Share

Bab 3. Permainan Yang Buruk

Janeth kalah cepat dari Jack. Pria itu sudah mengongkang senjatanya sejak awal sampai di kamar Rosene. Dan setelah melihat Janeth berada di sana tentunya. 

Dia curiga saat melihat Janeth sedang menuju ke kamar Rosene, hingga ia pun mengikutinya. Jack juga sempat mendengar mereka berdua berdebat..

Bertahun-tahun perang dingin terjadi antara dua anggota wanita klan Rossmoss. Tentu menyita perhatian semua anggota klan itu sendiri. Terlebih Janeth terang-terangan menunjukkan rasa ketidaksukaannya pada Rosene di depan klan. 

Dingin, angkuh, keras kepala, dan congkak. Beberapa faktor penyebab wanita bermata merah itu tidak disukai  anggota klan Rossmoss lainnya terutama Janeth. 

Alasan lainnya, yaitu Rosene merupakan anggota kesayangan Markus, Pemimpin klan. Tidak menyimpan kemungkinan bila Jack menyukai wanita itu juga. 

Rosene menatap Jack penuh emosi. Wajar, karena pria itu yang telah menembak adiknya. Lantas apa maksud kedatangan pria itu sampai repot-repot datang kemari. 

"Akhiri ini, Janeth. Kau tidak ingin mati di tangan pria yang kau sukai 'kan." Rahasia lainnya jika Janeth sebenarnya menyukai Jack. 

"Dan kau, jika ingin membunuh orang jangan di sini. Jangan kotori kamarku dengan darah." 

Rosene menatap Jack dan Janeth secara bergantian. Rosene menutup resleting tasnya. Dada Janeth bergemuruh, sial sekali dirinya harus tertangkap oleh Jack. Bisa semakin benci pria itu pada dirinya. 

"Kau beruntung kali ini." Janeth menurunkan senjata. Rosene kembali menatap Janeth. 

"Ya, aku selalu beruntung." Terselip nada profokasi yang sukses membuat Janeth mengepalkan tangan. Ini bukan waktu yang tepat untuk menghabisi saingannya itu.

Kemudian Janeth menoleh ke arah pria yang masih menodongkan senjata. "Kau puas sekarang." Setelah mengatakan itu, Janeth berlalu dari hadapan keduanya. 

"Kau menyakitinya." Rosene memandang sekilas Jack lalu kembali menyibukkan diri dengan persenjataan. 

"Aku tidak peduli padanya. Aku hanya peduli padamu." Rosene mendengkus, kata-kata itu terdengar lucu. "Kau tidak harus pergi, Rose. Kau terima saja tawaran Tuan Markus." 

Rose diam. Ia memeriksa senjata api lalu mengongkangnya. Mencoba membidik ke sembarang arah, memutar lalu berhenti tepat di kepala Jack. 

"Bicara satu kali lagi, kutembak kepalamu." Gila saja, Jack malah menyuruhnya tidur dengan Markus. Sebagai mantan kekasih yang masih mencintai, Jack tidak harus berkata begitu. 

Meski Rosene tidak yakin jika Jack masih mencintainya. Bila dilihat dari perhatian yang diberikan diam-diam, sudah pasti Jack masih menginginkannya. Namun, sayang dia malah mengalah dari Markus. 

"Rose, dengarkan aku dulu." Rosene melirik kesal pada Jack. Ada apa dengan nada bicaranya. Seperti bukan Jack saja. Di hadapan Markus dia bertindak dingin. Tapi sekarang, dia mengemis ingin diperhatikan. 

"Aku mendengarkanmu, Jack." Rosene memang sibuk, tapi telinganya tidak tuli. Ia mendengar apa yang dikatakan oleh mantan kekasihnya itu. 

"Gagalkan misi. Aku bersedia memberikan posisiku padamu." Rosene mendecak. Harus Rosene katakan berapa kali, bahwa ia ingin mundur dari dunia hitam. Rosene ingin hidup normal tanpa musuh. Ia tidak ingin menjadi pembunuh. 

"Jika kau kemari hanya ingin bicara omong kosong lebih baik pergi siapkan mobil, satu jam lagi kita berangkat." 

"Rose." Jack meraih lengan Rosene yang hendak menyingkir. Tetapi malah tangan Jack yang dipelintir. Rupanya Jack salah perhitungan.

"Rose, jika kau tidak ingin melihatku tak masalah. Lihatlah adikmu, dia butuh kau." 

"Kau yang menembaknya, bukan aku." Rosene membalikkan ucapan Jack. Sedikit menekan pergerlangan tangan pria itu. Jack meringis. Sial, kuat sekali wanita itu. Sampai-sampai Jack tidak tahan sakitnya. 

Pantas saja Rosene ditakuti oleh semua anggota Rossmoss. Jack yang dikenal paling kuat saja dapat ditaklukkan, apalagi yang lain. 

"Hentikan, Rose. Aku hanya ingin yang terbaik." 

"Pergi atau kupatahkan tanganmu!" Dalam sekali hentakan, Rosene berhasil mendorong Jack sampai keluar dari pintu. Beberapa anggota klan yang sedang bertugas jaga sampai kaget dibuatnya. 

"Sial!" Jack mengumpat. Bisa-bisanya ia kalah dari seorang perempuan. 

Rosene tak lagi menanggapi Jack. Ia harus mandi dan mempersiapkan diri. Misi ini perlu dilaksanakan dengan otak dingin. 

***

Di lain tempat, nampak seorang wanita bergerak maju mundur di atas tubuh seorang pria. Usianya sekitar tiga puluhan. Tubuhnya ramping, berkulit putih. Wajahnya cantik, dengan bulu mata lentik. Make up tebal, bibir tipis yang dilapisi lipstik berwarna merah merona.

Sedikit berantakan, mungkin karena berulang kali dilumat dengan sesama bibir. Milik seorang pria yang tengah mengerang penuh kenikmatan di bawahnya. 

Sementara tangan jahilnya meremas  tubuh belakang dengan sesekali menepuk bagian bawah punggung agar wanita itu lebih cepat bergerak. 

"Lebih cepat lagi!" seru Aaron disela-sela erangannya. Sementara sang wanita sudah terengah-engah. Ia sudah lelah dan hampir sampai. 

Tetapi Aaron masih belum apa-apa. Pria itu belum mencapai puncak. "Kau payah!" Dengan tak sabar Aaron bangun lalu menghempaskan tubuh wanita itu ke belakang. 

Wanita itu meringis kesakitan. Selain karena benturan. Bagian belakang punggungnya terluka akibat Aaron menancapkan kukunya di sana. Tetapi ia tidak bisa mengeluh. Jika itu sampai terjadi, maka ia bisa mati. 

Ia tahu kebiasaan Aaron. Permainan yang kasar dan sangat menyiksa. Tetapi, tetap saja nekat ingin ditiduri oleh pria itu. Ya ingin sekali. Siapa yang tidak ingin jatuh dalam pelukan seorang Aaron Salvatore. 

Seorang pemimpin mafia terkuat di Italia dengan wilayah lebih dari separuh Benua Eropa berada di bawah kepemimpinannya termasuk Austria. Pria yang kini berusia 31 tahun itu memiliki bentukan fisik yang sempurna. 

Matanya cokelat tajam. Wajahnya tampan, alisnya tebal melintang, kulitnya putih, hidung mancung dan bibir sedikit berisi. 

Posturnya tinggi 183cm, lengannya kekar, dadanya bidang. Pinggangnya ramping. Bagian depan perutnya berbentuk kotak-kotak yang membuatnya terlihat sangat seksi. 

Pengalamannya di dunia bawah pun tak diragukan lagi. Siapa yang tak kenal Aaron Salvatore. Pengusaha muda yang memiliki banyak perusahaan. Itu adalah pekerjaan sampingan. Tetapi sesungguhnya dia adalah ketua kelompok klan Dare Devil. 

Aaron bangun dari posisinya turun dari ranjang, meraih jubah satin yang jatuh ke lantai lantas memakainya. Kemudian ia berjalan ke arah nakas. 

Aaron mengambil amplop berisi uang lalu dilempar pada wanita yang kini hanya menutupi tubuhnya dengan selimut. 

"Ini bayaranmu!" 

Merupakan salah satu yang diinginkan para wanita. Yaitu, uang. Aaron adalah pria yang royal. Selagi dia puas maka apapun akan diberikannya.  

"Terimakasih, Tuan." Wanita itu tersenyum tipis lalu mulai mengintip isi dalam amplop. Aaron mendecak melihatnya kemudian berjalan ke arah pintu. 

"Buka pintunya." Aaron memberi perintah pada dua penjaga di depan pintu kamar. Pintu terbuka, Aaron keluar. 

"Ben," panggilnya. Seorang pria dengan setelan jas hitam muncul. Dia adalah Ben kaki tangan Aaron. Usianya satu tahun di bawah Aaron. 

"Ya, Tuan." 

"Permainannya buruk." Setelah mengucapkan itu. Aaron berlalu. Apa yang dikatakan Arron merupakan sebuah kode. Ben tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya. 

Ben menarik senjata api. Menatap dua penjaga lalu mengangguk. Pintu kembali dibuka. Tengah asyik menghitung jumlah uang, sang wanita penghibur dikejutkan oleh kedatangan seseorang. 

Bola matanya hampir lepas saat melihat moncong senjata api sudah mengarah tepat ke arahnya. 

Dorrr!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sugeng Hari
duh degdegan bacanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status