitu dalam, "harusnya ini lebih dari cukup atas apa yang sama-sama kita lakukan Ken, aku membunuh Jesseli dan kau merenggut kehormatan ku dengan cara seperti ini, "Grace menatap sprei putih di atas kasur yang sedikit berbekas bercak darah.
Cklek
Suara pintu kamar Grace terbuka, terlihat Ken yang sudah rapi di depan pintu. Grace menoleh sesaat namun ia kembali membuang pandangan dari pria bejat yang mulai melangkah mendekati dirinya.<
Ternyata pria itu membawa Grace ketempat pemakaman calon tunangannya dulu, "ayo... memintalah maaf pada Jesseli," teriak Ken yang sudah berdiri di depan pemakaman Jesseli dan mendorong tubuh Grace.Begitu jelas terlihat disana foto Jesseli yang sangat cantik dan di depan sudah ada sebuah ikat bunga, "tunggu, bunga? Aku tidak menaruh bunga, lalu siapa yang menaruh bunga disini?" Tentu saja keberadaan seikat bunga itu menjadi tanda tanya untuk Ken. Namun pemikiran itu segera ia singkirkan, bisa saja saudara atau teman Jesseli dan ia kembali fokus pada Grace yang sudah di depan mata."Cepat kau meminta maaf sekarang di depan Jesseli!" paksa Ken kembali menoleh ke arah Grace."Kau gila? Kau menyuruhku untuk berbicara pada orang yang sudah tidak bernyawa Ken?" balas Grace tak yakin."Hai dengar, memintalah maaf pada Jesseli sekarang dihadapan ku," pria itu menarik tangannya dan mendudukkan tubuh Gra
Pria itu keluar dan membanting keras pintu tersebut, "sini kau," Ken menarik lengan Grace yang sedang duduk, "Ken apa yang terjadi?" tanya Grace.Ken terus berjalan menuju pintu keluar kantor, biarkan saja para karyawan melihatnya. Ia tidak perduli, saat mereka sudah berada di dalam lift Ken mengirim sebuah pesan pada Roger dan Pete untuk segera berkumpul di Apartemen milik Roger.____***____ROGERItulah nama Apartemen yang dibaca Grace di dalam mobil saat ia sudah sampai di sebuah gedung besar dan mewah. Namun bukan kemewahannya yang membuat Grace terdiam dan bernafas sedikit sesak melainkan nama ROGER, bukankah itu adalah sosok pria yang hampir memperkosanya di bar."Ken aku tidak ingin masuk... aku akan tetap disini, aku tidak ingin bertemu pria itu," Grace menggeleng pelan ketakutan."Baiklah.. jika kau tidak ingin bertemu dengan Roger, maka turuti
Entah harus berapa jam lagi wanita itu berdiri dengan bibir yang sudah memucat, hujan malam itu sudah sedikit reda namun tidak dengan dingin yang di rasakan Grace.Dari arah sedikit jauh Ken memutar balik mobilnya, ia sungguh-sungguh benci dengan wanita yang menyandang status istri saat ini. "mengapa setiap aku menatap Grace, aku selalu terbayang akan kematian Jesseli," Tangan Ken memukul keras setir mobil."Ken kau membiarkan dia semalaman di sana?" Tanya Roger menoleh belakang sebentar."Hmm," Ken tak memperdulikan jika wanita itu mati, kini di otak Ken hanyalah dendam akibat kematian Jesseli. Ken mempercepat mobilnya mengantar Roger dan ia ingin segera sampai di rumah.Saat mobil Ken benar-benar hilang meninggalkan Grace yang masih tetap berdiri dengan kedua tangan yang memeluk dirinya sendiri, tiba-tiba saja sebuah mobil sport hitam datang dan berhenti tepat di depan Grace, "Grace mas
Keesokan harinya.Terlihat begitu nyenyak sesosok wanita yang baru saja terbangun dari tidurnya, Grace mencari-cari keberadaan jam dinding dan ia sungguh terkejut melihat jam sudah menunjukkan pukul dua siang, "astaga," Grace berlari membuka pintu dan ia lebih terkejut saat sudah ada Pete duduk di depan meja makan memandang dirinya saat ini .Grace berjalan pelan duduk di depan Pete tersenyum sendiri yang entah itu apa artinya, "kau yakin tak ingin tidur lagi?" Tanya Pete dengan sedikit tersenyum.Wanita itu tertunduk malu menyelipkan rambut di telinga, "maaf aku sungguh lelah kemarin,""Panggil aku Pete, itu namaku," ucap Pete dengan mengolesi selai kacang di selembar roti."Terimakasih Pete," Grace benar-benar nyaman dengan pria yang kini bernama Pete."Makanlah ini," Pete menyodorkan roti yang baru saja selesai ia olesi selai. Tanpa menunggu la
Di dalam mobil Grace hanya diam saja, ia masih kesal atas perlakuan Ken yang membuatnya menunggu lama hingga berjam-jam kemarin malam. Sepanjang perjalanan yang memakan waktu tiga puluh menit itu tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Grace.Hingga mereka berdua sampai di rumahnya, Grace pun langsung turun dari mobil tanpa memperdulikan Ken, "Graceee," teriak Ken masih di dalam mobil tak di perdulikan ."Sial, dia sudah berani menentang ku sekarang," Ken melepas sabuk pengaman dan menutup keras pintu mobil. Ia berlari cepat menghampiri Grace yang sudah berada di atas tangga, "rupanya kau sudah berani menentang ku?" Ken mengunci kedua tangan Grace di belakang punggung."Aku membencimu Ken, jika bukan karena adikku aku takkan menikahi pria semacam kau," ucap Grace dengan nafas tak teratur membuat payudaranya naik turun.Pria itu semakin mengunci erat kedua tangan Grace, "jadilah jalang yang baik G
Hari ini tepat pukul empat sore, segala perlengkapan penting untuk pergi ke hutan tentu sudah mereka siapkan di hari kemarin. Semua sudah berkumpul kecuali Grace yang masih berada di dalam kamar.Tak lama kemudian terlihat seorang wanita cantik turun dari tangga tanpa menatap Roger atau Ken, ia hanya menatap Pete yang sedang duduk di sofa dengan wajah sedikit gelisah. Hari ini ia terlihat lebih cantik karena mengikat atas rambutnya."Baiklah sepertinya yang kita tunggu sudah datang, mari kita berangkat Ken," ucap Roger mengangkat koper dan tersenyum licik pada Grace. Grace sama sekali tak menatap Roger, ia masih benci dengan pria itu.Semuanya telah memasuki mobil yang sudah di persiapkan, Roger yang menyetir bersama Pete disampingnya. Sedangkan Grace dan Ken duduk di belakang dengan suasana yang terlihat begitu hening.Beberapa jam kemudian...Sinar mat
"Grace apa kau tidak apa-apa?" Tanya Pete dengan menyentuh kedua pipi."Aku tidak apa-apa Pete, terimakasih Pete," Grace merangkul kembali tubuh Pete, ia merasa berhutang nyawa padanya.Ken yang menatap itu semua hanya bisa mencoba tak melihat, namun apa apa daya, pada kenyataannya mereka melakukan semua itu depan mata Ken. "Kurasa kalian sangat romantis," ucap Ken tanpa menatap mereka berdua.Langkah kaki Ken mendekati Grace dan menarik tangan Grace. "Sini kau, kita pulang. Oh ya Roger mobilmu kupakai dan aku akan menelpon seseorang nanti untuk menjemput mu dan Pete," dengan gampangnya Ken memutuskan keputusan sendiri tanpa mengerti Roger atau Pete menerima itu semua."Apa? Hai... kau gila Ken? Ini hutan!" teriak Roger mengejar Ken yang berlari dengan menggandeng tangan Grace.Ken sama sekali tak memperdulikan, ia terus berjalan dan memaksa Grace masuk ke dalam mobil. "Masuk kau
Hampir dua jam pria itu hanya duduk saja ditemani segelas kopi hangat. Ia melihat hujan turun tidak terlalu deras dari arah jendela. "I Miss You," ucap Ken berdiri menatap langit degan memegang segelas kopi."Aku selalu melihat langit jika aku merindukan mu, dan aku pun merasa bahwa kau juga melihatku disini," Ken mengetuk jendela kaca dengan kuku-kuku di jarinya.Sudah hampir dua bulan pria itu hidup bersama istrinya, namun tak sedetikpun Ken ingin melupakan Jesseli, rasanya terlalu pahit jika melupakan kenangan yang mereka lewati. "Aku sudah membalas kematian mu dengan cara menikahi orang yang membunuhmu Jesseli, aku sudah menyiksanya sayang, apakah sekarang kau bahagia disana?" Tangan Ken keluar dari balik jendela menyentuh tetesan hujan.Itu semua membuat Ken teringat akan kematian Jesseli, ia berdosa telah sempat mempertaruhkan Jesseli saat bermain kartu. "Maafkan aku," lirih Ken pelan.Namun ke