Share

Bab 4. Red Eyes

Sayang sekali, wanita penghibur itu harus dihabisi. Dia terkapar dengan luka tembak di kepala. Arron bilang, pelayanannya kurang memuaskan. Jadi sudah sepantasnya wanita itu lenyap. 

Suara tembakan tadi, berhasil menarik pusat perhatian para anggota klan Dare Devil. Dua penjaga di depan pintu saling pandang. Ben keluar. 

"Kalian, urus mayatnya!" Ben memberi perintah pada bawahannya lalu lekas menyusul Aaron. Menanyakan apa yang diinginkan tuannya itu. 

Mengingat pria itu belum puas. Pasti Aaron menginginkan pelampiasan lain. Tetapi, Ben salah kira. Aaron malah menuju ke ruang kerja. Ben mengira pria itu akan pergi ke Paviliun, tempat para wanita piaraannya berada. 

"Ben," panggil Aaron. 

"Ya, Tuan." Ben maju satu langkah. 

"Bagaimana dengan Nick?" 

"Nick sudah di sini sejak tadi, Tuan," jawab Ben. Aaron terperanjat. 

"Apa, lalu kenapa kau...." Ucapan Aaron terhenti, Ben menatap tuannya. Aaron mendecak. Hampir saja Aaron memarahi Ben. Ini karena dirinya terlalu sibuk bermain dengan wanita. Tetapi permainannya malah tidak memuaskan. Buang-buang waktu saja. 

"Biarkan dia masuk," ucap Aaron akhirnya. Nick dipanggil, tak butuh waktu lama bagi Nick untuk bergabung dengan Aaron dan juga Ben. 

"Kau terluka?" tanya Aaron memastikan. 

"Tidak, Tuan." Ketiga pria itu duduk di sofa. Nick adalah seorang agen ganda yang mengintai musuh dengan cara masuk ke wilayah mereka. 

Kepulangan Nick tentu membawa berita besar, karena bila tidak maka misinya dianggap gagal dan sebagai gantinya, ia akan dilenyapkan.

"Ada fakta yang mengejutkan, Tuan." 

"Apa itu." 

"Selama ini, Rossmoss memiliki anggota yang disembunyikan." Nick menyampaikan hasil penyelidikan dan berhasil membuat Aaron memandangnya. "Seorang wanita, dia adalah otak dibalik kemenangan Rossmoss, Tuan." 

"Siapa dia?" Aaron bertanya, sedangkan Ben menyimak. 

"Namanya tidak diketahui. Sepertinya Markus menyembunyikannya dengan sangat rapat, tapi saya berhasil mencari tahu ciri-ciri fisiknya. Dia memiliki bola mata berwarna merah terang." 

Aaroon menggosok dagu. Baru kali ini ia begitu penasaran terhadap sesuatu. Ia pikir kenapa klan yang sangat kecil seperti Rossmoss bisa berevolusi menjadi begitu besar dalam waktu singkat. Ternyata, mereka memiliki satu otak yang sangat cerdas. 

"Jika Dare Devil memilikinya, sudah pasti kita bisa meng-invasi klan Madeva, Tuan," kata Ben. 

"Kau benar. Kita butuh strategi yang cerdik." Aaron menimpali. Nick terdiam "kita rebut dia, kita peras otaknya untuk memperkaya Dare Devil." Aaron tertawa setelah mengatakan itu. Ia begitu senang membayangkan keinginannya itu akan tercapai. 

"Baik, Tuan." 

"Ben kau hubungi agen ganda kita yang lain, sudah waktunya Nick untuk beristirahat. Kerja bagus, Nick. Sebagai imbalan, kupinjamkan wanita untuk menyenangkanmu. Pilih salah satu dari wanita kesayanganku, asalkan jangan Lucia." 

"Baik, Tuan." 

Imbalan akan didapat bagi siapa saja yang bisa menyenangkan hati Aaron Salvatore. Tetapi, sebaliknya. Hukuman akan menghampiri siapa saja yang membuat suasan hati Aaron buruk. 

Jangankan membuat Aaron marah, mengusik ketenangan Aaron saja, akan fatal akibatnya. Bisa-bisa nyawa akan menjadi taruhannya. 

Di sisi lain, Rosene tengah bersiap untuk keberangkatan ke sisi barat berbatasan laut Tyrrenhia. Sampai di sana, ia akan naik ke sebuah kapal untuk sampai di kota Roma, di mana wilayah Klan Dare Devil berada. 

"Kau sudah siap?" tanya Jack. 

"Seperti yang kau lihat." Rosene menjawab dengan ketus kemudian masuk ke dalam mobil.  Jack menggeleng. Dasar wanita keras kepala. 

Dari balik kusen jendela. Markus memandang kepergian Rosene. Ini tidak seperti yang direncanakan. Markus salah perhitungan. Ia pikir, rencananya akan berhasil. Tetapi, cita-cita bodoh itu lebih penting dari adiknya. 

Apa gunanya memiliki otak cerdas bila tidak tidak digunakan. Wanita itu malah memutuskan untuk menjalankan misi yang sangat mustahil dilakukan oleh seluruh anggota klan Rossmoss ataupun klan lainnya. 

Dalam sejarah dunia gelap. Dare Devil adalah yang terkuat. Tak ada yang mampu menembus dinding pertahanan mereka walau hanya sekedar menjadi mata-mata. Masuk ke sana sama saja menghantar nyawa. 

Klan terbesar, terkuat, dan terkaya yang memiliki jangkauan wilayah yang paling luas termasuk Amerika tengah. Kenapa ia berpikir bahwa Rosene bisa masuk ke wilayah mereka tanpa ketahuan. 

"Sial!" 

Markus benar-benar dibuat gila oleh gadis itu. Lain halnya dengan Melanie, ia terlihat santai dan abai. 

"Kau tidak ingin mengantar kepergian kakakmu?" Martin mencoba membujuk Melanie yang sejak tadi hanya sibuk makan dan tidur. 

Memang apa lagi yang bisa dilakukan Melanie selain itu. Kakinya tidak memungkinkan untuk dia pergi shooping, apalagi traveling. Seperti yang biasa dilakukan gadis itu di hari-hari sebelumnya. 

"Dia tidak ingin melihatku." Melanie masih kesal bila ingat pertengkaran mereka. 

"Kalau begitu kau saja yang melihatnya. Paling tidak untuk yang terakhir kali" 

"Kau ini bicara apa, dia pasti akan kembali," debat Melanie. Martin mendecak. 

"Kau tidak tahu Dare Devil, mereka tidak berbelas kasih." 

"Rosene akan selamat." 

"Terserah kau saja, dia menitipkan ini untukmu." Martin menjejalkan tangan pada saku celana kemudian ia membawa sesuatu dari sana. 

Benda itu milik Rosene. Peninggalan mendiang ayahnya. Benda yang tidak boleh disentuh oleh siapapun termasuk dirinya. Bila itu sampai ditinggalkan, itu artinya....

"Martin, bantu aku berdiri." 

Melanie menyambut uluran tangan Martin. Terseok langkah kakinya menuju pintu keluar. Namun, ia terlambat. Mobil Jack telah melaju meninggalkan kawasan markas Rossmoss. 

"Rosene!" 

Lewat kaca spion. Rosene melihat wanita yang berteriak itu. Lekas ia memalingkan wajah.

”Lebih cepat lagi, Jack." 

Jack menambah kecepatan. Mobil melaju kencang menuju area pelabuhan pantai Tyrrenhia. 

"Kau masih bisa berubah pikiran." Jack membuka percakapan. Butuh waktu tiga puluh menit untuk tiba di pelabuhan. Jack akan berusaha membujuk Rosene, di sisa waktu terakhir. 

"Aku tidak mau menjadi budak napsu Markus." Rosene mencuri lirik pada Jack yang tengah menyetir. "Sudah cukup aku mengikutimu, Jack." Kali ini Rosene berkata lirih. Ia tak pernah lupa, karena siapa ia bergabung dengan Rossmoss. 

Ia tak sadar akan cinta butanya kepada Jack. Sedangkan Jack tak pernah serius. Malahan pria itu memberikan dirinya pada Markus seperti barang. 

"Biarkan aku memilih jalanku sendiri."

"Kau akan gagal, Rose. Kau tidak tahu siapa Aaron." 

"Aku tahu, dia pria kejam dan tak berperasaan."

"Dia bukan hanya penjahat di dunia gelap, tetapi juga penjahat wanita." Jack berusaha menakuti Rosene dengan fakta yang ada. Tentu Rosene tidak akan takut hanya karena hal itu. Bahkan Rosene semakin penasaran. 

"Setidaknya dia tidak memberikan kekasihnya pada pria lain." Rosene menyindir. Jack memandang Rosene, bolehkah ia menyuntikkan obat bius pada wanita itu. Keras kepala tiada yang menandingi. 

Mobil berhenti, keduanya telah sampai di tempat tujuan. Rosene lekas keluar dari mobil disusul kemudian oleh Jack. Kapal sudah siap. Rosene harus segera berangkat. 

"Rose." Wanita itu berhenti lalu menoleh ke belakang. "Kau tidak harus melakukan ini." 

Rosene menarik sebelah sudut bibir. "Aku titip Melanie. Anggap saja dia adikmu, ajari dia bersenjata dan beladiri, katakan bahwa dia harus terbiasa tanpa aku." Rosene menepuk pundak Jack. 

"Aku pergi, Jack." 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Azzam Ramadhan
ya ampun Rosene keren banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status