Azra's Current POV
Mereka sudah bersiap sejak pagi untuk rencana hari ini. Jijah juga dari semalam sebenarnya sudah menawarkan diri untuk mengantar mereka ke Bandara tapi ditolak oleh Azra.
Mereka akan memakai Taxi online saja dari rumah. Biar lebih ringkas dan nggak ngerepotin nantinya. Lagian, jarak rumahnya yang sekarang ditempatinya bersama Icha, jaraknya ke bandara jauh lebih dekat dari jarak rumah Mama ke bandara. Itu alasan pertama, alasan kedua Jijah baru aja dapat SIM nya awal tahun kemarin.
Jadi, Azra pikir, daripada Jijah atau Mama harus bolak balik setelah mengantar mereka, mending berangkat sendiri aja. Icha juga lebih suka dengan gagasan itu karena pada dasarnya istrinya ini juga kurang suka merepotkan orang lain.
Mereka berangkat setelah sholat dhuhur. Pesawat mereka akan take off jam lima lebih dua puluh menit. Perjalanan ke bandara dari rumah makan waktu sekitar tiga puluh menit kalau nggak terjebak macet. Kalau macet ya..
Azra's Current POV Azra terbangun dengan mood kacau. Rencananya gagal total. Istrinya lagi on period. Bagaimana bisa, coba?! Mereka sedang honeymoon dan bisa - bisanya istrinya lagi dapet. Sungguh, pasti di dunia ini nggak oda orang apes se apes dia. Kalau saja Hafid tau, sahabat dudulnya itu pasti sudah tertawa terbahak - bahak karena keabsurd an nasibnya saat ini. Tapi saat dia menoleh ke samping, bagian ranjang yang seharusnya ditempati oleh istrinya itu kosong. Azra meraba permukaannya dan menemukan lapisan seprai dan di sana nggak hangat lagi. Icha kemana?! "Cha? Sayang? Kamu dimana?" Dia bergegas bangun. Mencari di balkon dan sekeliling kamar. Nggak ada. Dan dia mulai panik. "Icha?! Sayang!!" Kamar mandi. Dia belum ke kamar mandi. Dan kebetulan ruangan itu tertutup. Dikunci? Dia mengetuknya pelan. Sepelan yang dia bisa karena kenyataannya dia sedikit panik. Oke, panik banget. "Sebentar." Suara Icha terdengar pelan d
Azra's Current POV Dia merasa benar - benar brengsek saat ini. Icha masih menangis pelan di pelukannya. Mereka sudah kembali duduk di atas ranjang, bersandar pada headboard ranjang dengan posisi saling memeluk. Tadi dia sempat memesan room service untuk sarapan agar diantar ke kamar saja, karena pasti Icha merasa nggak nyaman kalau harus keluar sarapan dengan keadaan seperti ini. Tangisnya sudah tidak sekencang tadi, tapi masih terdengar isakan lirih dari pelukannya. Icha juga beberapa kali mencari posisi nyaman di pelukannya. Pasti karena merasa nggak nyaman juga di perutnya karena sedang dapat tamu bulanannya. Dan tadi dia bilang apa?! Asalkan dia nggak marah lagi?! You're the worst, Azra. Makinya pada dirinya sendiri. Di pelukannya ada perempuan yang rela melakukan hampir apapun untuk menyenangkannya, bahkan sampai nggak memperdulikan keadaan dirinya sendiri, sementara dia semalam karena alasan capek, malah nyuekin istrinya hingga salah paham seper
Azra's Current POV Kesalahpahaman mereka sudah tersesaikan dengan baik. Icha juga sudah amat membaik keadaannya, jadi rencana liburan mereka tertap berjalan seperti rencana awal. Dari pesisir pantai Pattaya, mereka akan mengeksplore beberapa pulau kecil yang ada di Thailand. Pulau - pulau yang terkenal sebagai pulai eksotis nan romantis, destinasi bulan madu terkenal di Thailand. Dari main land, mereka harus naik perahu lokal selama beberapa puluh menit untuk sampai di sana. Tantangannya adalah di sini. Mereka tidak bersama guide, dan seperti halnya pengemudi perahu lokal di Indonesia, mereka sangat jarang ada yang bisa berbahasa Inggris. Yah, yang basic seperti menyapa dan sekedar yes no sih bisa. Tapi tidak untuk percakapan panjang dan kompleks. Untungnya, ada orang beberapa turis lainnya yang berangkat satu kapal bersama mereka dan salah satu dari mereka sepertinya sudah tinggal lama di Thailand sehingga dia fasih berbahasa Thaila
Azra's Current POV Liburan bertajuk bulan madu mereka di Thailand selama dua minggu terakhir berakhir mengesankan. Tiga hari terakhir mereka di negeri Thailand mereka habiskan di kota Bangkok, free day, alias leisure time, mereka nggak ada jadwal trip dari local tour and travel yang mereka pakai jasanya, dan mereka juga bebas mengatur tur mereka sendiri hari ini. Tapi tentu saja, nggak ada trip bagi Azra sama dengan lebih banyak waktu yang bisa dia habiskan bersama Icha berdua saja. Tentu saja untuk... Yah, kembali lagi pada definisi bulan madu adalah... Yeah, menghabiskan waktu berdua untuk mengeksplorasi serta mendekatkan diri satu sama lain. Mereka berdua nyaris nggak keluar kamar selain untuk makan saja. Itu pun seringnya mereka makan di hotel. Sebagai bagian dari bertahan hidup. Dan kini, setelah puas dua hari mengurung Icha di kamar, sebenarnya belum puas, padahal dia sudah melakukannya sejak beberapa saat yang lalu sejak ist
Azra's Current POV Dia langsung pergi begitu saja setelah mendengar jawaban dari staff cowok tersebut bahwa Icha ada di luar menunggunya di dekat lift. "Icha? Sayang?!" Dan dia nggak bohong. Istrinya benar masih duduk di sana. Menunduk, sedang bermain dengan ponselnya sendirian. Istrinya itu hanya menoleh sekilas saat mendengar panggilannya dan melihat dia tergopoh - gopoh mendekat dengan menenteng dua tas besar berisi wedding gifts dari teman - temannya di kantor ini. "Kok kamu pergi nggak bilang, sih?! Aku nyariin dari tadi." Tanyanya ikut duduk di bangku sebelahnya. "Oh, ngerasa akhirnya kalo aku nggak ada." Jawabnya datar. Tangannya masih sibuk dengan ponselnya entah bertukar pesan dengan siapa. "Aku pamit, kok tadi. Kalian aja yang nggak denger. Ngobrolnya asyik banget, sih." "Namanya juga udah lama nggak ketemu, kan wajar. Harusnya kamu nowel aku aja kalo mau pergi, kan aku jadi nggak nyariin." Azra langsung
Azra's Current POVDia sudah meminta maaf pada Icha. Icha benar. Dia juga sekarang sadar dia salah. Pembelaannya adalah saat itu dia amat khawatir karena nggak bisa menemukan Icha di mana pun. Dia ketakutan Istrinya kenapa - napa.Jadi saking leganya saat menemukan istrinya, dia jadi kelepasan dan malah membentaknya. Dia salah di sana. Dia mengakuinya. Dan mungkin dia terlalu asyik dengan teman - temannya sampai mengabaikan Icha. Tentu saja Icha bete. Nggak ada yang suka diabaikan.Tapi ternyata permintaan maafnya hanya ditanggapi anggukan singkat oleh istrinya. Sampai sekarang, dua hari setelah mereka sampai kembali di Indonesia, Icha masih saja mendiamkannya.Dan kebetulan, saat mereka harus bekerja lagi, dia harus pergi ke Angke Kapuk karena ada sedikit masalah di sana. Membuatnya harus berangkat duluan dan mrminta Icha berangkat sendiri ke kantor.Dia jadi pusing sendiri. Harus berusaha yang bagaimana lagi dia supaya Icha kembali seperti sedia
Azra's Current POVMereka saling berdiri di ruang tamu. Azra capek. Kalau mereka harus berantem lagi, ayolah. Tapi habis itu baikan, ya, please!Mereka baru saja pulang kerja. Dan dia lagi - lagi mengonfrontasi Icha tentang keadaan mereka yang sebenarnya."Nggak. Aku nggak marah, kok. Emangnya kamu salah apa, sampe kamu harus aku marahin?" Suara istrinya mengalun pelan."Terus kenapa kamu kaya gini?""Kaya gini gimana?""Kamu nggak ngobrol sama aku kalo aku nggak ngajakin kamu ngobrol duluan, kamu tidur munggungin aku, di rumah kamu diemin aku. Aku minta maaf, Cha. ku udah bilang aku nggak sengaja bentak kamu karena aku khawatir banget kamu nggak ada. Aku panik!""I know. Aku juga minta maaf karena nggak peka dan kekanak - kanakan." Suaranya masih pelan.Dan kemudian mereka terdiam. Azra sebenarnya sedang menunggu, tapi sepertinya Icha sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan sesuatu. Dan dia sudah diambang batasnya, jadi al
Azra's Current POV"Kenapa lo bikin dia kaya gini lagi?!" Pekikan marah Ida membuatnya terperanjat."Lagi?" Maksudnya? Dia baru dua kali ini melihat Icha pingsan. Yang pertama dulu di Thailand... apa iya gara - gara dia juga? "Gue nggak ngerti...""Tau apa lo soal istri lo emang?!" Ida masih emosi. "Tiga tahun lebih gue lihat dia kayak gini. Gue udah familiar sama pemandangan dia yang begini. Gue kira setelah lama dia nggak begini, dia benar - bener sembuh. Ini apa, Ja?! Astaga...""Sayang, ati - ati. Inget kandungan kamu. Jangan emosi.""Nggak bisa. Aku juga sakit hati lihat Icha kayak gini lagi." Ida berbalik, menyembunyikan wajahnya di dada Hafid dan menangis di sana.Sementara itu, Azra dibiarkan berdiri di sana, kebingungan, masih dengan piyama tidurnya."Kamu tungguin Icha di sini bentar, ya." Kata Hafid lembut pada istrinya. Lalu menatap dingin pada Azra."Lo ikut gue keluar, Dul."Dia mendahului keluar sebelum Azra sempa