Azra membuat keslahan yang bodoh 10 tahun lalu. Kesalahan yang membuatnya menjauh dari orang yang amat penting baginya. Karena egonya, dia bahkan semakin menjauh terjatuh dalam jurang yang digalinya sendiri. Icha, yang lelah mencari jawaban atas sikap Azra, kini telah pasrah. Bukan karena kalah. Bukan juga karrena sudah Move On, nyatanya, Move On nggak sekeren yang orang-orang ceritakan di dalam novel yang sering dia baca. Kini dia dan Azra bertemu kembali. Bisakah mereka memperbaiki semuanya? Sempatkah? Apakah perasaan mereka masih sama meskipun sepuluh tahun telah terlewat?
View MoreAzra Current POV
Dia melihatnya. Akhirnya dia melihatnya lagi. Di sana, di deretan meja barisan kedua. Dengan papan nama yang jelas menampakkan identitasnya; Icha Aryani – Jogjakarta, Indonesia. Ichanya. Perempuan yang menawan hatinya sejak pertemuan pertama mereka dua belas tahun yang lalu. Yang mewarnai naik turun kehidupannya di masa puber. Maklum, cinta pertama, kata orang susah di lupakan.
Perempuan yang harus dijauhinya karena kesalahpahaman yang dia biarkan meradang seperti borok yang menjamur tak pernah sembuh. Hanya karena dia terlalu pengecut untuk meminta maaf. Padahal kalau dipikir, awalnya bukanlah masalah yang terlalu serius andai dia mau terbuka. Screw him and his ego.
Pertama melihatnya pagi itu, Azra mengenalinya seketika, bahkan sebelum dia berbalik. Terlihat nyaris sama seperti dua belas tahun yang lalu, tapi versi upgrade nya. Icha yang dulu dingatnya adalah anak perempuan remaja manis dengan tubuh yang agak berisi khas remaja SMP dengan pipi gembil yang lucu. Pipi yang terdapat lesung pipi saat dia tersenyum. Senyuman ramah yang bisa menarik semua orang mendekat. Termasuk dirinya.
Dan dia merasakannya lagi. Debaran yang sama, perasaan tegang yang menyenangkan yang sama. Perasaan bahagia yang sama. Semua perasaan yang dia definisikan sebagai… Icha.
Bukan dia sengaja mengabaikannya dan menolak untuk berkontak mata. Tapi dia butuh terlihat professional saat menyampaikan rincian angka - angka di depan seluruh sales supervisor dan sales manager yang berkumpul di ruangan ini hari ini. Dia ingin terlihat cool di depan Icha
“Good Morning Tribes! I Don’t know if you already know me yet.” Suara gelak tawa memenuhi hall tersebut. “You guys may call me Azra.” Or Jaja, tapi hanya dibatinnya saja. Panggilan Jaja masih terasa amat special baginya. Pemberian seseorang yang special dan hanya orang - orang special saja yang berhak menanggilnya seperti itu. “I’m the new Indonesian Country Sales Manager. Nice to meet you all. Should we start? Are you guys ready?”
Jadi, berbanding terbalik dengan niatnya yang datang ke sini memang untuk mencuri kesempatan berbaikan dengan Icha, saat ini keinginannya itu harus dia urungkan dulu. Nanti. Nanti dia akan mencuri kesempatan - kesempatan tersebut.
Kenapa Mencuri? Karena kesempatan yang dulu datang dan diberikan padanya dia buang begitu saja. Jadi misinya sekarang adalah untuk mencuri kesempatan tersebut.
Azra meskipun terlihat professional, tapi dia masih sempat mencuri - curi pandang pada cewek manis yang sekarang lebih sering menunduk itu. Menghindari tatapannya? Oh, he’s not the only one.
"Okay, Great People! We're break for lunch, ya. Reunite here in 1 hour and 30 minutes. Enjoy your lunch and, see you!"
Serentak kursi - kursi didorong, dengungan suara yang tadi hening terdengan dan peserta meeting mulai berlalu lalang keluar ruangan menuju restoran.
Azra masih duduk di kursinya, merapikan berkas dan proyektor. Presentasinya adalah presentasi mandiri, jadi dia harus menyiapkan dan membereskan presentasinya sendiri. Daripada nanti bingung saat mau mulai, lebih baik dia siapkan sekarang. Singkirkan yang sudah terpakai, siapkan yang akan diterangkan. Dia terbiasa seperti untuk menghindari kebingungan. Saat dia mengangkat wajahnya, tatapannya bertemu pandang dengan mata teduh nan sayu yang dia rindukan.
Mata yang membelalak kaget saat bertemu pandang dengannya dan langsung membuang muka. Kecewa sih, but he guess, he deserve it.
IF only you know how bad I miss you, Cha.
Icha's Curent POVHasilnya mungkin sebentar lagi keluar. Dia kembali ke kamar dengan tubuh gemetaran. Ya karena lemas, ya karena harap - harap cemas."Gimana?"Azra bertanya saat dia membuka pintu kamar.Dia langsung menyerahkan strip tipis yang dipegangnya pada suaminya itu. "Kamu aja yang lihat, aku nggak berani." Jawabnya pelan.Azra diam, mengambil strip tersebut, sementara dia duduk di sebelah Azra. Tangannya saling terkepal di pangkuannya. Takut, cemas. Mimpi buruknya beberapa bulan lalu seperti terulang lagi. Azra yang seperti tahu kecemasannya, menggapai tangannya dan meremasnya pelan. Seolah memberikan kekuatan melalui genggaman tangan tersebut.Beberapa saat berlalu dalam keheningan seperti itu. Kenapa Azra diam saja? Seharusnya sudah terlihat kan, hasilnya? Kenapa nggak dibuang itu stripnya? Kalau negatif harusnya langsung dibuang saja, nggak usah dilihatin. Bikin sakit hati."Ja?""Hmm?""Negatif ya?" Dia mem
Azra's Current POVEmpat bulan... beberapa hari lagi, mereka hampir lima bulan menikah, dan Azra masih merasa luar biasa karena bisa menjadikan Icha miliknya. Perempuan mungil yang sedang tertidur meringkuk dengan rambut setengah basah di sampingnya ini, adalah istrinya.Selepas subuh bersama, Icha langsung merangkak naik lagi ke ranjang untuk melanjutkan tidurnya. Salahnya, dia mengacaukan tidur istrinya semalam. Entahlah, dia merasa akhir - akhir ini sangat ingin memiliki istrinya seutuhnya. Berapa banyak pun mereka melakukannya semalam dan kemarin, rasanya masih belum cukup.Azra tersenyum sembari mengelus pipi lembut Icha yang hanya dibalas gumaman tak jelas. Gemas sekali. Dia sudah rapi. Berkas yang dibutuhkannya juga sudah siap di meja samping pintu kamar. Hari ini dia ada rapat direksi hotel. Sekitar lima belas menit lagi. Karena alasan itulah mereka menginap di sini dua hari ini. Dan seperti biasanya, dia memanfaatkannya dengan sangat baik.
Icha's Current POVDia hanya berjalan - jalan sebentar di pantai yang ada di sekitaran hotel. Sunset yang jadi cita - citanya terpaksa dia nikmati dari resto saja. Nggak terlalu bagus karena tertutup pepohonan magrove, tapi dia tetapdapet golden hournya. Lumatan. Karena kalau harus masuk hutan dan lewat jempatan setapak, dia tidak yakin akan selamat saat pulang nanti. Gelap, takut tercebur ke air.Bukan karena nggak bisa berenang, tapi dulu sekali waktu dia masih kecil, Mas Eka pernah menakutinya saat liburan ke pantai Mangrove di Kulon Progo, katanya, Mangrove itu rumahnya buaya putih. Jadi kalo kamu nakal, kamu bisa di lempar ke perairan mangrove dan nantinya dimakan sama buaya putih. Nah, dia takut gara - gara itu.Setelah matahari terbenam, dia berjalan - jalan di sepanjang gang masukke hotel. Di sana banyak stall makanan dan souvenir. Dia tetiba kepikiran ingin membelikan Azra sesuatu."Silakan, Kak, dilihat - lihat souvenirnya." Salah satu pramuniag
Azra's Current POVMereka sudah bersiap sejak pagi. Sabtu mereka yang biasanya dihabiskan dengan bangun siang, hunting sarapan di luar, lanjut belanja mingguan dan memberekan urusan domestik, kini berganti dengan travel kit yang terpacking rapi di bagasi belakang mobilnya untuk staycation mereka semalam saja di Angke Kapuk sekalian Azra menyelesaikan pekerjaannya di sana.Dia melihat istrinya yang amat bersemangat. Katanya tadi, Akhirnya dia bisa lihat usaha yang dikelola oleh suaminya itu jauh sebelum mereka menikah. Siapa tau dia juga bisa diajak staycation di hotel yang di Batam besok - besok. Well, itu tentu saja, tapi mungkin setelah Highseason berakhir.Dan dia juga sempat bilang pada Istrinya itu, kalau profit tahun ini bagus, mungkin mereka bisa membuka sister hotel satu lagi di pantai Wates dekat bandara baru Yogyakarta.Dan reaksi istrinya tentu saja heboh dan bahagia sekali. Dia berharap banget kalau hal itu terlaksana.Katanya, kalau it
Azra's Current POV Dia sampai rumah lagi - lagi jam setengah sepuluh malam. Lembur lagi. Dia sudah mengabari istrinya tentang hal ini, dan Icha bilang dia akan menunggu. Ida sudah dijemput Hafid sekitar jam tujuh malam tadi. Temannya itu memang selain akhir bulan, jadwalnya amat bikin iri. Masuk jam sembilan pagi dan pulang jam enam sore, idaman, sungguh! Dia membawakan Icha oleh - oleh bakmie jawa yang khas Jogja yang dimasak dengan arang. Hitung - hitung mengurangi kerinduan Icha pada kampung halamannya. Memang Icha tidak pernah bilang, tapi doa jadi suami kan harus tau diri. Masa biasanya kumpul, serumah, pas pergi nggak dikangenin. Dia melangkah ke dalam rumah dengan langkah ringan. Menemukan istrinya menonton TV sambil rebahan. Segera dia membungkuk di atas istrinya untuk mengecup dahinya, membuat Icha kaget. "Eh, udah pulang. Kok nggak denger suara mobil kamu?" Tanyanya heran. "Kamu fokus banget kali, nontonnya sampe nggak denger
Icha's Current POV"Ada apa, Da? Kamu kenapa?"Dia bertanya sambil menggeser badannya mendekat ke arah sahabatnya yang sekarangs edang sibuk menatap apa saja asak bukan matanya. Ida menghindari bertatap mata dengan orang lain? Sejak kapan?"Da?"Dia menangkup tangan Ida yang berada di atas meja, membuat sahabatnya itu tidak punya pilihan lain selain menatap balik Icha yang ada di sebelahnya."Ada apa?""Gue... Nggak tau harus cerita apa. I do have a lot to talk to somebody. Tapi aku nggak tau sama siapa.""Kamu kan bisa cerita sama aku, Ida." Dia mengingatkan.Tapi Ida malah menggeleng dengan wajah sedih. " Di antara semua orang, justru gue paling nggak mau cerita sama lo." Hah? Kenapa? Apa salahnya? "Gue nggak pengen lo terlibat kedalam sesuatu yang se... menjijikkan ini.""Maksudnya?" Dia bertanya bingung. Tidak bisa sama sekali menerka maksud Ida akan dibawa kemana pembicaraan mereka.Helaan nafas dalam dan ber
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments